Part 4 : Photograph

9 0 0
                                    

POV Patricia Tantomo

Aku menancapkan tiga batang dupa ke dalam kotak abu. Aku berdoa agar leluhur keluarga kami dapat melindungi para saudariku, terutama da jie sejak kejadian itu menimpanya. Aku keluar dari kuil keluarga kami dan berjalan memasuki rumah. Aku masuk ke dalam kamarku. Tapi sesaat aku masuk, aku merasa seolah sebuah angin kecil meniup rambutku dari belakang. Aku segera menoleh ke belakang. Tidak ada siapapun disana. Sil dan Pip masih di RS jadi mustahil jika itu mereka. Apa itu salah satu pembantu  rumah kami? Tapi sejak wai gong meninggal, mama menyuruh para pembantu kami untuk mengambil cuti selama seminggu dulu. Berarti mereka harusnya kembali saat hari Jumat...... tapi hari ini masih Senin-

" SIAPA DISITU?! AKU TIDAK MAIN-MAIN DENGAN PENCURI MANAPUN YANG MEMASUKI RUMAH INI!! KUBERI KALIAN KESEMPATAN UNTUK MENUNJUKKAN DIRI KALIAN!! DALAM HITUNGAN TIGA!!, TIGA, DUA, SA-"

BRAKKKKKK!

Aku seketika mendengar suara pintu yang ditutup dengan kasar. Tidak salah lagi. Itu berasal dari kamar da jie. Tanpa pikir panjang, aku langsung berjalan ke arah kamarnya. Maaf jika aku terpaksa mengganggu privasimu,da jie. But at least it's kinda worth it. Kamar da jie masih seperti yang kuingat. Polos dan minimalis. Sambil membawa stun gun untuk jaga-jaga jika pencuri memang memasuki rumah ini, aku mulai memeriksa apabila pencuri itu mengambil sesuatu dari kamar da jie. Aku tidak ingin saat da jie bangun nanti malah kaget ketika menyadari bahwa salah satu barangnya hilang. Beruntunglah, pencuri itu tidak mengambil apapun dari sini. Eh?! Tapi apa ini? Aku mengambil sebuah amplop merah darah yang tergeletak di atas meja belajar da jie. Aku ragu kalau itu milik da jie. Merah? Apa ini semacam surat cinta? Tapi da jie bukan tipe orang yang romantis, jadi ini apa? Aku dengan rasa penasaran campur kecerdasan ala detektif Conan Edogawa mulai membuka surat itu. Dan isi yang ada di dalam amplop itu membuatku panik sekaligus terkejut. Sebuah foto. Foto yang menunjukkan masa kecil da jie dan "orang itu". Tanganku mulai bergemetaran dan membaca tulisan di balik foto itu.

KEMBALIKAN DIA PADAKU!

Arwah psikopat sialan! Dia masih nggak puas membuat da jie menderita selama ini? Oke, aku sudah muak dengan kegilaan ini. Jika da jie tidak bisa mengakhirinya, maka aku sendiri yang akan mengakhiri kegilaan ini.

Aku berjalan ke arah balkon kamarku dan menatap kosong foto itu. Aku menyalakan lighter dan membakar ujung foto itu sampai foto itu sepenuhnya terbakar. Sama seperti aku membakar semua foto mengenai "orang itu" sebelumnya. Da jie, aku akan melindungimu walaupun aku harus menanggung konsekuensinya. Aku berjanji. Aku tidak akan membiarkan arwah penasaran itu menyakiti kamu lagi. Aku membuka ponselku dan mencari nama kontak seseorang. Kak Ver. Aku menekan namanya dan menaruh ponselku ke arah telingaku.

" Halo, Tri? Kenapa kamu memanggilku? Apa ada masalah? "
" Sedikit. Bagaimana kabar kakakku? "
" Ris masih belum menyadarkan diri. Tapi Sil sudah dan dia sedang bersama Pip sekarang. "
" Kak Ver, terima kasih telah menjaga kakakku selama ini. "
" Omong kosong apa yang tengah kamu bicarakan? Ris adalah temanku. Sudah kewajibanku untuk menjaganya. "
" Baiklah kalau begitu. Aku masih memiliki beberapa urusan yang perlu kubereskan disini. Kakak tidak keberatan untuk menjaga kakakku lebih lama lagi kan? "
" Tidak, tentu tidak. ", Suara kak Ver terdengar senang. " Dengan senang hati selama itu bisa meringankan beban keluarga kalian. "
" Baiklah. Terima kasih. "

Aku menutup teleponku dan menatap ke arah luar balkon. Pertarungan psikologis ini baru saja dimulai, bitch.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Where? Where stories live. Discover now