"It's okay, you've done well today, everything will be fine, Babe." Junna berkata lembut, meskipun kedepannya dia tidak dapat menjamin apakah Elana akan baik-baik saja jika terus seperti ini.

"I'm scared," lirih Elana. "They haunt me."

"Who are they?"

"My family. They blame me and now I can't breathe well, Junna."

Perasaan Junna pun menjadi kalut, dia tidak tahu bagaimana cara menghadapi Elana dalam posisi ini, benar-benar dia mampu merasakan setiap ketakutan yang ada dalam diri perempuan itu, seolah semua tersalur kepadanya. Junna membawa Elana untuk masuk ke dalam kemudian mendudukan perempuan itu di sofa sedangkan posisinya saat ini berlutut di hadapan perempuan itu seraya menggenggam kedua tangannya.

"Ikutin aku, tarik napas," Junna menghirup napasnya dalam-dalam, "hembuskan perlahan," sambungnya seraya menghembuskan napasnya secara perlahan dan hal itu dilakukan secara berkala.

"Gimana sekarang? Kamu merasa lebih baik?" tanya Junna.

Elana menggeleng. "I don't know."

"Wait, aku telfon Tante Inna." Junna mengambil ponselnya dari saku celana tranningnya.

"Don't call her, sekarang udah masuk tengah malam, gue nggak mau ganggu istirahatnya. gue masih bisa handle ini," cegah Elana.

"You sure?" Sebenarnya Junna tampak tidak yakin, namun selagi Elana masih dalam jangkauannya dan terhindar dari benda-benda tajam ataupun mematikan, itu akan baik-baik saja. "Sekarang coba ambil napas lagi, pelan-pelan."

Dengan telaten Junna menenangkan Elana dengan cara mengambil napas serta menggengam tangannya erat-erat, secara perlahan gemetar yang ada di tangan Elana tidak parah sebelumnya, bahkan perempuan itu tampaknya sudah merasa lebih rileks.

"Aku ambil minum dulu ya." Junna berdiri dari duduknya, dengan cepat dia mengambil segelas air dan memberikannya kepada Elana.

"Jun,"

"Iya, kamu butuh apa?"

"Gue boleh ya minum obat penenang?"

Junna menggeleng cepat, dia ingat pesan Tantenya yang tidak memperbolehkan Elana untuk minum obat penenang, karena itu akan berbahaya bagi kondisi organ tubuhnya. Elana sudah pernah overdosis karena obat-obatan oleh karena itu jika berurusan dengan obat-obatan lagi dikhawatirkan akan merusak salah satu organ yang dimiliki Elana.

"Di sini terlalu berisik, Junna."

"Di mana, Sayang? Apart ini hening, cuman ada aku sama kamu."

Elana memegang kepalanya. "Isi kepala gue berisik, banyak suara-suara penuh rintihan, gue mendengar suara tangisan Alana, Jun."

Junna mengambil Airpods yang tergeletak di meja kemudian duduk di samping Elana, memasangkan salah satu dari headset tersebut di telinga Elana kemudian menyetel lagu dari Walters yang berjudul I Love You So.

"Just listen the songs and me. Aku minta kamu abaikan suara itu, dan fokus mendengarkan aku dan lagunya, bisa kan?" tanya Junna seraya menatap manik mata Elana.

"I'll try. May I lie down on your thigh?" tanya Elana skeptis.

Junna tersenyum kemudian menaruh bantal sofa di bagian kedua pahanya, kemudian menepuk dua kali bantal tersebut sebagai tanda agar Elana dapat merebahkan tubuhnya di sofa dengan kepala di atas bantal tersebut, dan hal itu di lakukan oleh Elana. Junna mengusap puncak kepala Elana dengan lembut serya berkata, "Okay, we'll start and focus on me."

Elana hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku mau cerita tentang hari ini. Tadi pagi saat aku bangun tidur, semuanya kosong, dan aku pikir kamu pergi hanya sebentar untuk sekedar jogging atau ke minimarket, sampai akhirnya sekertaris aku telfon kalau ada meeting pagi di daerah Bandung, otomatis aku harus ke sana pagi-pagi supaya aku bisa pulang cepat akhirnya aku langsung pergi gitu aja tanpa nunggu kamu, sorry..."

