"Ibu, aku harus pergi ke Seoul".

****

Hawa mencekam kembali menyelimuti gadis yang kini duduk sendirian di dalam Bus. Sempat dilarang oleh kedua orang tuanya tapi Heejin tetap kekeuh dengan keputusannya.

Saat Heejin bersikeras untuk mendatangi rumah Hyunsuk, kedua orang tuanya tak setuju. Mereka tentu khawatir, Heejin tak pernah bepergian seorang diri namun tiba-tiba menginginkan hal tersebut.

Tetapi sebenarnya orang tua sendiri pun tak tahu jika Heejin itu cepat memahami banyak hal, seperti urutan naik kendaraan apa saja dan berhenti di mana saja.

Heejin sudah hafal meski baru satu kali melakukan perjalanan ini. Untuk mendatangi tempat itu lagi Heejin sungguh mampu.

Tak sama seperti yang ditakutkan oleh ayah ibunya tentang tersesat atau diculik, yang ditakutkan Heejin saat ini masih sama dari satu tahun yang lalu, yaitu traumanya yang bisa kapan saja menyerang.

Bisa dibayangkan sesulit apa Heejin menahan tubuhnya agar tetap stabil di dalam bus.

Setelah menempuh perjalanan hingga enam jam lamanya, Heejin turun di halte yang sama persis dari sebelumnya. Bedanya, kini ia sendiri, tak ada lagi sosok yang menemaninya sambil memijat tengkuk Heejin jika ia mabuk perjalanan.

Seketika dadanya terasa sesak.

Gadis itu menyempatkan diri untuk pergi ke toilet umum. Setelah memuntahkan sedikit cairan, Heejin membasuh wajah, tangannya bertopang pada wastafel di depan kaca.

Aku harus sampai ke rumah itu, aku harus menjelaskan jika Hyunsuk tak bersalah dan ... Informasi yang didapatkan ayah Hyunsuk semuanya palsu.

Dalam hati ia terus merapalkan perkataan itu yakni untuk menepis traumanya agar tak hadir di saat-saat seperti ini.

Untuk meredakan tenggorokannya yang pahit, Heejin meminum air dari dalam tas, sebelum akhirnya keluar dari tempat itu dengan penuh keyakinan.

Heejin melanjutkan perjalanan menggunakan taksi, namun sayangnya jalanan kota Seoul sedang dirundung kemacetan panjang. Alhasil dari pada menunggu lama, Heejin keluar dari kendaraan lalu berjalan sendiri mencari celah di antara puluhan mobil yang mengalami hal serupa.

Gadis itu berhasil sampai di trotoar, akhirnya ada ruang untuknya berlari tanpa memikirkan kendaraan lain.

Dengan keadaan yang harus tenang Heejin menarik napas. Gadis itu berusaha mengatur detak jantungnya agar tidak berpacu dengan cepat. Ia berjalan menyusuri jalan yang dulu pernah dilewati bersama Hyunsuk.

Waktu demi waktu kian mengikis, Heejin tak bisa mengulur tempo seperti ini. Jadi, tak ada pilihan lain selain harus berlari. Sambil terus berlari ia juga diam-diam sedang mengabaikan rasa gelisah yang perlahan menyelimuti.

Kedua tangannya mengepal kuat, percayalah kekuatan berlarinya mampu mengalahkan gelisah yang sekarang tengah menguasai.

Heejin sedang merasakannya, trauma itu kembali mendatangi. Dahi Heejin mengeluarkan banyak keringat, tangannya perlahan merasakan dingin sekaligus kaku yang teramat, hampir mati rasa.

Tapi Heejin masih mencoba untuk melawan dan terus berlari.

Heejin's pov.

Aku tak pernah memaksakan diri jika kondisiku sudah seperti ini, biasanya pasti akan berhenti dan istirahat, tapi kali ini benar-benar tak bisa. Aku tidak peduli, intinya aku harus sampai sebelum keberangkatan Hyunsuk.

