ARENA TINJU? BOXING?

114 12 1
                                    

*FARA POV*
Aku sudah tiba dimana tempatku menenangkan diri. Ya...Arena tinju. Aku sering meluapkan amarahku disini. Ya...setidaknya ini lebih bermanfaat. "Hai Far."-sapa salah satu petarung. Ntah siapa dia, aku pun tidak tau. Banyak orang yang mengenalku tapi satupun aku tak mengenal mereka. "Lo bertarung juga musim ini?"-tanyanya. "Ya, menurut lo? Gue disini buat apa kalok gak menjadi salah satu lawan lo."-kataku. Ya, emang terdengar sedikit kasar. Tapi itulah aku, tak suka dengan orang yang sok akrab, mungkin ini caraku menjaga diri. "Wihhh... galak juga lo. Oke, good luck for your competition."-katanya sambil menepuk pundakku. "Thank you. Tapi kata itu lebih pantas buat lo."-kataku sedikit sinis.

Skip
Pertandingan telah usai. Wajahku sudah dipenuhi oleh memar-memar. "Fara...Fara..."-para penonton meneriakiku. Ya, it's me. Tanpa hari tanpa juara. "Far...Congratulation ya. Pukulan lo ganas juga."-kata seorang wanita yang berbicara kepadaku sebelumnya. Ya, kami bertemu di final. "Thank you. Pukulan lo juga bagus. Next kita bisa duel lagi."-kataku. "Dengan senang hati. Suatu kehormatan buat gue."-katanya sambil menundukkan kepalanya. "Bisa aja lo. Gue diluan ya."-pamitku padanya.

Aku pun bergegas untuk pergi. Namun sepertinya ada yang sedang mengawasiku. Aku pun memiliki rencana untuk menangkapnya. Dari belakangnya, aku memelintir tanganya. "Ngapain lo ngawasin gue?"-tanyaku marah. "Ampun...ampun...ampun"-katanya berbalik menghadapku. "Lo?"-kagetku. "Ngapain sih disini? Gue kan dh bilang sama lo Mi, jangan ikutin gue."-kesalku melepaskan tangannya. Ya dia Mia, sahabatku. "Ya sorry Far, gue gak bisa tenang mikirin lo, jadi gue kesini."-jawabnya. "Yaudah deh. Lo laper gak? Biar gue traktir."-tawarku. "Boleh banget. Tapi lo beneran gpp? Itu muka loh gak di obatin dulu."-tawarnya. "Dah biasa nih. Udah yuk, cacing diperut gue udh meronta-ronta nih."- ajakku sambil merangkulnya.

Kami pun bergegas menuju parkiran. Namun aku mendengar seseorang meneriaki namaku. Aku pun menghentikan langkahku, melihat kesekeliling. Tapi semua orang pada sibuk dengan kegiatan mereka. "Mi, lo denger gak sih ada orang yang manggilin nama gue?"-tanyaku. "Siapa? Gue gak denger tuh."-jawabnya. "Masa sih. Orang jelas bgt juga."-heranku. "Halu lo kali. Atau kuping lo kali bermasalah. Kenak tonjok y tadi?"-cemasnya. "Enggak. Tapi masih sih gak denger?"-aku masih terheran. "Ooo... gue tau Far. Jangan-jangan itu hantu lagi yang manggilin lo. Ihhh... takut." Dengan reflek aku langsung memukul kepalanya."Ngacok. Udh yuk. Nanti lo lagi jadi hantunya."-kataku meninggalkannya.

Skip
Setelah makan aku mengantar Mia pulang, lalu aku kembali ke rumahku. Kuketuk pintu tanda hormatku kepada penghuni rumah. "Assalamualaikum...Bun, Fara pulang."-salamku. "Waalaikumsalam."-terdengar suara orang menyaut dari arah dapur. "Kamu udah pulang sayang, kok malam banget."-kata Bunda menghampiriku. "Iya Bun, tadi ngerjain tugas sama Mia. Baru kita main deh."-bohongku. Bunda memicingkan matanya menatapku. "Ini wajah kamu kenapa, sayang?"-khawatir Bunda memegang wajahku. "Oh...Mm.. ini Bun tadi jatuh dari sepeda. Iya... tadi kan aku main sepeda-sepedaan sama Mia di...taman. Gak liat ada batu jadi jatuh."-elakku. "Kamu ini kayak anak kecil aja. Ngapain coba naik sepeda?"-tanya Bunda. "Namanya jugaa Healing Bun... kan beda-beda."-jawabku. "Yaudah bersiin tuh lukanya. Lain kali hati-hati."-kata Bunda menasihatiku. "Siap bunda."-berdiri dengan sikap hormat. "Yaudah aku ke kamar dulu ya Bun."-pamitku. "Iya. Jangan lupa nanti turun buat makan."-kata Bunda. "Siap Boss."-kataku lalu menaiki tangga menuju kamarku.

Kamar Fara
Aku meletakkan tasku disamping ranjang dan kubaringkan tubuhku diatas ranjang itu. Hari yang sangat melelahkan, menguras tenaga dan amarah. Aku hembuskan nafas beratku. Lagi-lagi kejadian tadi mengganggu. "Lupakan dan lakukan." Lalu aku bangkit dan pergi membersihkan tubuhku.

Skip Ruang Makan
Semenjak Ayah pergi. Aku dan Bunda hanya tinggal berdua. Ini momen langkah, karna biasanya Bunda akan sibuk melanjutkan perusahaan Ayah. Ya, kini Bunda harus banting tulang demi aku.

"Kuliah kamu lancar Far?"-sebuah kalimat pertanyaan dilontarkan Bunda. "Alhamdulillah Bun...lancar-lancar aja."-jawabnya. "Bagus kalok gtu, jangan buat Bunda kecewa y sayang." Seperti sindiran yang mengenai jantungku. Jika Bunda tau selama ini aku bohong dan aku boxing lagi, ntah apa yang harus kujelaskan padanya. "Bunda tenang aja... semuanya aman, kuliah, beasiswa, semuanya terkendali."-ucapku meyakinkan bunda. "Bunda percaya sama kamu."-kata Bunda. "Oh ya Far, belakangan ini Bunda gak liat pacar kamu main kesini, siapa namanya...ah..Andre. Kenapa? Kalian ada masalah?"-tanya Bunda. Wajahku menjadi lesuh mendengar namanya. "Kita baru putus Bunda."-kataku menunduk. "Selingkuh lagi?"-tanya Bunda. Ya Bunda tau kisah cintaku. Dari dulu hingga kini. "Ya gitu deh Bun. Takdir Fara kali."-jawabku. "Husss... jangan ngomong gtu sayang. Belum jodohnya kali."-kata bunda. "Mungkin bund. Lagian Aku juga gak mau mikirin pacaran dulu, aku mau fokus kuliah aja. Biar bisa banggain Bunda."-jelasku. "Mm... bayi kecil bunda udah dewasa. Apapun yang kamu pilih, Bunda akan selalu dukung."- kata bunda sambil mengelus tanganku. Aku hanya tersenyum memandangnya.

CINTA SEPIHAKWhere stories live. Discover now