02. Gara-Gara Tidak Enak Hati

40 8 2
                                    

"Jadi, mulai sekarang Samuel ini akan menjadi teman kelas kalian. Saya berharap dengan sangat agar kedepannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengerti?" Guru BK memberi penekanan pada kata 'tidak diinginkan'.

"Mengerti, Bu.." kompak murid-murid. Sangat mudah ditebak, mereka menjawab dengan ogah-oahan.

Guru BK mengedarkan pandangannya. "Oh, di belakang sana masih ada satu bangku yang kosong. Kamu bisa duduk di situ," ujarnya pada Samuel, sambil menunjuk sebuah bangku yang hanya 'berdiri' sendiri di paling pojok kanan ruangan kelas. Jaraknya lumayan jauh dari meja milik yang lainnya, sehingga membuatnya terlihat sangat terpencil.

Sekedar info, bangku dan meja di ruangan kelas SMA Wismaraja diatur satu-satu, sehingga tidak ada yang namanya teman duduk. Tidak ada alasan yang pasti di baliknya. Namun yang pasti, hal itu bukan lagi sebuah hal yang baru.

Samuel membuka sedikit mulutnya, lalu menutupnya lagi. Ada yang ingin ia katakan, namun ragu dan tidak enak.

Untungnya, guru BK adalah guru yang peka. "Oh, atau mata kamu kurang jelas ngelihat kalau sejauh itu ya?"

Samuel hanya bisa tersenyum canggung.

"Apa ada dari kalian yang mau tukar tempat duduk ke belakang sana? Kasihan dia, matanya minus," ujar guru BK pada murid-murid.

Hening. Sudah Samuel duga itu. Pasti tidak ada yang mau--

Ckitt..

Bunyi bangku yang digeser itu membuat seluruh perhatian beralih.

Tanpa ekspresi, sang pelaku mengangkat tasnya, berjalan ke sudut ruangan, lalu duduk bangku yang tak pernah ditempati oleh siapapun.

Mata Samuel sempat mengerjap beberapa kali, ketika gadis itu tengah menatapnya juga. Gadis itu ....

"Silakan kamu duduk di situ, Samuel," ujar guru BK, yang menyadarkan Samuel.

"B–Baik, Bu." Samuel sedikit membungkuk sopan pada guru BK sebelum akhirnya berjalan menuju tempat duduk gadis cantik tadi.

Sebelum benar-benar duduk di situ, Samuel menyempatkan diri melihat ke sudut ruangan. Gadis itu ternyata masih menatapnya. Samuel tidak tahu ekspresi apa yang gadis itu tampilkan. Marahkah, bencikah, jijikkah?

Sayangnya, yang terlihat hanyalah 'papan tripleks'. Jadi sebenarnya itu ekspresi apa? Menahan boker?

Ngawur kamu Sam!

***

"Terima kasih, Pak.."

Setelah guru dengan kepala plontos itu tersenyum dan mengangguk singkat, beliau pun melangkah keluar. Hembusan napas lega langsung keluar dari mulut tiap murid yang ada di XI IPA 4 itu. Pelajaran kedua telah berakhir.

Satu persatu dari mereka segera mengacir ke luar kelas. Ke kantin mungkin.

Ara memasukkan kembali buku paket, buku tulis, dan tempat pensil berwarna pink dengan motif kotak-kotak hitamnya ke dalam tas.

Ara suka duduk di sini. Selain karena suka menyendiri, Ara juga suka menorehkan pulpennya membentuk gambar-gambar yang kadang tiba-tiba muncul di kepalanya. Duduk di pojok akan membuatnya aman dari jangkauan guru.

Sebenarnya, sudah sejak lama Ara mengincar tempat duduk ini. Dulu, ia memang pernah duduk di situ. Namun karena masih ada bangku yang kosong di depan, ia disuruh maju. Itulah mengapa tadi ia langsung dengan senang hati pindah tempat duduk.

"Duh, gila. Leher gue rasanya kayak mau patah!" seru seseorang tiba-tiba.

Tanpa menoleh pun, Ara sudah tahu itu suaranya siapa.

True HappinessWhere stories live. Discover now