Tujuh ratus lima puluh

9.4K 61 12
                                    


"Apa ... kamu mau juga?" Teni terus mendekat, bahkan mendesak Pras hingga terbentur meja kerja.


Pras menelan ludah, "Bu Teni, tolong jaga sikap Anda." Ucapnya. Paham kalau tidak sopan, tapi dia tak mau apa yang dia lakukan malah akan menimbulkan fitnah suatu saat nanti.


Teni terkekeh, mundur beberapa langkah, "Aku hanya menawarimu saja, kalau tidak mau ... tidak masalah." Mendekat ke meja kerja Pras dari sisi lain, mencari laporan untuk minggu lalu, dan pergi dari gudang tiga.


Pras terus melihat ke mana dan apa yang dikerjakan oleh Teni. Sikap itu cukup membuatnya tenang, meski saat di gerbang gudang ini Teni sempat menoleh dan melemparinya sebuah senyuman yang penuh dengan pikatan, Pras tak membalasnya dengan apa pun juga. Hari pertama ini terlalu mengejutkan untuknya.


***


Hari-hari terlewat penuh perjuangan. Tak terasa sudah genap satu minggu Pras bekerja di pabrik kopi ini. Suling pertanda pulang baru saja terdengar, membuat Pras lega, segera mencari Yuda, saat melihat sahabatnya melambaikan tangan, Pras mempercepat langkah, "Hari ini gajian, to?" tanyanya antusias.


"Iya. Ayo antre!" Yuda mengajak Pras ke kantor, mengantre bersama mandor dari bagian lainnya.


Tak perlu waktu lama, Pras sudah menerima amplop putih dengan namanya beserta dengan stempel dari pabrik, senyumnya mengembang, berbangga hati dengan jerih payahnya sendiri. "Aku endak sabar pulang, Yud." Ucapnya. Ke duanya melangkang pulang. Segera mandi, membuka amplop itu, uang tujuh ratus lima puluh ribu begitu berarti untuknya. Di kampung untuk mendapatkan uang sebanyak ini dibutuhkan satu bulan penuh, sedangkan di sini hanya seminggu saja.


Pras melipat uang tiga ratus ribu, disimpan di lipatan sarung, sedangkan yang tiga ratus lainnya dia kantongi. Sisa seratus lima puluh, Yuda yang saat ini tengah mengelap motor, disodorinya uang itu, "Hutangku, Yud." Beberapa hari yang lalu Yuda tahu dia tidak makan seharian, hanya membeli roti karena uangnya habis, Yuda meminjaminya seratus lima puluh ribu itu.


Yuda menerimanya, meski tak masalah jika tidak dikembalikan, Yuda menghormati pertemanannya dengan Pras. "Kamu betah, to? Kerja di sini? Ya ... meski aku sering ke luar kalau malam. Kamu kalau kuajak juga tidak mau." Yuda mengelap motornya lagi setelah mengantongi uang pemberian Pras.


Pras terkekeh, "Mau ke mana, Yud? Lana di rumah sendiri, aku endak tahu dia makan apa, masak ya aku mau senang-senang di sini." Tidak adil, kan? Pras mau membagi kesenangan yang dia rasakan dengan Lana, bukan menikmati sendiri seperti ini.


Yuda terkekeh, "Iya, terserah kamu saja."


***


Sekarang lebih menyenangkan lagi. Pras bekerja sangat optimis, tak peduli dengan urusan yang bukan kepentingannya, yang ada di pikirannya hanyalah bekerja sesuai dengan prosedur saja.


Semua malah berarti lain di mata Teni. Seperti hari ini, dia sengaja mengambil laporan harian lebih awal. Baju yang dia kenakan sangat menggoda, Teni yakin itu. Pras yang sibuk dengan timbangan truk, Teni sengaja mendekat tanpa suara.

Malam KemarinWhere stories live. Discover now