Bab 02

545 20 0
                                    


Calvin melirik jam yang menunjukkan pukul setengah tujuh tetapi sekertarisnya itu belum kunjung datang, dia sudah memintanya untuk datang lebih pagi tapi sepertinya ia tidak mendengarnya.

Dia melirik ponselnya dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa angka jam terus berganti dan tidak ada tanda-tanda telepon masuk, perlukah dia meneleponnya kembali? Tetapi sebelumnya Salvia telah mematikan telepon seenaknya saat dia sedang memanggilnya dengan kencang, apakah ia marah karena dia meraung? Ataukah ia kesal karena dia mengganggu tidur malamnya? Tapi dia tidak merasa bersalah jika telah mengganggunya di tengah malam, karena ini menyangkut pekerjaan dan seharusnya ia selalu siap jika dia memberikan pekerjaam bahkan di malam hari.

Calvin bahkan tidak menyadari bahwa seorang karyawannya juga membutuhkan waktu istirahat. Apalagi ia juga mengganggu Salvia di tengah malam dan mengganggu tidurnya. Seharusnya saat di rumah, Salvia tidak perlu melakukan pekerjaan kantor apalagi jika melakukannya di tengah malam. Mungkin hanya Calvin yang adalah seorang CEO yang selalu semena-mena pada karyawan dan sekertarisnya.

Dia mengerutkan alisnya dan menatap jam dengan tidak sabar, jarinya terus mengetuk meja hingga menimbulkan suara di ruangan sepinya. Akhirnya dia tidak punya pilihan lain selain menelepon, dia mengulurkan tangannya dan mengambil telepon kantor yang langsung terhubung pada resepsionis. Dia ingin bertanya apakah sekertarisnya itu sudah datang atau belum.

"Apakah dia sudah datang?" tanyanya dengan suaranya yang rendah karena menahan kekesalan yang entah bagaimana bisa muncul.

"Maksud bapak siapa?"

Calvin mengerutkan kedua alisnya dengan tidak puas saat mendengar pertanyaan bodohnya itu, apakah semua karyawannya bodoh seperti sekertarisnya? Bagaimana bisa resepsionisnya juga bodoh dan tidak tahu siapa yang dia tanyakan.

Jika saja Salvia dan resepsionis tahu apa yang dipikirkan bossnya itu, mungkin keduanya tidak akan segan untuk meluncurkan kata-kata buruk dan membicarakannya di belakang bossnya itu. Dan juga bagaimana bisa resepsionis tahu siapa yang di tanyakan bossnya itu? Apalagi saat bossnya tidak memberitahu siapa yang di tanyakannya.

Mendengar suara hening di seberang telepon membuatnya semakin merasa kesal, dia sudah kesal pada sekertarisnya dan juga kekesalannya menyebar kepada sang resepsionis. Sepertinya dia harus mengeluarkan rasa kekesalannya pada semua karyawannya.

"Sekretaris saya," dia berucap dengan kesal dan suaranya sedikit meninggi dari sebelumnya.

"Maaf pak, mungkin Bu Salvia terjebak macet. Saya juga--"

Calvin langsung memutuskan hubungan teleponnya setelah mendapat jawaban yang memuaskan dan tidak peduli dengan yang di katakan resepsionisnya. Dia sudah menebak bahwa sang resepsionis juga terjebak macet, tapi ia bisa datang lebih dulu di bandingkan Salvia?

Sepertinya sekertarisnya terlalu lamban, jadi dia perlu memberinya pelajaran lagi.

...

07.00

Calvin melihat jam di ponselnya, sungguh kesabarannya sudah habis saat menunggu sekertarisnya itu yang tak kunjung datang. Jadi dia memilih bangkit dan keluar dari kantornya untuk menunggu sang sekertarisnya, dia berniat memberinya pelajaran di hadapan karyawan lainnya hanya untuk meluapkan kekesalannya. Dan juga memberitahunya agar di lain waktu ia perlu datang lebih dulu sehingga tidak akan terjebak macet lagi.

Dia terdiam saat memandang tulisan di pintu lift di depannya itu dengan tatapan dingin dan bermusuhan, bagaimana bisa lift khusus untuknya bisa rusak di saat seperti ini dan bahkan tidak ada pegawai yang memberitahunya? Apakah mereka begitu lalai dan tidak tahu untuk memberitahunya? Dan juga mereka tidak langsung memeriksa liftnya itu? Sungguh sangat menyebalkan membuatnya kesal di pagi hari, sepertinya dia harus memecat mereka yang tidak bergerak cepat untuk membetulkan liftnya.

My Sweetest Boss Where stories live. Discover now