I Miss You

5.1K 259 0
                                    

Langkahnya dipercepat, ia tidak menuju ke ruangannya namun langsung ke tempat parkir. Ia tak habis pikir, apa yang baru saja dikatakannya kepada Lila.

"Bukan urusanmu"

Ia memukul kepalanya dengan tangan kanannya, "Kenapa aku mengatakan hal yang tidak terduga? Dasar bodoh kau!" ia menyesali dirinya. "Seharusnya tadi aku bersikap normal" ia terus menyesali dirinya.

Ia membuang pandangan disekitar tempat parkir itu dan menemukan sebuah bangku untuk merenung. "Aku bingung harus berbuat apa. Aku bahkan tidak seberani Afgan. Aku kalah sama dia. Iya, aku kalah."

Ia menundukkan wajahnya. Masih menyesali dirinya yang begitu tidak gentle di hadapan wanita. Meskipun, ia seringkali mendengar karyawati di kantornya mengatakan ia adalah orang yang cool serta tampan. Ia sadar, ia memang tampan. Tapi, meskipun ia tampan, ia tidak punya nyali yang cukup besar. Hanya itu kekurangannya.

Fernan tahu ia sudah cukup lama menyesali dirinya. Ia melirik jam tangannya, lalu beranjak dari bangku itu.

***

Ia masih sibuk memikirkan pria berwajah kaku tadi. Ia masih terus memikirkan kalimat yang keluar dari mulut pria tadi.

"Bukan urusanmu"

Kalimat itu masih terngiang di kepalanya. Apa arti dari kalimat itu? Kenapa pria itu mengatakan itu?

"Lila? Kamu masih memikirkan perkataan Fernan tadi?" tanya Afgan tiba-tiba.

Lila tidak berkutik dengan pertanyaan Afgan. Ia hanya menatap kosong ke depan.

"Tidak usah dipirkan. Fernan memang seperti itu sifatnya. Terlalu dingin terhadap wanita. Padahal banyak sekali yang naksir sama dia. Yah... Dasar orangnya dingin, jadi dia tidak pernah punya pacar" jelas Afgan. Ia memang tahu sifat Fernan yang dingin. Ia juga tahu banyak sekali yang menyukai Fernan di perusahaannya. Memang benar yang dikatakan Afgan, pria itu sangat dingin terhadap wanita.

"Tapi, sepertinya tidak denganku"

Lila menelengkan kepalanya ke arah Afgan. Ia tidak pernah merasa dingin ketika dengan Fernan. Malah, ia merasa hangat ketika selalu bersamanya.

"Ayo, kuantar kau pulang."

Lila mengikuti Afgan hingga ke tempat parkir. Ia terus mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat parkir untuk mencari Fernan. Dan, ia menemukannya.

Mobil Fernan telah keluar dari tempat parkir, sesaat setelah Afgan membuka kunci mobilnya.

Afgan mempersilahkan Lila, "Silahkan, Lila"

Wanita itu masih terus memperhatikan mobil itu hingga hilang dari pandangannya.

***

Matanya melirik ponselnya yang bergetar di meja. Seseorang meneleponnya. Ia mengambil ponselnya, melihat nama yang muncul di layarnya, tersenyum kemudian mengangkat telepon itu.

"Halo?"

"Kamu sudah berkali-kali kutelepon! Kenapa baru diangkat sekarang, huh? Kamu membuatku cemas! Kenapa kau tidak pernah menelponku selama ini? Kukira kau benar-benar menghilang, Fernan!"

Ia tersenyum mendengar setiap kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya di seberang sana. Ia sangat merindukan suara itu.

"...Apa kamu masih disana? Halo? Fernan?"

Ia berdehem pelan, "Aku masih disini. Apa kabar?"

"Oh Tuhan! Aku tidak menyangka kau masih bisa berbicara! Kenapa kamu tidak pernah menghubungiku?"

"Aku sibuk sekali disini. Kamu bahkan belum menjawab pertanyaanku"

"Oke, aku mengerti. Aku baik. Kapan kamu kembali? Aku merindukanmu"

Fernan terdiam sesaat. Hatinya berdegup mendengar lawan bicaranya itu merindukan dirinya. "Uhm, aku juga... Merindukanmu"

"Jadi, kapan kau akan kembali?"

"Entahlah" Fernan mengangkat kedua bahunya.

Terdengar jelas, suara diseberang sana yang sedang sesenggukan menahan tangisnya. Bisa dipastikan bahwa, orang itu sangat merindukan Fernan. "Baiklah. Sampai bertemu lagi, Fernan. Jaga dirimu baik-baik"

Fernan tersenyum, "Oke. Sampai bertemu lagi"

Fernan menghela napas. Ia sangat merindukannya. Ia sangat ingin pulang ke Jakarta.

Tapi, masih banyak yang harus dilakukannya di sini. Setidaknya sekitar satu bulan lagi, pekerjaannya akan selesai di Jepang.

"Aku sangat... Merindukannya..."

***

Pikirannya kalut. Memikirkan pria itu membuatnya tidak bisa tidur.

"Tuhan, apakah dia baik-baik saja disana?" ia bergumam. Matanya menatap layar ponselnya.

Ia membuka sebuah pesan yang baru saja diterimanya.

Afgan

Selamat malam. Apakah besok kamu bisa menemaniku sebentar ke toko bunga?

Ia segera membalasnya.

Tidak lama kemudian, balasannya masuk.

Afgan

Terima kasih, cantik. Selamat tidur :)

Ia tersenyum membaca pesan itu. Dirinya memang semakin dekat sejak Fernan berpindah tugas ke Jepang beberapa bulan lalu. Afgan juga semakin sering memanggilnya dengan sebutan "cantik".

Bagaimanapun juga, ia masih memikirkan pria yang sedang berada di Jepang itu.

"Baiklah, Fernan. Selamat tidur"

_______

Aloha readers :)

Vote dan comment sangat diharapkan :)

Mungkin, juga ada yang ingin ngasih saran? Silahkan.

@ClaSwft

Decision (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang