Prolog

9 0 0
                                    

POV Clarrissa Tantomo

" Ris, kamu hebat ya. Bisa menjawab pertanyaan Bu Karen yang payah itu. Nggak ada yang bisa jawab pertanyaan kimia yang sulit itu selain kamu lo! "

Wajahku mulai memerah mendengar ucapan teman semejaku. Veronica Kadanza, atau biasanya kupanggil Ver mulai berceloteh lagi tentang pertanyaan yang katanya sangat memusingkan kepala siswa di kelas kami. Waktunya istirahat, kami mengambil buku dan duduk di salah satu bangku di taman sekolah karena setelah ini akan ada ujian bahasa Mandarin. Ver terlalu memuji tentang soal Bu Karen. Aku ingin sekali memberitahunya kalau sebenarnya aku tidak sengaja menemukan contoh soal yang mirip dengan soal Bu Karen beberapa hari yang lalu sehingga aku tahu cara pengerjaannya, tapi melihat Ver yang senang dengan hal itu, aku memutuskan untuk diam saja. Ver adalah satu-satunya temanku di sekolah ini. Kami tidak bisa dikatakan dekat selayaknya sahabat, mungkin lebih tepatnya sebagai teman studi dekat yang bisa kuajak bicara soal pelajaran. Bagaimanapun, soal pelajaran Ver juaranya. Dia setingkat di atasku, ranking 1 di seluruh kelas IPA dan juga di kelasku. Sedangkan aku memang ranking 2 di kelas namun di seluruh kelas IPA aku hanya berbeda 2 tingkat dengan Ver. Mungkin saja satu-satunya kelemahan studi Ver yang paling ku kuasai baik di kelas IPA dan IPS adalah pelajaran bahasa Mandarin. Pelajaran yang sedang membuatnya menggaruk kepalanya sampai hampir rontok sekarang, tepatnya di depanku.

" Ver, perlu bantuan? "

Aku mulai menawarkan bantuan sebelum Ver menggaruk habis rambutnya. Entah mengapa melihatnya seperti ini aku jadi teringat tentang bagaimana rambutku lebih berantakan lagi saat menghadapi pelajaran pendidikan jasmani atau penjas. Itu bukanlah hal yang perlu kuingat dan bukanlah ingatan yang indah.

" Kurasa begitu, Ris. Lagian ini kan memang keahlianmu. Bahasa asing dan kalkulasi. "

Aku perlahan mengajarinya dan dia perlahan paham tentang isi bab yang sedang kita pelajari. Akhirnya Ver berhasil menangkap isinya tanpa menggaruk kepalanya lagi.

" Thanks ya, Ris. Untung saja ada kamu. Punya teman Chinese memang beda ya. "
" Tidak terlalu berlebihan, Ver. Karena sering menonton drama Tiongkok bersama nenek makanya mau tidak mau jadi terlatih sendiri aksenku. "
" Iya juga, aku sepertinya harus berguru dengan nenekmu. "

Aku tersenyum kecil mendengarnya. Saat itu juga, sekelompok anak SMP melewati kami dan aku memandang sosok yang tidak asing di mataku....

" Eh, para siswa SMP itu sepertinya akan mengikuti lomba cerdas cermat dengan sekolah lain. ", ujar Ver yang seketika memancing perhatianku.
" Sekolah lain katamu? "
" Iya, sekolah yang sedang terkenal itu. Kalau tidak salah, namanya Earthers International School. Akreditasinya hampir setara dengan Hibiscus International School kita ini. "

Earthers International School katanya? Gadis genius itu terlalu nekat.
Brr... Brr...
Teleponku berbunyi. Aku mengambilnya dan melihat siapa yang menelepon. Mama.
" Siapa, Ris? "
" Mamaku. "

Aku menjawab telepon mamaku dan saat itu juga teleponku terjatuh ke lantai. Badanku menjadi lemas mendengarnya.
" Ris, kamu kenapa? "
Aku hanya bisa memandang Ver dengan tidak berdaya.

*****

POV Patricia Tantomo

" Tri, masih baca buku manga komik Jepang? Kita sebentar lagi mau dihadapkan ke meja hijau, kamu malah santai membaca komikmu disini. Anak genius emang beda. "

Aku hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Gisella Handoko, atau kupanggil Gis setiap saat. Aku langsung menyimpan komikku ke dalam tas dan mengambil buku biologiku yang tidak kusentuh dari tadi, sampai seseorang berkotek.

Where? Where stories live. Discover now