"Seharian aku sibuk, El, tapi anehnya aku masih nunggu pesan atau telfon dari kamu, entah kenapa aku ingin kamu yang memulai meskipun pada akhirnya itu tidak terjadi. Ketika aku pulang, aku tanya satpam di depan lift dan satpam bilang kamu belum pulang dari pagi dan itu bikin aku kalut,"

"Lalu aku bertanya-tanya, kemana perempuan itu? Kenapa sama sekali nggak ada kabar? Apa sebenarnya perempuan itu menganggap kehadiranku atau malah mengganggap aku angin, yang dapat dirasakan kehadirannya namun tidak dibutuhkan?"

"Tapi dibandingkan rasa cemas tidak diakui, kecemasan kamu menghilang dari aku lebih besar, El. Aku takut dan aku khawatir nggak bisa lihat kamu lagi, aku takut kamu hilang, takut kamu pergi,"

"Tapi, El, setelah aku mengalami kejadian tadi, aku merasa bahwa kamu membutuhkan aku, entah sebagai apa tapi aku senang ketika menjadi orang pertama yang bisa genggam kamu, peluk kamu even in worst situations." Junna menarik napasnya dalam-dalam usai bercerita panjang lebar sedangkan Elana masih memusatkan atensinya kepada lelaki tampan itu.

"Do you really love me or feel sympathy for me?" tanya Elana.

Junna tidak menyangka bahwa dia akan mendapatkan respons seperti itu usai menceritakan kekhawatirannya kepada Elana. Perempuan itu benar-benar penuh kejutan.

Junna membuang wajahnya ke lain arah, dia tidak ingin menatap Elana, kini perasaannya mencelos begitu saja, jika perasaannya hanya sebatas rasa simpatik tidak mungkin dia bertindak sejauh ini, apakah cintanya begitu transparan sehingga tidak terlihat?

Elana mengubah posisinya menjadi duduk seraya berkata, "Jangan mencintai gue secara berlebihan, karena gue nggak bisa merasakan apapun, Junna. It will only hurt you."

Kali ini Junna kembali menatap intens manik mata hazel milik Elana, kemudian menangkup wajah tirusnya, lalu mengikis jarak di antara mereka dan diciumnya bibir ranum perempuan itu. Ciuman lembut namun memberikan kesan menuntut diiringi lagu Secret Love Song dari Little Mix—Get Weird yang bersumber dari headset yang menggantung di salah satu telinga keduanya, Junna merasa berada di atas awan saat ini lantaran ciumannya dibalas oleh Elana bahkan perempuan itu memberikan akses untuk mengeksplore lebih jauh.

Kegiatan intens mereka berlangsung selama tujuh menit, setelah itu mereka menghirup napas sebanyak mungkin lantaran pasokan udaranya hampir menipis.

Junna mengusap bibir Elana yang begitu candu untuknya. "Apakah sekarang masih nggak bisa merasakan apapun?"

Elana menundukkan kepalanya menghindari kontak mata dengan lelaki itu. "Sorry."

"It's okay, kita akan menikah dan aku yakin kamu bisa terbiasa dan mencintai aku, El."

"Lo yakin dengan pernikahan ini?"

"Apa menurut kamu semuanya terlihat seperti mainan?" Junna menghela napasnya berusaha mengatur emosi tatkala mengingat bahwa trauma perempuan itu baru saja kambuh, dia tidak ingin merusak suasana. "Sorry, nevermind. Gimana sekarang? Feel better? Suara itu masih bergema di kepala kamu?"

"No, I feel better and... safe now. Thank you."

Junna berdiri dari duduknya. "Aku mau isiin air hangat di bathup kamu, setelah itu kamu mandi, lalu istirahat."

Elana hanya mengangguk kemudian lelaki itu benar-benar melakukan apa yang dia katakan sebelumnya. Elana hanya menatap kepergian lelaki itu sendu, "I don't want to hurt you, Junna."

🌻🌻

Kalian pada netes gak sih? Kalo Flow agak berbendung aja nih sama hati rasanya gimana gitu wkwk

Semoga kalian suka yaa sama part ini!!💛

SECRETUM OF ELANA || JaehyunWhere stories live. Discover now