CHAPTER 2

37.2K 3.5K 26
                                    

Cahaya matahari yang masuk dari celah gorden berhasil mengganggu tidur Fredella. Gadis itu menggeliatkan badan, berkat istirahat yang cukup rasa pegal dan nyeri di tubuhnya sudah berkurang. Fredella segera bangun dan berjalan keluar kamar, yang pertama ia lihat adalah ruang santai yang tampak lengang.

Kemudian ia berjalan melewati ruang santai menuju ruang makan. Di atas meja makan kayu sederhana yang tidak terlalu besar itu terdapat piring berisi makanan yang terlihat sama persis seperti nasi goreng. Di samping piring terdapat segelas susu dan kertas.

Habiskan makanannya setelah itu bersihkan dirimu. Di meja sebelah pintu kamar mandi terdapat kotak berisi pakaian ganti. Aku pergi karena harus bertemu salah satu pelanggan. Jangan berbuat ulah, diam di rumah dengan tenang sampai aku pulang. Sejujurnya aku tidak yakin kamu akan diam saja seperti yang kuperintahkan.

-Ann-

Fredella terkekeh membaca pesan dari sahabatnya. Anna benar-benar tahu tabiatnya. Mana mungkin ia akan duduk dengan tenang di dalam rumah. Fredella yang dulu dan Fredella yang sekarang sama-sama tidak bisa duduk dengan tenang.

Setelah menghabiskan segelas susu dan nasi goreng ala dunia ini Fredella segera menuju kamar mandi dengan membawa kotak yang telah Anna sediakan. Selepas mandi dan berpakaian dengan rapih Fredella segera keluar dari rumah.

Namun sebelum itu ia meninggalkan secarik kertas di atas meja makan untuk sahabatnya. Ada hal yang harus dipastikan, tapi untuk memastikannya ia butuh orang yang ahli dalam hal ini.

Fredella menyusuri jalan kota dengan takjub. Pertokoan di daerah masyarakat biasa ini terlihat lebih vintage dibanding daerah bangsawan di mana letak penginapan berada. Seandainya ia membawa ponsel sudah dipastikan ia akan sibuk mengabadikan keindahan tempat ini.

Udara di sini masih sangat asri karena tidak ada pencemaran udara yang berasal dari asap kendaraan. Di dunia ini orang-orang masih menggunakan transportasi kereta kuda, itupun hanya untuk kaum bangsawan. Sedangkan masyarakat biasa memilih berjalan kaki menuju tempat yang dituju.

Pemandangan penduduk yang saling bertegur sapa membuat perasaan Fredella menghangat. Seperti itulah seharusnya kita hidup, saling bertegur sapa dan membantu ketika ada yang kesusahan.

Fredella terus memperhatikan satu persatu papan nama yang berada di depan toko yang ia lewati. Sebenarnya saat ini ia tengah mencari apotek, tapi di dunia ini pasti namanya bukan apotek.

"Selamat pagi nona, anda terlihat kebingungan. Apa ada yang bisa nenek ini bantu?"

Fredella tersenyum menatap seorang nenek yang tengah menyiram tanaman di depan toko aksesoris rambut.

"Selamat pagi juga nek, bolehkah saya bertanya. Dimana letak toko penjual obat-obatan di daerah ini?"

"Toko obat? Ah... ada satu toko obat di daerah ini, letaknya tidak jauh dari sini. Nona tinggal berjalan lurus, nanti ada satu bangunan yang tidak memiliki jendela sama sekali di sebrang jalan, setelah menyebrangi jalan nona sampai di toko obat milik tabib Corca."

Fredella mengangguk-angguk paham.

"Baik kalau begitu terima kasih ya nek atas bantuannya."

"Jangan sungkan untuk bertanya jika nona belum akrab dengan daerah ini."

"Kalau begitu saya pergi dulu, dadah nenek."

Setelah melambaikan tangan kepada nenek yang membantunya Fredella segera mempercepat langkahnya agar dapat sampai lebih cepat di tempat yang dituju.

Krek

Fredella membuka pintu bangunan yang nenek tadi maksud. Bau obat dan rempah seketika menusuk indra penciumannya. Dari aromanya toko ini memang toko obat, tidak perlu diragukan lagi.

My Cherish EmperorWhere stories live. Discover now