Chapter 61: Ruins Everything

1.1K 227 17
                                    

Theressa Reis POV

Sebelum kami memasuki ruangan itu, aku berdiri berdampingan dengan Profesor Creyla. Dan sesuai dengan ucapannya ...

Dia benar-benar tidak berubah.

Kami tidak sedikitpun berbicara, atau sekiranya, aku sama sekali tidak ingin membuka suaraku. Tapi disaat aku diam menatap pintu itu, disebelahku, Profesor tiba-tiba berbicara dengan kekehan geli.

"Tapi ... apa kau yakin memutuskan pertemananmu seperti itu? Bukankah kau ingin sekali memilikinya?"

"..." Aku bahkan tidak terkejut saat ia tahu hal itu. Padahal aku tidak memberitahunya apapun. Aku menghela nafas, lalu bergumam. "Kau pengintip sialan."

Profesor tertawa keras, dan mungkin saja orang-orang didalam sana akan mendengarnya. "Aku terkejut kau mengambil tindakan sejauh itu. Bukankah menyenangkan jika bertarung bersama mereka?"

Menyenangkan, ya?

Aku tertawa samar.

"Apa kau tidak akan kesepi--"

"Aku tidak peduli jika aku kesepian atau tidak ..." Aku memotong ucapannya, "Bahkan ketika aku sendirian, bukan berarti aku kesepian. Semua orang harus berhenti memberikan sugesti seperti itu, Profesor. Itu termasuk anda sendiri."

Profesor sedikit tersentak, lalu tersenyum kecil. "Apa ini ada kaitannya dengan perang di dunia Arestheia? Seperti yang terjadi pada Ibu dan Ayahmu? Bukankah kau belajar sesuatu jika bertempur tidak harus sendiria--"

"Profesor ... terkadang kekuatanmu itu sedikit menyebalkan. Membaca pikiranku seperti itu, apa kau tidak tahu apa yang namanya garis batas? Berhentilah mengintip dan jangan menyelam lebih jauh." Aku kembali memotong ucapannya, tak ingin mendengar lebih lanjut ketika ia menyebutkan orang tuaku.

"Ack!" Aku refleks menyentuh kepalaku saat Profesor tiba-tiba memukulnya keras. "Apa yang kau lakukan?!"

"Kau sudah dewasa, ya? Dasar anak nakal! Apa yang terjadi pada pelatihanmu? Kau jadi tambah muram dari sebelumnya!" Profesor merangkul bahuku dengan kuat.

Aku melepaskan diriku. "Huh, aku tidak ingin membicarakannya!"

Profesor lalu tertawa dan menepuk bahuku. Sama sekali terlihat tidak tersinggung. "Maaf, maaf. Pelatihanmu pasti buruk, ya? Aku tidak seharusnya menyinggung itu. Hanya saja kau terlihat cukup lelah, Nak. Bagaimana jika kau meluangkan waktumu untuk mengobrol dan bercerita? Itu akan sedikit meringankan bahumu, bukan?"

Aku menggeleng, lalu mengusap dahi dengan belakang ibu jariku. Kebiasaan baruku ketika mencoba berusaha tenang.

"Tidak ada waktu untuk itu." Aku menghela nafas, lalu berdiri dibelakang Profesor. "Dia memanggil, bukankah kau seharusnya masuk ke dalam?"

"Bagaimana denganmu?"

Aku menggeleng. "Kurasa tidak."

Tapi Profesor menarik tanganku paksa. "Akan lebih baik jika kau yang mengatakannya langsung pada mereka, Nak. Bagaimanapun juga ini semua berkaitan denganmu."

"Mau itu berkaitan denganku atau tidak, aku tidak terlalu peduli, Prof--!" ucapanku terputus saat pintu itu tiba-tiba terbuka.

Disana, semua orang sontak menoleh padaku dan Profesor. Dan terpaksa aku berjalan masuk bersama Profesor dengan kepala tegak, menuju ke tengah meja bundar para pemimpin, dan berdiri disana sebelum akhirnya Profesor menyapa dengan santai.

"Yo! Para pemimpin! Kalian sepertinya ingin sekali menemuiku! Haha!"

Bisikan dari beberapa orang kudengar, namun yang paling jelas adalah dari pria dengan surai kebiruan disana. Yang jika kuingat, dia adalah pria yang sering kutabrak di lorong akademi, Maiden.

The Last Eternity | Book II : EpilogueOnde histórias criam vida. Descubra agora