14. Trauma

134 16 5
                                    

Kini Aidan tengah terduduk disebuah cafe dekat sekolahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kini Aidan tengah terduduk disebuah cafe dekat sekolahnya. Menunggu seseorang yang telah membuat janji untuk bertemu dengannya hari ini. Suasana cafe tidak begitu ramai, hanya ada sedikit orang yang datang. Tentu karena ini masih jam kerja. Jam sudah menunjukkan pukul 11.20 waktu Indonesia barat, lebih 20 menit dari jam janji antara dia dan orang yang tengah ia tunggu.

Aidan masih mengenakan seragam sekolahnya. Alasannya? Karena memang masih jam sekolah, tapi Aidan bolos seperti biasanya dan nekat keluar sekolah hari ini. Aidan yakin, jika pun ia ketahuan dan tertangkap basah tengah membolos pada jam pelajaran tidak akan mempengaruhi apapun kehidupan sekolahnya. Karena apa? Karena Aidan adalah murid berprestasi meskipun dia tidak begitu pandai dalam urusan akademik.

Aidan mengaduk minumannya, tangannya berhenti ketika melihat seorang gadis membuka pintu cafe dan berjalan agak tergesah ke arahnya. Mata Aidan mengikuti pergerakan gadis itu hingga sang gadis terduduk pada kursi dihadapannya.

"Sorry banget ya, udah nungguin lama?" Ujar gadis itu dengan suaranya yang lembut. Aidan tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Enggak, santai aja. Mau pesen dulu?"

Aidan berbohong tentu saja, gelas yang sudah hilang setengah dan es batunya sudah mencair itu menjadi saksinya. 20 menit memang bukan waktu yang lama, tapi juga tidak bisa dibilang sebentar kan? Aidan mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dengan menyodorkan menu yang kemudian diangguki oleh sang gadis. Aidan pun memanggil pelayan ke meja mereka mempersilahkan gadis dihadapannya itu untuk memesan. Setelahnya Aidan menegakkan punggungnya lalu menatap gadis dihadapannya.

"Jadi gimana?" Tanya Aidan to the point tanpa bertele-tele, ia harus tau seluruh ceritanya. Sudah satu minggu lamanya, dan ia masih belum tau apa-apa. Ia menahan diri untuk tidak mencari informasi atau bahkan bertanya pada orang lain. Aidan ingin ceritanya langsung dari gadis dihadapannya kini. Gadis itu mengulum bibirnya, terlihat raut wajahnya yang meragu.

"Mmm... Sebelumnya aku mau tanya, kamu sama Selyn serius? Kalo cuma main-main ujungnya, percuma aja Aidan. Kalau kamu cuma main-main sama Selyn, mending kamu berhenti sekarang sebelum makin jauh." Ujar gadis itu dengan serius membuat Aidan kesal tanpa alasan.

"Kalo gue main-main ngapain gue repot-repot nemuin lo cuma buat tau tentang Exlyn? Kalo gue cuma main-main gue gak ada peduli semua tentang dia Cil." Aidan benar-benar tak habis pikir, tapi ini memang bukan sepenuhnya salah Cecil. Ia dan Exlyn memang cuma main-main pada awalnya, tapi siapa sangka akan berakhir begini?

"Tapi gue pengen tau, gue pengen tau masa lalu dia, gue pengen tau kesukaan dia, gue pengen tau segalanya tentang dia. Karna nyatanya gue udah kalah Cil, udah sejak awal kayaknya. Gue baru sadar, sesusah itu buat gak jatuh dan menang sama Exlyn. Tapi gue harus apa? Gak mungkin gue beneran mundur jadi kapten, tim gue masih butuh gue Cil." Ujar Aidan, sebenarnya ia tidak mau terlihat putus asa. Tapi nyatanya gagal. Ia akui Exlyn sehebat itu hingga mampu membuat seorang Jonathan Aidan menjadi seperti ini.

Kapten BasketWhere stories live. Discover now