Chapter 60: Cold Treatment

1K 226 25
                                    

Amia Rechlouse POV

Theressa ada disana, melambaikan tangannya kearahku. Tapi ...

Kenapa aku tidak bisa menghampirinya?

Aku tetap diam ditempatku, semua raut wajah senangku sebelumnya pudar dengan perlahan.

Dia terasa berbeda.

Begitu aku menyadarinya, penampilan Theressa ternyata dipenuhi banyak bercak darah, semacam darah monster yang berwarna kehitaman. Dan disana, Theressa berdiri dengan senyuman kecil tanpa menghiraukan darah para monster itu.

Dan juga tidak menyadari akan betapa kuatnya eksistensi yang ia berikan pada sekitarnya.

"Ah ..."

Auranya sangat kuat, dan bahkan ada titik dimana aku merasa ... takut.

Theressa menurunkan lambaian tangan itu, lalu menggenggam pedang putih miliknya ketika Jenderal Rozberg berjalan kearahnya. Mereka tampak sedang membicarakan sesuatu, dan disaat itu, Trane bergumam dengan tatapan yang terus mengarah pada Theressa.

"Trane?" Aku bertanya padanya, namun Trane malah melontarkan pertanyaan lain.

"Amia, apa dia ... Theressa yang kita kenal?"

Aku bahkan tidak tahu itu. Sepertinya Trane memikirkan hal yang sama denganku.

Tuan Tarc tiba-tiba menepuk bahuku, menunjuk kearah pangeran Raphiel untuk segera menghampirinya. Ketika aku berpindah dan berada tepat dibelakang Pangeran Raphiel dan juga Pangeran Louise, aku bisa mendengar pembicaraan kedua orang itu.

"Sepertinya anda tidak perlu khawatir, tuan. Para monster itu sudah lenyap disana." Theressa mengatakan itu dengan santai, terlalu santai sampai-sampai aku mengira jika mereka memang sudah saling mengenal.

Jenderal Rozberg tampak diam disana, menatap Theressa sebelum akhirnya memalingkan wajahnya kearah dinding Dungeon yang telah Theressa hancurkan.

"Tidak ada bukti untuk ucapanmu. Kenapa kau yakin jika mereka semua telah kalah?"

Theressa disana mengedikkan bahunya, lalu berbalik seraya menatap Jenderal Rozberg. "Kalau begitu, kau ingin melihatnya? Bukti-bukti itu masih berserakan disana."

Theressa tanpa kata berjalan kembali kedalam Dungeon itu, tanpa menoleh sedikitpun pada orang-orang yang ada disekitarnya.

Jenderal Rozberg disana menoleh pada para prajurit kekaisaran, memberi isyarat untuk mengikutinya. Tanpa kata, para prajurit itu mengikuti mereka berdua, dan tanpa sadar aku mengikuti dibelakang prajurit itu. Bukan hanya aku saja, melainkan seluruh prajurit petualang yang cedera namun masih bisa berdiri ikut mengikutinya.

Aku menatap jauh kedepan sana, kearah Theressa yang memimpin kami tanpa berbalik sedikitpun, tanpa peduli pada mayat-mayat monster yang berserakan dibawah kakinya. Langkahnya terlihat tenang, percaya diri, dan juga ... misterius.

Di lantai pertama, aku bisa mendengar bisikan penuh keluh kesah akan bau menyengat dari monster-monster itu. Yang mana, mereka semua mati dengan lubang dikepalanya, menembus langsung pada inti otaknya. Lantai pertama itu bukan hanya diisi oleh darah kehitaman, tetapi uap dingin juga memancar dari seluruh penjuru Dungeon yang berbentuk seperti Gua itu. Uap-uap itu mulai terasa sangat dingin ketika kami melangkah lebih jauh, bahkan di lantai kedua, bulu tanganku meremang saat angin berhembus dari arah gerbang Dungeon lantai tiga.

Aku bahkan hampir tidak menyadari jika setiap gerbang masuk kedalam Dungeon itu telah hancur disetiap lantainya, dan juga jumlah monster yang kami lewati dari setiap lantai selalu bertambah setiap waktunya.

The Last Eternity | Book II : EpilogueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang