RakSa 8. Jahat Banget!

64 13 2
                                    

Jika tadi ia tidak bertanya, mungkin Aksa masih penasaran sampai detik ini. Di sisi lain ia tidak bisa mengabaikan panggilan masuk dari Iksan yang tiba-tiba menghubunginya. Walau ingin, ia tidak bisa menghindar dari tatapan tajam Ata yang masih sangat kesal padanya.

Aksa hanya berbicara apa adanya, bukan tanpa sengaja untuk menyinggung apalagi harus menuduh. Nyatanya, ingatan Aksa tidak setajam itu untuk mengingat semua kebiasaan buruk adiknya.

"Susunya diminum, Ta."

"Enggak. Lo aja nggak mau kasih tahu rahasianya ke gue, buat apa minum susu? Nggak haus!"

Aksa terus berusaha, walau sedikit sulit dan memang keadaannya Aksa belum benar-benar sembuh dari migrennya. Lelaki itu pun memilih duduk kembali setelah membuatkan susu vanila untuk Ata. Anak itu tidak akan nyenyak tanpa meminum susu terlebih dulu, bahkan kejadian Ata bisa terjaga sepanjang waktu, baru saja terjadi sekitar dua atau tiga hari lalu.

Saat itu Ata sedang mengerjakan tugas sekolahnya yang cukup banyak. Anak itu sampai lupa makan, kalau saja Aksa tidak pulang tepat waktu. Namun, keadaan saat itu benar-benar terasa begitu melelahkan, Aksa juga tidak bertanya apa pun lagi pada Ata. Ia hanya memberi pesan seperti biasa yang selalu dijawab dengan nada kesal.

Cukup lama Aksa terlelap di sebelah adiknya, ia pun tiba-tiba terbangun tepat pukul dua dini hari. Perlahan ia pun mengerjap mencari bias cahaya yang sebenarnya di ruang tengah hanya ada satu lampu yang sengaja dinyalakan untuk membantu penerangan saat Ata masih terjaga.

Meski kejadiannya belum lama, Aksa tidak ingin aksi be,rgadang Ata kembali terulang. Ia juga tidak ingin melihat adiknya meringkuk di balik selimut tebal dengan handuk kecil yang menempel di keningnya.

Kali ini, ia harus kembali merasa gemas karena tingkah Ata yang lagi-lagi membuatnya harus menghela napas berkali kali karena lelah.

"Iya, gue bakal cerita. Sekarang minum susunya dulu. Terus Lo jelasin tuh maksud lo pulang sampai dekil."

"Jangan bohong!" Aksa kembali mengangguk memberi jawaban. Ia juga tidak ingin melewati moment menarik setiap kali Ata meneguk habis susu yang dibuatnya.

"Rasanya masih sama. Mas, kapan-kapan ajarin gue bikin Latte cinta, ya?"

"Iya, nanti gue ajarin. Sekarang cerita kenapa tadi, waktu pulang sekolah seragam lo kotor sama tanah?" tanya Aksa sambil membersihkan sisa susu yang ada di sekitar mulut Ata dengan ibu jarinya.

"Makasih susu vanilanya. Kalau soal tadi, gue tuh habis nolongin orang yang kejebak jalanan becek."

"Terus? Lo bantu?" Aksa bisa melihat anggukkan kecil yang Ata berikan sebagai jawaban, bahkan anak itu pun nyengir hingga terlihat deretan gigi putih bersih tanpa lubang.

"Iya, gue bantu. Kan, kata Lo kalau ada orang yang lagi susah, harus dibantu. Jadi, gue bantuin, deh."

"Iya, lo nggak salah, sih. Cuman kalau lo harus buat gue pusing begini, lo mau tanggung jawab?" Ata menggeleng. Anak itu mendekatkan dirinya pada Aksa yang hendak merebahkan tubuhnya di atas permadani. Kali ini Aksa tidak lagi bicara, ia justru menunduk saat Ata lebih dulu meletakkan kepalnya di atas paha Aksa.

"Ada apa?" Ata menggeleng, anak itu merasa takut akhir-akhir ini. Terlebih ketika bertemu Iksan tadi. Bahkan ia masih belum melupakan tamparan hangat dari Iksan saat dirinya membantah.

Ata belum menceritakannya pada Aksa. Ia tidak ingin Aksa tahu, tapi hatinya sangat sesak ingin menangis sekuat tenaga. Ia pun memiringkan tubuhnya sambil memeluk Aksa dari tempatnya.

"Mas, kenapa orang kalau marah selalu kasar?"

Aksa heran dengan ucapan Ata. Karena ia tahu dengan baik bagaimana adiknya sedih jika ada seseorang yang melukainya. Aksa pun mengusap rambut hitam Ata yang kini terasa mulai panjang.

UNTUK ATA [SELESAI) ✅Where stories live. Discover now