All Of Us Are Broken

148 28 5
                                    

 Nona mengetahui cerita ini dari Rani. Sebuah legenda yang keluar dari mulutnya karena terlalu banyak minum alkohol.

Semasa mereka berdua masih kecil, Rani dan Eja selalu dikenalkan sebagai "si kembar" ke orang-orang, meski ada sedikit perbedaan pada fisik mereka, dan banyak perbedaan pada pencatatan tanggal lahir keduanya. Rani mengingat Eja memang selalu ada dari awal. Ia bahkan bisa membayangkan bahwa mereka berbagi satu keranjang di ruang persalinan. Dua bayi merah yang menangis karena diturunkan dari surga. Mengadu pada pelukan Emak. Mereka sama-sama diterima oleh keluarga kecil itu. Memang begitu kenyataannya.

Eja ada untuk menjaga Rani. Rani ada untuk menjaga Eja. Ia selalu pikir begitu aturannya.

Baru pada saat Rani menginjak usia delapan tahun, salah satu temannya di klub Taekwondo—ia hanya ingat nama anak itu adalah Icha, dan memang lamis sekali mulutnya—bertanya mengenai ikatan persaudaraannya dan Eja.

"Ni, Eja itu anak haram, ya?" tanya Icha sambil berbisik-bisik. Sesi latihan sudah dimulai dan mereka duduk di atas matras tipis. Pelatih mereka memeragakan gaya tendangan yang Rani juga sudah lupa apa namanya. Ketika mendengar pertanyaan dari Icha ini, matanya langsung tertuju pada sosok si anak lelaki di barisan depan. Eja yang serius memerhatikan pelajaran, walau bocah itu sendiri masuk ke dalam klub Taekwondo karena permintaannya. Rani tau, anak haram artinya jelek. Sementara itu, Eja adalah anak paling baik yang mau menemaninya. Maka, yang bisa Rani rasakan hanyalah amarah ketika mulut kotor Icha mengatai saudaranya.

"Enak aja! Eja itu kembarannya Nini!"

"Kalo kembaran, kok, tanggal lahirnya beda?"

"Kata Babeh, Eja telat daftar akte ke kelurahan."

"Ah, gak percaya," Icha memekik, "masa anak kembar cuma satu doang yang diinget daftar aktenya. Eja anak pungut kali!"

Sisa dari percakapan itu menjadi kabur di kepala Rani. Ia hanya ingat bahwa sesi latihan harus pulang lebih cepat karena wajah Icha dipenuhi lebam-lebam.

Dalam perjalanan pulang, setelah mampir ke minimarket terdekat untuk membeli es, Rani menceritakan alasannya memukul Icha. Tangannya ikut-ikutan bengkak dan harus dikompres. Eja lah yang merawat luka di tangan Rani.

"Kamu harusnya gak perlu mukul Icha, Ni," kata Eja, ia menuntun sepeda berwarna birunya sore itu, "Eja emang bukan anak aslinya Emak sama Babeh."

Rani tertegun. "Eja tau dari mana itu?"

"Babeh yang bilang. Eja aslinya anak Om Affandi." Mungkin ini adalah saat yang tepat baginya untuk belajar memanggil nama itu sebagai Bapak. Namun, mau bagaimana pun rasanya masih sangat asing di lidah.

"Kalo gitu, Eja bukan saudaranya Nini?"

"Bukan."

"Eja cuma numpang di rumah Nini aja?"

Hari mendadak sepi. Eja mengencangkan genggamannya pada setir sepeda. "Bisa dibilang begitu."

Sulit untuk mengetahui emosi apa yang ia miliki pada saat itu, tapi Rani bisa merasakan seluruh bagian dadanya terbakar. Marah, mungkin. Ia kecewa karena tidak betul-betul punya saudara laki-laki. Terkhianati, bisa jadi. Ia menyesal karena menganggap Eja sebagai saudara laki-lakinya ketika Eja setuju bahwa yang ia lakukan selama ini hanya tinggal di rumah mereka. Takut, pasti. Ia sedih kalau suatu saat nanti ia akan bangun dan mendapati kabar bahwa Eja pergi. Eja bukan saudara Rani sungguhan. Eja ada di sini bukan buat jagain Rani. Dia bisa pergi kapan pun yang dia mau.

Sejak saat itu, Rani selalu memperlakukan Eja dengan tembok tambahan yang menjaganya dari sakit hati. Ia mempersiapkan diri untuk tidak menangis kalau-kalau bocah itu meninggalkannya. Kata Emak, perempuan yang menangisi laki-laki hanya perempuan tolol. Rani benci jadi perempuan tolol. Ia lebih memilih dibenci Eja daripada membenci dirinya sendiri. Maka, Rani selalu taksa bila menyangkut dengan interaksinya dan Eja: Memberinya perhatian dari jauh dan tidak pernah berterima kasih atas kebaikannya di saat yang bersamaan. Kabur ketika mulai mendengar gebukan sapu lidi, tetapi menyelundupkan jatah makanannya ke piring Eja untuk makan malam. Menyindir Eja dengan kata-kata menyakitkan, dan menjadi orang pertama yang menghapus rumor tidak mengenakan tentangnya.

Dunia Ini Tidak Pernah Baik-baik SajaWhere stories live. Discover now