Darah dan air

3.6K 35 2
                                    


Lana memeluk perut Pras, tak ada tujuan apa pun, hanya naik sepeda motor dan keliling kampung.


Pras melihat ada es degan, segera menepikan motornya dan memesan bersamaan dengan mi ayam. Tersenyum ke Lana, "Sejak kapan kamu tahu Ari beli ceriping di mamak Yuda?" tanyanya, Pras tidak pernah menyangka kalau Ari bisa juga berubah.


"Sebelum Mas Pras pulang yang kemarin itu," Lana berdehem, "aku ingin bercerita, tapi aku takut Mas Pras salah paham."


"Maksudmu?" mi ayam dan es degan yang baru saja diantar, segera dibagi dengan Lana, Pras tak sabar, menyeruput air es degan itu lebih dulu.


Lana menggeleng, "Mungkin Mas Pras merasa aku aneh, tapi aku belum bisa percaya dengan Ari, Mas Pras. Senyuman Ari seperti mengejekku, mungkin aku yang salah, mamak yang merestui kita juga kabar yang sangat bagus, hanya saja aku takut jika mengingat teriakan mamak waktu itu."


"Ya, kamu benar. Aku juga berpikir begitu, andai aku bisa bertemu bapak." Pras lebih nyaman karena bapak lebih mendukungnya dari dulu. Lana memang pribadi yang baik dan ulet dalam segala hal, andai mamaknya tak peduli dengan status yatim piatu itu, sangat sempurna Lana untuknya.


"Mbok Sri menyuruhku agar tak menyinggung Ari, apa yang Ari dapat pasti sampai juga di mamak, nanti mamak tersinggung lagi."


Pras menggenggam tangan Lana, "Maaf, ya? Bertemu denganku, membuatmu banyak masalah, mamak, Ari, aku juga tidak bisa membuatmu bahagia."


"Jangan berkata seperti itu, Mas Pras. Apa pun kita saat ini, aku sangat bahagia, cintaku tidak hanya sebatas uang saja, sungguh."


Pras tak tahan, berdiri, dan mengecup kening Lana. Tidak peduli jika ada orang yang cemburu melihatnya. Matahari bergulir terlalu cepat, Pras mengajak Lana pulang, dia akan menghabiskan waktu untuk rebahan saja di depan TV.


"Mas Pras, nanti berangkat jam berapa?" Lana membawa kopi yang baru saja dia buat, setelah mandi seperti ini, kopi adalah penawar dingin yang paling mujarab.


"Besok subuh saja, Lana. Bangunkan aku jam tiga, dari sana langsung kerja, enak 'kan punya motor sendiri?" Pras terkekeh, "Doakan aku bulan depan bisa mengajakmu ke KUA, aku endak sabar punya anak, biar rumah ini ramai." Menepuk ruang kosong di sebelahnya. Mengajak Lana hanya merebah sambil menonton apa pun. Pras hanya ingin seperti ini, tak melakukan hal yang akan membuatnya sibuk sendiri, dan kehabisan waktu berduaan dengan Lana.


"Apa setelah menikah aku boleh ikut ke kota?"


"Tentu saja. Kita akan bermain setiap hari."


"Bermain?" Lana bingung dengan ucapan Pras.


Pras terkekeh, "Permainan ini." Segera bangun, menggelitiki Lana hingga Lana lemas dengan keringat di dagi. Pras tertawa, membiarkan Lana terengah, dia pun menurunkan diri, melumat bibir itu perlahan sambil menjelajahi tubuh Lana. Dada, perut, bahkan selangkang Lana tak luput dari jemari Pras, membuat Lana gelisah dan memainkan apa pun hingga ke duanya berkeringat dan sama-sama basah.

Malam KemarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang