15

8.6K 2.2K 363
                                    


Kalo ada typo maapin yak. Inak sibok kali hari ini. Eh dari kemarin malah, tamu datang silih berganti.

🌊🌊🌊

"Ini!" Safira berseru kegirangan. Akhirnya ia mendapatkan bejana yang terlihat sama persis dengan milik kakeknya. Safira mengambil bejana itu, lalu melihat harga yang tertera di bagian depan raknya. "Tapi harganya ...." Safira cemberut. Harga bejana itu benar-benar setara dengan tiga  bulan  uang jajannya.

Ombak mengambil bejana itu dari tangan Safira lalu membawanya ke tempat pembayaran. Safira hanya mampu tercengang melihat betapa mudahnya Ombak menyelesaikan masalahnya. Pemuda itu punya banyak uang!

Sekolah pulang lebih cepat hari ini. Ombak sengaja mengajak Safira untuk pergi mencari bejana pengganti. Awalnya Safira mengira Ombak hanya akan membawanya jalan-jalan saja. Namun, saat mengetahui tujuan mereka, mata gadis itu tak berhenti berkaca-kaca.

"Terima kasih," ucap Safira saat mereka sudah di parkiran. Siap untuk pulang.

"Kamu senang atau sedih? Kenapa mau menangis lagi?"

"Ini namanya terharu."

"Oh."

"Kamu baik sekali."

"Baru sadar?"

"Iya."

"Harusnya tak perlu kamu jawab. Naik."

Safira mengikuti perintah Ombak. Tak lama kemudian, motor sudah melaju di atas aspal.

"Bagaiman caraku membalas kebaikanmu?" tanya Safira.

"Kamu sudah melakukannya."

"Kapan?"

"Sekarang."

Safira tersenyum saat menyadari maksud Ombak. Tangannya melingkar pada perut pemuda itu dan wajahnya bersadar di punggung Ombak. Rasanya semua hal sulit menjadi lebih mudah saat bersama Ombak.

******

Ombak menghampiri ibu tirinya. Dia tak mau melakukan ini, tapi terpaksa. Anak setan itu terlihat menderita. Jika dibiarkan, mungkin saja Safira akan menangis diam-diam lagi di suatu tempat.

Jadi, membuang gengsinya, Ombak mendekati Bu Delima yang tengah memotong-motong bahan dapur. Pemuda itu berdehem hingga membuat ibu tirinya menoleh dengan kaget.

"Nak, ada yang kamu butuhkan?"

Ibu tirinya terlihat sangat antusias dan gugup. Mungkin karena ini pertama kalinya Ombak mau mengajaknya bicara lebih dahulu setelah wanita itu resmi menikah dengan ayahnya.

"Bibi tahu obat saat berhalangan?" tanya Ombak tanpa basa basi.

"Hah? Apa?!"

"Obat berhalangan." Ombak memegang  tengkuknya. Dia merasa canggung. "Obat atau ramuan yang diminum perempuan saat menstruasi. Agar tidak merasa nyeri."

"Oh ...."

"Oh? Jadi, ada?"

"I-iya. Ada. Ramuan turun temurun berbahan dasar kunyit. Kamu tahu kunyit kan?"

Ombak tidak pernah melihatnya langsung, tapi tahu.

"Ini." Bu Delima memperlihatkan sebuah umbi-umbian berukuran kecil yang telah dikupas dan berwarna oranye. "Ini namanya kunyit."

"Dimana saya bisa membelinya?"

"Di kebun belakang banyak. Bibi meminta pembantu menanamnya kemarin. Tapi di pasar pun banyak yang menjual."

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang