CHAPTER 12

23.7K 3.1K 211
                                    

Suara terompet menggaung, menandakan pasukan penumpasan akan segera berangkat. Fredella yang tengah melamun segera tersadar dan berjalan cepat menuju halaman istana, di sana kakaknya sudah berdiri menggunakan baju zirah. Tampan? Sudah pasti.

"Kakak sudah mau berangkat?"

Rainer menatap adiknya hangat.

"Iya, ahhhh kakak pasti akan merindukan mu."

Fredella memeluk kakaknya erat. Tidak ada yang bisa mencegah Rainer untuk pergi karena ini memang tugasnya. Satu hal yang bisa Fredella lakukan adalah berdoa agar kakaknya bisa kembali dengan selamat.

"Semoga lancar ya biar cepat pulang, jangan terluka kak."

Rainer mengangguk. Kemudian ia memeluk Clovis, meski ayah dan anak itu terlihat sama-sama dingin tapi mereka tetap ayah dan anak.

"Hati-hati."

Rainer mengangguk mendengar perkataan Clover. Setelah itu ia segera berjalan menuju kudanya dan menaikinya. Saat ini semua prajurit sudah siap di atas kuda mereka masing-masing menunggu pemimpin mereka yang masih berpamitan dengan raja dan permaisuri.

Fredella menatap permaisuri yang memeluk Xaquille erat. Ia bisa memahami perasaan seorang ibu yang akan melepas anaknya untuk berperang melawan monster. Meski anaknya kuat, tapi seorang ibu akan selalu khawatir akan keselamatan anaknya.

Fredella POV

Aku menundukkan kepala, menatap perutku yang tidak terlihat dibalik baju yang ku kenakan. Kondisi ku di dunia ini benar-benar sangat sulit. Berbadan dua mengharuskan ku lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.

Sejujurnya ada rasa ketakutan besar mengenai persalinan karena memang usia tubuh ini masih sangat muda. Dulu, sebelum mengalami transmigrasi aku sering membaca artikel di internet mengenai resiko hamil di usia muda. Ditambah lagi aku harus menghadapi persalinan itu seorang diri. Xaquille? Pria itu akan menjadi raja sebentar lagi ditambah pembasmian monster tahun ini berlangsung selama enam bulan otomatis saat pembasmian selesai usia kehamilanku sudah menginjak 8 bulan.

Jika dihitung dengan semua urusan pergantian tahta yang pastinya menyita banyak waktu pasti pria itu tidak akan bisa menemani. Lagi pula apa yang aku harapkan, hamil tanpa ikatan pernikahan memang akan seperti ini. Ia harus kuat menjadi single parent.

Sebenarnya setelah ini aku ingin mengatakan dengan jujur mengenai semuanya kepada ayah. Entah apa reaksinya nanti, tapi aku terdorong untuk mengatakannya. Semakin lama disimpan aku semakin merasa bersalah.

Srak srak srak

Aku tersentak ketika melihat sepasang kaki dengan sepatu besi berada tepat di depan kaki ku. Aku refleks mendongakkan kepala. Xaquille berdiri di depan ku dengan baju zirah yang tampak cocok untuk dirinya.

"Kenapa?"

"Hah?"

"Aku tanya, kamu kenapa?"

Seketika kepala ku blank saat menatap kedua matanya. Tanpa sadar aku kembali menunduk dan mengambil langkah mundur untuk membentang jarak di antara kami.

Namun Xaquille menarik lembut pinggangku sehingga jarak yang sudah ku ciptakan kembali terkikis.

"Jangan menghindari ku sayang, aku tidak suka." Bisiknya tepat di telinga ku.

Aku meremang merasakan terpaan nafasnya tepat di telinga. Sejauh apapun aku menghindar, tubuhku memang selalu bereaksi terhadap sentuhannya.

"Saya tidak papa yang mulia putra mahkota, tolong lepaskan tangan anda semua orang sedang menatap kita saat ini."

My Cherish EmperorWhere stories live. Discover now