29. Yang Disebut Dewa (1)

454 95 0
                                    


Upacara selalu ditutup dengan Cale Henituse yang seorang diri naik ke bukit yang menjadi makam Jour Henituse. Dia mengambil bros emas sebagai tanda jika dia yang terpilih melakukan itu.

"Cale," Choi Han mencengkeram pundak Cale Henituse yang sejak tadi hanya diam, "Apa kamu baik-baik saja?"

"Aku selalu baik," dia melepaskan tangan Choi Han, lalu tersenyum saat menunjuk makanan-makanan yang tersaji. "Bersenang-senanglah selama aku pergi."

"Cale."

"Kamu 'kan jarang memakan makanan enak."

"Tidak lucu, Cale."

Cale Henituse melangkah pergi setelah mengangguk.

Choi Han memperhatikan gerakan lain yang terasa janggal, Ron Molan berjaga di sisi kanannya sementara Beacrox mengamati dia.

Dia mengambil salah satu gelas, ini bukan bagian dari upacara tapi orang-orang akan meminum bir hasil Henituse sebagai bentuk rasa syukur.

.
.

Hilsman merasa pegal, pergelangan tangannya sakit dan sendok sup mungkin akan menjadi mimpi buruknya. Edro selalu menemukan celah darinya, bahkan sekarang.

Kepalanya barusaja dipukul.

"Lemah, muridku bisa melakukan yang lebih dari ini."

"Tuan, aku berdoa semoga aku tidak mengenal muridmu," Hilsman menangis, dia tidak ingin bertemu salinan seperti Edro jika mungkin ada. "Aku menyerah."

"Ckckck."

"Hilsman, aku ingin keluar."

Itu suara Basen, Hilsman bergegas untuk berdiri dan ingin membuka pintu, tetapi pergerakannya ditahan. Edro membawanya mundur saat pintu diketuk sekali lagi.

"Siapa kamu?" tanya Edro.

"Basen Henituse."

Suaranya jelas sama, tetapi intonasinya berbeda.

Edro mengenal Basen dari kecil, karena dia memang orang yang menemani Violan bahkan sebelum memiliki anak. Basen tidak mungkin seperti itu, dia juga akan mengenali suaranya.

Pintu diketuk sekali lagi.

Hilsman menutup mulut karena aura yang intens.

Ada dobrakan dari dalam, dan pintu yang pecah berkeping-keping. Basen Henituse muncul dengan serpihan kayu yang mengotori setelan yang seharusnya rapi.

"Ck, ini mulai mengesalkan."

Aura yang menguar terasa berat.

Ada tekanan yang membuat Hilsman kesulitan untuk bergerak, dia berguling begitu ledakan kedua terjadi, tembok pecah dan tubuh Basen agak terhuyung.

"Aku tidak suka batasan tubuh manusia."

.
.
.

Violan meninggalkan tempat perayaan saat Cale pergi, dia melakukan kontak mata dengan Ron yang mengangguk.

Dia melangkah pergi, begitupula dengan Deruth yang menggenggam tangannya yang berkeringat dingin karena rasa bersalah.

Violan menarik pedang yang seharusnya milik Lily, itu pedang yang diberikan Basen untuknya karena perasaan bimbang yang teramat.

"Aku akan melindungi Lily," Deruth berbicara, dia melepas tangan Violan begitu istrinya tidak berkeringat dingin lagi.

Rasanya berbeda.

Mereka tahu jika ini salah.

Namun, semuanya sudah dipikirkan matang-matang.

Lawan mereka adalah dewa, semuanya tidak berpengaruh jika memberikan serangan kecil yang nyaris tidak berdampak. Harus ada yang dikorbankan, bahkan jika mereka menjadi diktator ataupun pemimpin yang buruk untuk penduduk wilayah mereka.

Itu semua demi tujuan mereka.

"Jangan melihat kebelakang," Deruth mendorong pundak kecil Violan.

Laki-laki itu menghentikan langkah, ini mungkin bermula dari dia yang lalai dengan semua hal yang menyangkut keluarganya.

Dan kini, dia menyaksikan bagaimana penduduk wilayahnya kesakitan, dia menarik napas dan mengepalkan tangannya. Tidak boleh, dia tidak boleh merasa bersalah sebelum semua ini selesai.

Dia sudah mengatakan jika dia akan bertanggungjawab sampai akhir.

Link- Dark Side Where stories live. Discover now