Aku terus berlari. Dengan keadaan yang terengah-engah seperti ini aku jadi ingat pada sepuluh tahun yang lalu.

Semuanya berawal dari, umurku yang baru saja bertambah satu tahun. Kala itu adik kecilku berumur delapan tahun. Aku masih ingat dengan jelas saat itu kami berkunjung ke kota karena undangan dari teman ibuku.

Karena keduanya ikut, aku serta adikku pun diharuskan ikut. Namun sayangnya, aku terlalu nakal untuk disebut sebagai kakak perempuan, bahkan adik lelakiku lebih pendiam. Sifatnya menurun dari ayahku.

Sedangkan aku, lebih menurun dari ibu yang cenderung cerewet. Sayangnya tidak bertahan lama sifat itu melekat padaku, sebelum beberapa jam setelah satu kejadian mengubah segalanya.

Terlalu antusias dengan dunia kota, aku tak tahu jika di jalan raya terdekat ada demo yang melibatkan mahasiswa di angkatan itu, aku terlalu berekspektasi tinggi pada keindahan kota yang kutonton di Televisi.

Aku mengajak saudaraku berkeliling, menyusuri jalan raya hanya berniat melihat-lihat. Tak sengaja aku melihat toko mainan di seberang membuatku tertarik untuk membeli.

Aku tak tahu keadaan saat itu sedang tidak baik. Aku mengajak adikku untuk menyeberangi jalan, adikku sempat menahannya karena dia melihat ada beberapa tanda polisi, tapi bodohnya aku meyakinkan dia kalau itu hanya kegiatan festival tahunan.

Dapat kulihat keraguan di matanya, namun dengan rasa abainya aku menarik lengan adikku agar ikut dan membawanya lari bersamaku, menyelip di antara mahasiswa dengan benda-benda aneh yang mereka bawa.

Saat sampai di seberang jalan aku panik, sebab tak melihat adikku di belakang seperti yang kukira. Saat ingin menyusul tiba-tiba ada suara ledakan di antara gerombolan itu. Aku menjerit saat seseorang menahan tubuhku agar tak kembali ke sana.

Tangisku menjadi, tubuhku melawan meminta dilepaskan, aku berkata tak karuan jika adikku ada di dalam kerumunan. Tapi orang itu justru menggendongku menjauhkan dari tempat. Setelah itu ada banyak polisi yang datang.

Sambil terus memberontak dan berusaha menjelaskan. Bersamaan dengan itu aku melihat satu anggota polisi menghampiri tempat dengan tergesa. Tangisku mereda saat melihat polisi itu menggendong anak kecil yang kuyakini adalah adikku.

Namun jeritanku kembali meraung saat adikku di letakkan berbaring tanpa daya dengan pelipis mengucur darah memenuhi wajah, setelah itu aku tak ingat apa yang terjadi selanjutnya.

Semua keluargaku menganggap semua ini murni kecelakaan, namun bagiku tidak. Itu semua terjadi karena kesalahanku.

Jika saja aku tak membawa adikku keluar dari acara, jika saja aku membiarkan adikku menunggu di seberang jalan, jika saja aku mendengarkan larangannya, jika saja aku menjadi kakak yang baik! Semua insiden buruk ini tak akan pernah terjadi.

Seharusnya ibu dan ayahku punya satu putra, dan seharusnya ibu tak perlu menangis setiap malam karena teringat oleh mendiang adikku. Semuanya karena aku, kecerobohan yang kuciptakan saat kecil membuat trauma yang mendalam hingga saat ini.

Dari kejadian itulah aku tak ingin kembali pada sifatku yang dulu. Aku akan nyaman dengan kepribadianku saat ini. Diam, sendiri, dan berusaha tak peduli, semua itu kuterapkan agar tak membuat kekacauan lagi di masa yang akan datang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

TBC

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Day || Hyunsuk x Heejin [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now