“Kakak?”

Axel menghentikan kegiatan yang sedang memotong buah apel. “Iya, Mami butuh sesuatu?”

“Mami tidak melihat uncle Klarvis sejak bangun tadi, kemana dia?” Tanya Fanya penasaran.

Pria itu pergi tanpa berpamitan, menurutnya itu sedikit kurang sopan apa lagi Fanya sudah membantu menyelamatkan nyawanya.

“Axel usir” Balas nya santai.

Fanya terkejut. “Kakak usir? Kenapa, mengusir tamu itu tindakan yang tidak sopan. Dan Mami tidak pernah mengajarkan hal seperti itu pada kakak” Tegas Fanya.

Axel menghela napas. Andai Fanya tau bahwa pria yang putranya usir adalah pria yang membuat dirinya hancur, mungkin bukan pengusiran lagi melainkan tendangan pada pantat pria itu.

“Sebenarnya bukan Ax usir, dia pergi karena ada keperluan. Kenapa Mami menanyakan pria itu? Mami seharusnya senang pria itu jauh dari kita dengan begitu hidup kita akan damai” Jelas Axel setelahnya kembali memotong buah.

Fanya mengangguk acuh.

“Mm Mami”

“Ya?”

“Musim semi sudah tiba, orang-orang terus membicarakan soal liburan. Ada yang ingin ke Korea, Jepang, Prancis, Swiss dan Jerman. Mm apa kita juga bisa berlibur bersama, Mami?” Jelas Axel ragu.

Fanya berpikir sejenak dia juga berniat membawa anaknya pergi untuk pengobatan di luar negeri, bukankah berlibur bisa di jadikan alasan untuk pengobatan.

“Tentu saja bisa, negara mana yang ingin kakak kunjungi?” Raut Axel berseri.

“Negara kincir angin” Balasnya riang.

Membayangkan betapa indahnya bunga tulip bermekaran dan menjanjikan keindahan untuk di abadikan, dan berkunjung ke tempat Keukenhof. Di sana bisa dengan puas menikmati ladang yang dipenuhi 7 juta umbi bunga tulip.

Selain menikmati indahnya bunga tulip, mengelilingi kota Amsterdam melalui kanal dengan perahu adalah hal yang Axel tunggu-tunggu. Tak boleh terlewat mereka harus bersepeda melihat kincir angin di Kinderdijk, Axel akan mengatur semuanya kali ini harus menjadi liburan terbaik sepanjang hidupnya bersama Mami dan Exel.

Fanya tersenyum melihat tingkah putranya. “Besok kita pergi” Putus Fanya tanpa berpikir panjang.

Dia bisa mencari orang yang dapat di percaya untuk membantu menyelesaikan masalah Fanya asli, selama dia berlibur dan mengobati putranya.

Axel mendengus, tidak setuju dengan keputusan ibunya. “Tidak, Mami masih sakit dan membutuhkan banyak istirahat” Tolak Axel tegas.

“Tapi kita akan tertinggal melihat bunga tulip bermekaran” Goda Fanya.

“Tidak masalah, kita masih bisa bersepeda melihat kincir angin di Kinderdijk. Adik Ex duduk di keranjang sepeda, Mami menggoes dan Ax di belakang memeluk Mami. Pasti menyenangkan” Dengan antusias Axel menjelaskan keinginannya.

Fanya terkekeh, mengusap lembut kepala anaknya. “Baiklah-baiklah kita pergi minggu depan” Putus Fanya di respon pelukan hangat Axel.

“Terima kasih Mam, Ax menyayangi Mami” Lirih Axel.

Fanya membalas pelukan Axel. “Jika Ax bahagia Mami senang, tapi boleh Mami minta satu hal pada saat kita tiba di Belanda” Ujar Fanya melepas pelukan mereka.

Axel mengangguk. “Saat tiba di sana, bolehkah kita selingi kegiatan berlibur kita dengan pengobatan kakak? Mami sedih saat Ax marah melampiaskan nya pada darah, Mami ingin saat Ax marah melakukan hal yang lebih positif” Sebisa mungkin Fanya merangkai kalimat nya halus agar tidak menyingung hati putranya.

Axel terdiam menatap mata teduh ibunya. “Tapi Ax tidak gila” Lirih Axel menunduk.

Fanya menggeleng ribut, memegang bahu putranya lembut menyuruh Axel menatap matanya.

“Lihat Mami. Benar, Ax tidak gila. Itu hal terpenting yang harus Ax ingat, Ax melakukan pengobatan agar bisa hidup damai dan tenang tanpa adanya gelisah. Mami merasa gagal melihat Ax seperti kemarin, Mami ingin Ax tubuh menjadi pria berhati lembut” Jelas Fanya berharap putranya mengerti.

Axel melepas tangan Fanya dari bahunya dan beranjak berdiri. “Akan Ax pikirkan, hari sudah malam Ax harus tidur. Mami juga jangan tidur terlalu larut, selamat malam” Setelahnya Ax berlari keluar.

Fanya menatap punggung Axel sendu, biarkan malam ini Axel tidur di kamarnya anak itu butuh waktu untuk mengambil keputusan yang tepat.

Fanya mengambil ponsel miliknya, menghubungi seseorang untuk mengajaknya bertemu malam ini di salah satu restoran.

“Bisa kita bertemu, ada yang ingin aku tanyakan pada mu”

‘Selarut ini?’

“Hm, ini penting” Balas Fanya cepat.

‘Baiklah, kirim saja lokasinya aku akan datang’

“Terima kasih, dan maaf merepotkan”

Terkekeh. ‘Tidak ada hal merepotkan untuk kakak ipar’

Fanya mematikan sambungnya. “Semoga semua berjalan lancar” Gumam Fanya beranjak, bersiap-siap.

Fanya mengeratkan mantel yang di kenakan, udara malam ini begitu dingin. Melangkah cepat kedalam restoran setidaknya disana tidak sedingin di luar, mengingat tubuhnya masih sedikit lemas.

Restoran masih sedikit ramai, dia langsung duduk di kursi yang memang sudah dia pesan beberapa menit lalu. Manik nya menatap jendela yang berhadapan langsung dengan tol lalu lintas.

“Maaf terlambat, ban mobil ku bocor. Kakak ipar sudah menunggu lama?” Ujar seorang pria berjas abu duduk di depan Fanya.

Fanya menoleh, menggeleng pelan. “Aku juga baru sampai, duduklah” Suruh Fanya.

Seorang waiters datang, menanyakan pesanan.

“Coklat panas 2”

“Hal penting apa yang ingin kakak ipar tanya kan pada ku” Ujar Bondan membuat Fanya menghela napas.

“Aku tak tau, kepada siapa harus meminta bantuan. Dan ku pikir kamu orang yang tepat” Balas Fanya menyodorkan dua buah foto yang sempat dia ambil dari ruang bawah tanah milik Fanya asli.

“Siapa Anta? Dia selalu datang di mimpiku”

Sepotong lukaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin