MIRIP AYAH

77 9 0
                                    

Aku berjalan masuk perlahan. "A-anak terlarang?"- aku menatap seorang Pria yang kini dihadapanku. Aku beralih duduk dihadapan Mama. "Ma, maksudnya apa?"-tanyaku. Mama menarikku dalam pelukannya. "Maafkan Mama. Maafkan Mama sayang. Mama selalu berbohong menutupi segalanya. Mama selalu menutupinya darimu. Mama takut kamu meninggalkan Mama."-kata Mama. "Apakah Papa menunggu kita, itu berbohong?"- Mama mengangguk mengiyakan perkataanku. Ini seperti bom besar yang meledakkanku.

Aku beralih menatap Pria tadi. Wajah yang selalu kudambakan setiap ingin tidur, kini berada dihadapanku. "Pa-Papa?"- Iya mengangguk memelukku. "Maafkan saya, saya tidak mengetahui kamu ada. Maafkan saya karna menelantarkan kamu. Maafkan saya..."-katanya. Dia melepaskan pelukannya, lalu menatapku lekat-lekat. "Maafkan saya Sasti, saya pergi setelah itu, tanpa saya tau apa akibat yang saya lakukan terhadapmu."- Sasti, Sasti Ayusari adalah nama Mama.

"Mba, saya mohon rawatlah Bryan. Gantikanlah saya Mba sebagai ibu Bryan, saya sudah tidak kuat Mba. Saya...saya tidak tahan lagi. Auu...."- ia berteriak memegang kepalanya. "Mama... Mama kenapa?"-tanyaku khawatir. Mama memegang tangan wanita itu. "Mba saya mohon...saya tau Mba orang baik."- wanita itu mengangguk menggenggam tangan Mama. "Mba...Mas...saya titip Bryan ya. Jaga dia baik-baik."-kata Mama kepada mereka. "Sayang...Maafin Mama. Mama gak bisa ada disisi kamu lagi sekarang. Nurutlah kepada Papa dan Ibu kedua kamu. Dia akan menjaga kamu dengan sangat baik. Jangan buat Mama kecewa ya sayang. Aauuuu..."-katanya terus teriak memegang kepalanya. "Maksud Mama? Mama akan selalu sama Bryan."- sangkalku. "Ma-mama sayang Bryan. Auuuu..."-teriak Mama tak sadarkan diri. "MAMA......"-teriakku memanggil namanya.

Sejak saat itu aku tak pernah melihatnya. Dia akan selalu menetap dihatiku.
Flashback off

Aku berjalan lunglai. Tak terasa kini aku sudah berada di tempat peristirahatan Papa. Aku terduduk disana. "Assalamualaikum Papa."-salamku. "Pa, apa yang harus kulakukan? Bryan harus apa Pa?"-tanyaku. "Salah Bryan apa sih Pa? Bryan gak pernah ngerasain kasih sayang Papa. Bryan gak pernah main sama Papa. Papa gak pernah genggam tangan Bryan, saat Bryan mulai berjalan. Hiksss....Papa gak pernah bilang bangga memiliki putra kayak Bryan. Sekarang Papa pergi tinggalin Bryan tanpa nepuk pundak Bryan agar lebih kuat. Disaat Bryan baru bersama Papa setelah sekian malam yang selalu Bryan lalui untuk tunggu Papa. Papa pergi meninggalkan Bryan dengan tanggung jawab, tanpa sadar Papa gak pernah bertanggung jawab sebagai Papa untuk Bryan. Kenapa Papa tega sama Bryan Pa, Kenapa...."-keluhku.

*FARA POV*
Aku sudah sampai dirumah. Rumah dalam keadaan sepi. Ya tentu, Bunda pasti sedang sibuk kerja, tapi...dimana anak itu? Apakah dia travelling dulu?

Aku berbaring dikasurku. Wah...tubuhku sangat sakit. Mungkin ini efek kecelakaan tadi. Keadaan diluar sedang hujan, bagaimana dengan dia? Sudahlah bukan urusanku, lagian dia bukan kekanakan lagi. Aku bergegas untuk mandi dengan air hangat. Selesai mandi aku ganti perbanku sambil melihat rintikan hujan di teras.

Tak sengaja aku melihat anak itu di perkarangan rumah. Tanpa payung atau jas hujan dia berjalan begitu saja. Apakah dia sedang cosplay jadi Sharukhan dibawah hujan itu? Aku segera turun ke bawah. Kubukakan pintu, dan dia sudaj berdiri disana. Aku pun segera memperingatinya. "Kenapa hujan-hujanan? Mau cari perhatian Bunda? Mau Bunda marah sama gue? Cih...kekanakan."- kataku sinis. Namun ia malah tumbang, aku pun segera menangkapnya. Aku pun tak percaya dengan aksinya kini. "Udh deh bangun, Bunda gak ad dirumah kali. Aksi lo gak guna."- tapi tak ada reaksi darinya. "Gue jatuhin ya."- "Oke. Gue jatuhin."- aku pun melepasnya. Namun ia juga tak bereaksi. "Woy..."- "Lo beneran? Beneran pingsan ni orang."- Aku pun segera membopongnya ke kamarnya dengan sekuat tenagaku. Orang ini sangat berat 2 kali lipat saat pingsan. Sangat merepotkan.

Aku membopongnya hingga ke sofa, tak kuat jika harus mengangkatnya ke kamarnya dilantai 2. Aku periksa suhu badannya kini, sangat tinggi. Terlihat dia menggigil. Aku langsung menarik tangannya dan menggosokannya lalu kutempelkan pada wajahnya agar terasa hangat. Lalu aku berlari mengambil selimut untuknya. Tak lupa kuambil kompresan untuk mengurangi suhu badannya. Aku menempelkan kain dingin itu pada dahinya. Sesekali ku ganti sambil terus memandanginya. Rasa panik...khawatir...apa ini? Apakah aku merasa bersalah? Apakah ini semua karena diriku?

Aku terus memandanginya, sesekali ku helus kepalanya itu. Dari dekat ia sangat mirip dengan Ayah. Semakin aku memandanginya, semakin terulang kejadian itu di kepalaku. "Kak..."-lirihnya. Aku pun langsung berhenti memandanginya dan menjauh. Lalu aku bergegas untuk menghubungi dokter kenalan keluargaku. Namun nihil, ia malah tidak ada dikota ini. Tiba-tiba telepon ku berdering, nomor yg tidak dikenal. Aku pun mengangkatnya. "Waalaikumsalam, siapa ya?"- Iya dok, saya udh baikan kok. Dokter gak perlu merasa bersalah."- lalu aku memandang wajah adik tiriku kini. "Tapi dokter kok bisa tau nomor saya?"-Hm...dokter, saya bisa minta tolong? Saudara saya...m-maksud saya ada orang yang lagi sakit dirumah saya, karna dokter keluarga saya sedang di luar kota, saya bisa minta tolong buat periksa orang ini dok? Itu pun jika dokter berkenan."- "Oke oke dok, saya segera kirim alamatnya."-

CINTA SEPIHAKWo Geschichten leben. Entdecke jetzt