Part 30

9K 2.2K 378
                                    

Nyuhuuu .... nyok ah.



🌊🌊🌊

Safira memekik saat terkena percikan air. Dia menyesal hanya mengenakan kemben sepagi ini. Namun, cuciannya menumpuk dan butuh diselesaikan. Dan Safira tahu pasti akan basah. Jadi sebuah kain jarik yang dijadikan penutup tubuh, adalah solusi terbaik.

Lagi pula mereka berada sumur bakang rumah. Tak akan ada yang melihat karena lebatnya pohon bambu yang memagari rumah.

"Bunda ... busanya banyak!"

"Hati-hati licin, Adek!" Safira meringis. Anak-anaknya sedang bermain dengan busa sabun cuci. Ia telah melarang, tapi kedua bocah tak mendengar.

Minggu pagi memang selalu menjadi hari spesial untuk mereka bertiga. Ettan dan Hayi bisa mandi sepuasnya di sumur belakang sembari menemani ibunya mencuci. Nung Astiti akan pulang ke desa pada hari itu.

"Busanya kayak salju!" ujar Hayi.

"Kakak pengen liat salju."

"Ayah udah pegang salju."

"Ayah keren."

"Ayah janjiin Adek buat liat salju."

"Beneran?"

"Iya dong, Kak. Masa bohong."

"Ayah bilang kapan nggak?"

"Nanti kalau Ibu sama Ayah buatin adek baru."

Tangan Safira yang tengah menyikat seragam pramuka Ettan, terhenti. Ia menghela napas. Entah apa lagi yang direcoki Ombak pada anak-anak mereka.

Membuat adik baru?

Ha ... ha ... ha .... Membayangkannya saja Safira sudah mual.

"Jadi kapan Ibu sama Ayah buat adik baru?" tanya Hayi.

"Ibu dan Ayah nggak bisa buat adik kalau belum nikah lagi, Dek."

"Ya udah nikah lagi. Adek mau punya adek baru biar bisa liat salju."

Enteng sekali bicarannya, Ya Tuhan.
Safira semakin keras menyikat baju anak-anaknya.

"Makanya doa, Dek. Kata ustad di sekolah, kalau rajin doa, nanti dikabulin."

"Iya, Kak pokoknya Adek mau rajin dia biar Ayah sama Ibu cepat-cepat bikinin adek baru."

Safira menoleh untuk maminta anaknya membicarakan hal lain saja
Namun, saat melihat wajah Hayi dipenuhi busa,  Safira mengurungkan niat. " Jangan ditempelkan di wajah, Nak. Aduh ...." Safira menuju pompa air. "Sini basuh mukanya dulu."

"Kan lucu, Bu. Kayak kakek-kakek janggutan."

"Tapi nanti mukanya panas. Ayo, cuci dulu, Sayang."

Hayi cemberut, tapi akhirnya menurut.

Gadis kecil itu mencuci muka, tapi kemudian malah mulai menyiram ibunya dengan air dari pancuran pompa. "Ibu basah .... Ibu basah juga!"

Ettan yang melihat keseruan itu ikut bergabung. Dia menampung air  dengan telapak tangan lalu menyiramkan ke ibunya.  Suara tawa dan keceriaan di wajah anaknyalah yang membuat Safira terus bertahan.

"Ayah!" teriak Hayi.

Safira langsung menoleh. Ia terkejut sekali saat melihat Ombak sudah berdiri di ambang pintu belakang. Lelaki itu bersedekap dan menyandarkan tubuhnya di kusen pintu, terlihat menikmati pemandangan.

Kedua bocah itu sudah berlari ke arah ayahnya. Mereka melompat-lompat senang sembari bercerita.

"Ayah datang!"

Mengejar OmbakWhere stories live. Discover now