9.

1.9K 369 21
                                    

Kamala terkejut saat melihat Gilang duduk di bangku taman villa ketika dia dan Prabu baru saja pulang. Tatapan mata Gilang jelas menunjukkan bahwa ada yang tidak beres, rasa ingin tau menjelajahi seluruh pikiran Kamala dan kekhawatiran bergelayut di hatinya.

Sebelum keluar dari mobil, Kamala mengecek penampilannya sendiri. Dia tidak ingin Gilang merasa curiga. Sepupunya itu bukan tipe orang yang mudah untuk dibodohi.

"Mas Gilang, ada apa?" tanya Kamala yang baru saja turun dari mobil Jeep milik Prabu. Tangan-tangan Kamala tidak bisa berhenti untuk bergerak membenarkan kebaya dan jarik yang dikenakannya.

Gilang tidak langsung menjawab pertanyaan Kamala, dia melirik sekilas ke arah Prabu dan kembali lagi melihat sepupunya yang tampak gelisah. "Aku harus bicara sama kamu."

"Boleh. Prabu kamu tunggu di dalam saja, ini kuncinya."

Prabu mengangguk dan berjalan menjauhi mereka. Di antara semua pertanyaan yang berdesakan muncul di dalam kepala saat melihat Gilang dengan raut wajah serius tanpa menyapanya seperti biasa. Prabu yakin bahwa Gilang akan menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan Kamala.

"Bisa kamu jelaskan sesuatu sama, Mas?" tanya Gilang saat melihat Prabu sudah menghilang dari pandangan.

"Tentang?"

"Kamu dan Prabu."

Kamala terkejut sejenak dan memikirkan apa yang sebaiknya dia katakan pada Gilang. Jika Gilang tau semuanya, dia yakin itu akan merusak pertemanan antara sepupunya dan Prabu.

"Ibu telpon Mas Gilang?"

"Enggak. Tapi tolong jawab, apa kamu dan Prabu punya hubungan yang lebih dari sekedar teman?"

"Maksud Mas Gilang apa sih? Aku nggak ngerti."

"Jawab saja, iya atau enggak?"

"Mas Gilang belum jawab pertanyaanku, kenapa Mas tanya begitu? Kalau bukan Ibu yang bilang ke Mas Gilang, lalu siapa?"

Gilang mengajak Kamala untuk duduk di bangku taman, "Mas tau, belum lama calon suamimu meninggal. Mas bisa merasakan gimana sakitnya," ujar Gilang bersimpati.

"Mas nggak tau apa-apa tentang aku."

"Tau. Mas tau semuanya tentang kamu."

"Itu bukan urusan Mas Gilang."

"Kalau bukan Prabu orangnya, dia akan mati sia-sia. Kita akan cari jalan keluarnya sama-sama."

"Mas Gilang jawab aku sekarang, Mas tau dari siapa?"

Gilang menghela napas sebelum bicara. "Dari teman."

"Teman? Teman siapa?"

"Ini tentang hidup seseorang, Kamala. Kamu nggak mungkin mencintai Prabu hanya dalam tempo tiga hari. Jadi tolong apa pun yang kamu rencanakan, batalkan itu semua."

"Aku nggak bisa. Aku nggak mau terus menerus berada di bawah pengaruh Ibu. Ini jalan satu-satunya buat aku, Mas."

Gilang menggenggam kedua tangan Kamala yang mengepal. Dia menatap Kamala dengan tenang. Berharap sepupunya itu akan mengerti. "Dengar ini baik-baik, Kamala. Semua keluarga tau ibu tirimu bukan orang sembarangan. Semua orang tua memilih diam sejak lama karena menghormati keputusan bapakmu. Aku di sini berbicara sebagai saudara laki-laki, semua adik-adikku, kuperlakukan sama, Yayi atau Roro, dan kamu. Aku peduli dengan kalian. Jadi aku minta tolong sama kamu, jangan pilih dia selagi kamu masih punya jalan keluar yang lain."

"Jalan keluar apa? Apa sih yang lagi Mas omongin? Mas dateng-dateng nuduh aku, udahlah kalau Mas Gilang cuma mau ngomong seperti itu. Lebih baik Mas Gilang pulang saja sekarang."

Kamala (Sudah dinovelkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang