Bab 49 [Hadiah yang Sampai]

162 53 6
                                    

.

.

Happy Reading

~~

Fiona menguap. Rasanya ia baru tidur lima menit, tapi sudah harus bangun. Sementara Citra yang menjadi teman satu kamar dalam semalam Fiona sudah mandi dan membereskan ruang kerjanya.

Fiona turun dari ranjang puskesmas. Menguap berkali-kali sembari meregangkan otot-otot yang kaku.

Matahari sudah mulai naik ke atas permukaan dan kamar mandi pasti penuh. Tidak perlu terburu-buru, antrean itu pasti panjang. Fiona dengan santai melangkahkah kaki, melewati Citra begitu saja, "Terima kasih untuk tumpangan tidurnya. Aku tidur sangat nyenyak," sembari melambai asal.

"Ya. Sama-sama."

Fiona masih mengantuk dalam perjalanannya kembali ke asrama, memang tabiat Fiona sejak dulu adalah ia suka bangun siang, kalaupun pagi harus dibangunkan berulang kali oleh orang rumah.

Beberapa orang menyapa dengan ramah si tuan puteri, beberapa lain abai karena tidak terlalu mengenal Fiona. Perempuan itu hendak kembali ke kamar untuk meraih handuk dan alat mandinya, juga memilah baju yang harus ia pakai di hari pertama mengajar.

Fiona sekali lagi menguap lebar, tapi mulutnya yang menganga tidak lantas kembali ke semula ketika melihat Amanda mengetuk-ngetuk kamar tidur Fiona di kejauhan. Perempuan itu melotot dan langsung berlari ke arah kamarnya sendiri. Masih tajam di ingatan kalau Fian menginap di kamar tidur itu. Dan, melihat pintunya yang tertutup rapat, Fiona yakin kalau Fian belum bangun. Rifan juga tidak terlihat, mungkin masih terlelap. Dua pria itu kelelahan sampai ikut bangun siang.

Tok tok ...

"Fiona, bangun!"

Langkah Fiona semakin cepat. Ia hendak menggapai tubuh Amanda dan menyeretnya menjauh, tapi pintu kamar yang semula tertutup rapat itu sudah terlanjur terbuka lebar. Sosok Fian keluar dari kamar dengan wajah mengantuk, mengucek-ngucek matanya.

"Hallo, selamat pagi," sapanya dengan wajah tanpa dosa.

Fiona menelan ludah berat, sementara Amanda menganga lebar, terkejut melihat pria asing nan tampan keluar dari kamar Fiona. Semua orang kebetulan melintas juga telihat kaget.

"Kamu itu bukannya ...."Amanda terperangah, tak bisa berkata-kata.

"Aku bisa menjelaskan semuanya!" pekik Fiona, menjejalkan kembali Fian ke dalam kamar dan menutup rapat pintunya. Fiona menghalangi pintu sambil meringis, "Aku bisa menjelaskan semuanya."

Amanda menyipitkan mata, "Jadi gosip itu benar, ya? Kamu ada hubungan dengan ketua konstruksi itu?!"

"Bukan begitu. Itu, anu, aku ...."

"Apa benar dia mendekati kamu? Kalau memang iya, yang benar saja? Kamu luluh dalam waktu satu hari?! Bagaimana dengan tunanganmu itu?! Oh Zindra yang malang..."

"Bukan seperti itu!" tegas Fiona. Semua orang menyaksikan.

"Lalu bagaimana?" Amanda melipat tangan di dada.

Fian menyembulkan kepalanya keluar pintu, diam di balik tubuh pendek Fiona. Ia nyengir lebar, "Hallo, aku hanya menumpang tidur. Kamu tidak melakukan apapun, kok. Fiona semalam tidur di puskesmas bersama Citra, tapi kalau kalian mau mengawinkan kami juga tidak apa-apa."

"FIAN!" Fiona melotot sementara pria di belakangnya nyengir makin lebar. Meski wajah bonyok itu akhirnya berhasil membuat Fiona tidak terlalu tega memukulnya.

"Jadi kamu siapa?!" sentak Amanda pada Fian.

Fiona menyerah. Ia tidak tahu harus memberi penjelasan apa. Ia kini hanya bisa mengaku, "Dia sebenarnya pacarku. Um, pokoknya aku dan dia sudah pacaran sejak SMA. Soal tunanganku itu, itu cuma salah paham."

HIPOTESA RASA [SELESAI]Onde histórias criam vida. Descubra agora