chapter 40: ecstasy

4K 374 92
                                    

"Giselle? where are you?" netra tajam bak milik anak kucing itu kian melirik ke sana ke mari, hendak temukan sang tambatan hati. Jungwon tengah temukan dirinya di taman tempat mereka biasa adakan afternoon tea — yang sudah lama tak terjadi sebab insiden Jay merombak segala hal walau nyatanya semua terjebak.

"Gi..," lirih Jungwon saat temukan Giselle terduduk di depan meja bundar. beta berdarah Jepang itu termenung, namun segera kembangkan sebuah senyuman saat dapati kehadiran Jungwon.

Jungwon menarik sebuah kursi di seberang Giselle lalu duduk di sana. jari-jari jenjangnya ia sampirkan di atas lipatan kaki. Jungwon dapat melihat cahaya keraguan dalam kedua bola mata beta female di hadapannya itu. "kamu mau apa? mau ngapain?"

pertanyaan Jungwon cukup ambigu bagi Giselle, kendati mengenai apa yang seharusnya dikenai, alias Jungwon hits the jackpot. adalah bohong bila Giselle katakan ia tidak tahu apa yang ia mau. sebab ia jelas tahu apa yang hati inginkan. Giselle kulum bibirnya selama beberapa detik sebelum suara secandu madu kembali terdengar.

"aku ingin balik ke Jepang, atau Roma. both could do actually. tapi.. engga sekarang. setidaknya aku harus minta maaf dulu sama Jay, mungkin ke tuan muda Lee juga."

si gadis sakura tak merasa tanah negeri ginseng ini menyapanya. ia tak merasa disambut maupun dijamu. Giselle kerap temukan dirinya hanyut dalam ekspetasi, dengan kekecewaan sebagai akhir. ia ingin kembali ke tempat di mana sepantasnya dia berada. "I wanna go back where I belong to." final Giselle dengan penuh kepercayaan diri, tanpa bubuh keraguan sedikitpun. Giselle akui bahwa kehadiran Jungwon bawakan rasa nyaman padanya, serta ampuh dalam usir segala lara yang ia rasa. namun rasa hangat hanya mampu ditawarkan oleh tempat yang sedang ia tinggalkan.

"Jay?" bingung Jungwon saat dapati sepupunya tengah berjalan ke arah dirinya dan Giselle.

langkah tetap diambil omega recessive itu. mungkin sudah waktunya untuk berhenti lari dari masalah dan menunggu waktu pudarkan apa yang harusnya diselesaikan. Jay sudah cukup menjadi seorang pengecut. Giselle berhak dan pantas dapatkan maafnya. untuk tunjukan ketulusan hati, Jay ambil posisi berlutut. seutas benang senyuman ia rajut perlahan, agar tak ada yang kusut. hingga yang lihat akan berpikir bahwa itu benar-benar tulus, benar-benar jujur.

"aku minta maaf, El."

dan empat kata yang diucap Jay sanggup buat Giselle terisak. Giselle tidak butuh penjelasan dengan wujud karangan 1000 kata untuk mengerti apa maksud permintaan maaf Jay, karena ia tahu Jay merujuk ke mana. rasa bersalah dan rasa maaf menggedor dinding hati Giselle, bak ribuan paku kembali menembusnya. ia.. juga sepantasnya meminta maaf atas segala keributan yang ia ciptakan. andai Giselle tidak egois, ia tidak perlu sakit. yang namanya berharap memang tak salah, tapi salah bila harga diri mulai ia jadikan taruhannya. Jay adalah dalam kepemilikan Heeseung dan amnesia retrograde tak dapat hapuskan fakta itu, walau mampu pupuskan selama kurun waktu dua tahun. pada akhirnya, ikatan takdir yang akan menang. ada di mana titik mula maupun puncak itu tidaklah penting. hasil reaksi lah yang diminta, bukan apa yang paling mendebarkan.

"aku minta maaf juga, Jay. I'm so sorry for everything."

segalanya — disebutkan satu-satu terlalu memabukkan, berhasil terobos menyusahkan. Giselle tak ingin mengabsensi apa-apa, sebab segala yang dituntut nyatanya terpampang ada. si sosok beta male selalu berusaha menggali, namun hanya si pasangan reaksi yang bisa satukan tali, sebab ia tahu apa yang perlu diluruskan. Jay tahu bahwa di antara ia dan Giselle, tak seharusnya mengundang kehadiran rasa asmara. pula Jay tidak bodoh, ia tahu alam bawah sadarnya selalu berusaha ketuk kesadarannya lewat media mimpi. ternyata bukan hanya Giselle, Jay pun keras kepala. ia ingin rasakan ekstasi yang ia damba dalam kesepian serta keasingan.

encounterWhere stories live. Discover now