Segitiga di balik daster

6.5K 46 1
                                    

Pras dan Lana rebahan di depan TV, perut kenyang dan hari libur, hanya menonton entah acara apa pun sambil bergandengan tangan, tetap menyenangkan rasanya. Pras memiringkan tubuhnya, melepas genggaman tangan itu, pindah memindai wajah Lana, "Aku nanti malam berangkat, Lana." Saat wajah semringah tiba-tiba cemberut, Pras terkekeh, "Gajiku lumayan besar, aku akan kredit motor, bagaimana menurutmu? Dari sini ke sana endak jauh, kalau ada hari libur aku bisa pulang sendiri, Yuda kan kadang endak ingin pulang, dia punya pacar di kota." imbuh Pras sambil terus mengusap pipi Lana.


"Kalau Mas yakin, aku nurut, Mas." Mendekatkan diri, Lana memeluk tubuh yang akan pergi lagi untuk beberapa hari. Semakin erat, membuatnya menangis tanpa sebab.


"Hey? Aku tidak suka air mata itu, bagaimana kalau kita ganti saja, hm?!" Pras menyeringai, mengusap air mata itu dan segera memagut bibir Lana, menghisapnya kuat agar Lana tak punya kesempatan walau hanya untuk terisak saja. Setelah cukup puas, Pras mengurainya, tersenyum karena Lana tak pernah menolak kedatangannya. Daster baru berwarna jingga yang dibelinya di pasar tadi, segera disibak oleh Pras, membuatnya mampu melihat segitiga berwarna hitam di baliknya. Cukup mengganggu, Pras meloloskan segitiga itu dari kaki Lana agar pemandangannya lebih indah, mengangkat kakinya dan membuka apa yang terselip dengan dua jempol tangan, lidahnya segera menyapu setiap sela yang mampu digapai oleh ujung lidah itu.


"Hm ... Massss Pr-rass ... ." Lana selalu menggila saat Pras mulai mempermainkannya seperti ini. Kakinya menjepit kepala Pras agar tak beranjak, menikmati sensasi yang Pras selalu persembahkan untuknya dari awal hingga saat ini.


Pras tersenyum, merangkak ke atas, miliknya yang menegang tak perlu lagi banyak pancingan, segera memainkannya di bibir bawah Lana tanpa menghindar dari ekspresi Lana yang dipamerkan untuknya saat ini. Desahan itu selalu Pras rindukan, setiap detik, setiap saat, secantik apa semua gadis di kota, tak ada yang mampu menandingi Lana-nya ini.


"Mas Prasss, ayooo ... ." ucap Lana manja.


Pras tersenyum, menekan miliknya agar masuk perlahan, seolah masuk ke dinding lembut, tergigit dalam celah sempit, inilah yang selalu Pras rindukan saat jauh dari Lana. Pras terus memompa, dengan Lana di bawah atau dituntunnya dengan nakal bermain di atas tubuhnya, membiarkan siang hari terus saja penuh dengan desah antara dirinya dan juga Lana. Pras kembali menumpahkan calon anak-anaknya yang mau tak mau harus digagalkan karena belum bisa mengikat Lana dalam hubungan yang diakui oleh negara, meski begitu Pras tetap memeluk Lana yang tersengal di bawahnya, "Aku mencintaimu, aku akan segera mendapatkan uang untuk pernikahan kita, Lana. Bersabaran sedikit lagi." Dipagutnya kembali bibir itu, Pras sangat mencintai Lana.


Lana segera membersihkan diri, sebentar lagi Yuda akan datang untuk menjemput Pras, dia pun menghidangkan makanan di meja, sayur juga sudah dihangatkan, Pras ke luar dari kamar membawa tas besar berisi baju ganti selama di kota nanti.


Pras mendekat, mengecup kening itu, "Jangan murung, antar aku dengan senyumanmu seperti saat kamu mendesah tadi siang, 'Mas Prasss, mas Prasss, ough!' akh!" Pras segera mengusap perutnya saat Lana mencubitnya dengan cepat dan lumayan sakit.


"Mas, ih!" Lana cemberut, dia sangat malu saat Pras mengejeknya seperti itu.


"Hahahahaha. Ambilkan aku makan, Lana. Yuda sebentar lagi akan datang, aku akan pulang minggu depan." Duduk dan memakai sepatunya, Pras tak akan membiarkan Yuda menunggunya terlalu lama nanti.


Lana segera mengambilkan nasi untuk Pras, "Kok minggu depan? Bukan dua minggu lagi?" memberikan ke Pras piring nasi itu, mendekatkan lauk agar Pras memilih sendiri ingin makan yang mana.


