23

1.4K 284 34
                                    

Gama Danuraja mengendurkan ikatan dasi, ikatan itu menyesakkan dan membuatnya jenggah. Matanya menatap langit senja yang berwarna keemasan di balik kaca jendela ruang kerjanya yang sepi. Bayang-bayang wajah Kamala tidak bisa dia hapus, sudah terlalu lama dia menunggu-nunggu saat hingga mereka kembali bertemu.

Gama tidak mungkin dapat melupakan tiap detik dan menit yang dihabiskannya dalam penantian panjang itu. Dia bergerak menjauh dari jendela untuk mengambil bingkai foto di meja kerjanya. Foto Kamala yang terpasang di bingkai itu membuat Gama memiliki alasan lebih untuk bersabar sedikit lagi.

Waktu yang membawa Kamala pergi, waktu juga yang akan membawa Kamala kembali. Gama tidak akan pernah membiarkan laki-laki itu menebas harapannya lagi. Di balik semua kenyataan pahit yang harus diterimanya dulu, dia tidak memiliki penyesalan untuk melakukan hal yang sama sekarang. Apa pun cara yang bisa dia pergunakan untuk menyelamatkan hidup gadis itu, akan dia lakukan dengan sepenuh hatinya.

Ketukan pintu membuat Gama mengalihkan perhatian, "Ya, masuk."

"Permisi, Pak. Ada tamu yang ingin menemui Bapak."

"Bagastara?"

"Benar, Pak."

"Suruh dia masuk ke sini ya."

"Baik, Pak."

Gama mengembalikan bingkai foto Kamala ke tempatnya. Dia duduk di sofa ruang tamu untuk menyambut orang yang tengah ditunggunya semenjak tadi. Orang yang ditunggu Gama muncul dari balik pintu masuk dengan senyumnya mengembang saat melihat Gama yang tampak begitu tegang.

"Hai, bro."

"Duduklah."

"Oke, oke, jangan tegang gitu dong. Chill."

"Aku sudah menunggu kamu dari tadi siang."

"Sory, aku punya urusan lain, Mas. Jadi apa yang membuatku dipanggil ke sini?"

"Eyang sudah bilang ke kamu, kalau aku akan menikah dalam waktu dekat?"

"Oh, soal itu, sudah kok, akhirnya ada hasil dari pemantauanku selama ini ya. Nggak sia-sia aku jadi nyamuk di acara keluarga untuk menggali informasi tambahan tentang Mba Kamala."

"Aku mau bilang terimakasih untuk kerja kerasmu."

"Ah, santai aja Mas. Aku ikut seneng kalau ngeliat Mas Gama seneng, tapi gimana soal laki-laki itu? Mas mau aku mengurus dia juga?"

"Aku akan mengurusnya sendiri nanti, tapi aku tetap butuh bantuanmu."

Bagastara mengangguk. "Dia seperti parasit yang menempel ke Mba Kamala terus."

"Sebentar lagi dia akan aku singkirkan, tugasmu sudah selesai, sekarang kamu bebas minta apa saja sebagai bayarannya."

Mulut Bagastara terbuka membentuk lingkaran lalu terkatup rapat saat melihat wajah Gama yang serius.

"Nggak usah, Mas. Lagi pula selama ini aku cuma memantau Mba Kamala dari jauh, kan. Aku cuma mencari informasi Mba Kamala dari beberapa orang terdekatnya aja. Itu bukan pekerjaan yang sulit."

"Bagas, usahamu sangat berarti untukku. Kalau kamu nggak bisa memilih bayarannya sendiri, gimana kalau aku yang memilih?"

Tatapan Gama membuat Bagaskara berdecak sebal. "Oke, oke. Dari dulu Mas Gama nggak pernah mau ditolak. Apa ajalah, yang penting nggak menyusahkan Mas Gama."

Kamala (Sudah dinovelkan)Where stories live. Discover now