Pras hanya tersenyum, "Kita lihat saja. Hm ... kamu tidur di rumah mamak Yuda?"


"Endak, Mas Pras. Mbok Sri sendiri, aku endak tega." Lana duduk tepat di depan Pras, menatap wajah yang akan dia rindukan selama dua minggu ke depan. Setelah makan dan menghabiskan teh hangat, Pras mengajaknya ke ruang tamu, berbincang di sana sambil menunggu Yuda. Tak lama Yuda memang datang, Lana memandangai punggung itu hingga tak terlihat lagi karena sudah berbelok ke arah jalan besar. Lana berbalik, dia akan segera tidur, meski tak sehangat malam kemarin, setidaknya dia tak boleh bangun terlambat esok pagi untuk bekerja ke rumah mamak Yuda.


***


Pras berangkat kerja lebih bersemangat, tentu saja, tubuhnya habis dicas seharian kemarin oleh Lana. Dia akan ke dealer motor bekas nanti sepulang kerja, sudah berencana begitu dengan Yuda.


Sedangkan Yuda, segera menyelesaikan pekerjaannya, dia tak mau Pras merasa diabaikan karena di hari Senin seperti ini, sangat banyak pekerjaan, dan kadang membuatnya harus lembur. Baru saja selesai mencatat timbangan asli dari truk yang baru saja pergi, pundaknya sudah diremas oleh seseorang, Yuda tersenyum sambil menoleh, dengan cepat menarik sosok itu hingga duduk di pangkuannya. Tangan Yuda pun juga aktiv meremas payudara Teni, "Aku tahu, Pras mengatarmu pulang kemarin, apa yang kamu rencanakan?"


Teni terkekeh, pijatan Yuda tak pernah mengecewakan, "Aku hanya ingin merasakannya, Yuda. Jangan cemburu, kamu kan tahu aku ini siapa?"


Yuda menarik wajah Teni agar menghadap, segera melumat bibir itu kasar, menghisap hingga bibir bagian bawah Teni agak bengkak karenanya, "Apa aku saja tidak cukup?"


Teni mengusap bibirnya, ada sedikit liur di sana, "Kamu kan tahu, kita tidak akan mungkin bisa menikah, Yuda."


"Lalu? Kamu bisa menikah dengan Pras? Dia pria beristri."


"Kamu pria penurut, apa kamu lupa, mamakmu tak akan mau menerima menantu dari kota, sepertiku apa lagi? Jangan harap aku akan mengubah semua penampilanku hanya untuk mengambil hati mamakmu saja, Yuda. Aku tidak akan melakukannya." Teni mengatakan apa yang memang dia inginkan, tak ingin menutupi apa pun kalau orang di depannya saat ini adalah Yuda.


"Lalu?"


"Apa?" Teni mendekatkan bibirnya ke Yuda, lebih dulu melumat, tak kalah hisapannya dengan hisapan Yuda, "Biarkan aku merasakannya sekali saja, aku akan membantumu menikah dengan Nita, dia cantik, berkerudung, gadis yang sesuai dengan keinginan mamakmu, dia juga saudaraku, kita tetap bisa bermain seperti ini, dan aku akan bermain sesekali dengan Pras, adil 'kan?" Teni mengedipkan sebelah mata, tahu kalau usulnya tak pernah mengecewakan.


Yuda menyandarkan diri, malas kalau sudah membahas perkara ini, "Baiklah, kembali ke kantormu, aku harus mengatar Pras membeli motor nanti, jangan ganggu pekerjaanku untuk hari ini saja, kumohon."


"Besok?" Teni tak terlalu suka jauh dari Yuda terlalu lama, miliknya ini akan selalu rindu dengan genjotan dari Yuda yang selalu luar biasa.


"Besok? Tentu saja aku milikmu." Yuda terkekeh kembali memeluk Teni yang masih berada di pangkuannya, meremas apa yang tadi sempat dia tinggalkan, Teni berhasil menggodanya.


Teni terkekeh juga, membiarkan remasan itu bertahan beberapa detik untuk dia nikmati. "Yuda, aku punya motor tak terpakai, Pras baru bekerja, kan? Bukan mengejek, tapi aku yakin uangnya tak banyak, kamu bisa memakai banyak cara untuk memberikan itu agar Pras tak curiga, kan? Aku mempercayaimu." Teni mengusap rahang Yuda, yakin kalau Yuda paham dengan apa yang dia pikirkan saat ini.


"Aku akan memikirkannya, jangan terus mengkhawatirkan Pras atau aku akan cemburu, Teni." Yuda, mengecup bibir Teni singkat, bagus juga usulan Teni.

Malam KemarinWhere stories live. Discover now