3.

2.3K 426 7
                                    

Prabu mengaduk perlahan es kelas muda yang dia pesan dengan sedotan yang melengkung tepat menuju mulutnya. Dari kejauhan Prabu bisa melihat Kamala bekerja dengan telaten mengukur beberapa bagian tubuh dari clientnya yang berdiri seperti mannequin. Ini baru kali pertama Prabu melihat seorang designer profesional bekerja di pantai menggunakan kebaya sepaket dengan sanggul dan kain jarik. Terlihat sangat merepotkan sekaligus menarik.

Harusnya perempuan seperti Kamala masuk dalam list perempuan langka yang perlu dilestarikan. Di tengah arus modernisasi, Kamala masih berpenampilan seperti gadis-gadis jaman buyutnya, tapi Prabu yakin meski begitu banyak laki-laki yang mengantre untuk menjadi pacar Kamala. Perempuan itu terlihat masih sangat orisinil di mata Prabu.

Ketika Prabu melihat Kamala mulai berjalan ke arahnya, dia bergegas melipat kedua kakinya menjadi posisi duduk yang lebih sopan. Dia tidak akan melupakan satu fakta yang harus selalu dia ingat. Kamala adalah bagian dari keluarga keraton, Prabu tidak tau pasti Kamala dalam garis silsilah yang mana, tapi fakta itu sudah cukup membuatnya sadar ada jarak yang harus dia jaga jika tidak ingin mendapat bogem mentah dari sahabatnya, Gilang.

"Udah selesai, Mba?" tanyanya heran.

"Sudah."

"Kok cepet?"

"Saya cuma ngambil ukuran badan mereka dan make sure beberapa detail saja."

"Perjalanan ke sini tiga jam, kerjanya nggak sampai lima belas menit."

"Tapi saya digaji besar untuk pekerjaan ini."

"Memangnya mereka orang penting?"

"Calon penggantin laki-laki anak dari mentri keuangan negara. Mereka sedang liburan bersama keluarga besar, jadi saya harus datang ke sini untuk mengambil ukuran badan mereka. Karena mereka nggak sempat ke mana-mana lagi."

"Anaknya Ibu Astuti? Ibu Astuti ada di sini?" tanya Prabu sedikit heboh sambil mencoba mencuri pandang ke arah gerombolan keluarga yang suaranya riuh rendah dari kejauhan.

"Enggak, beliau nggak ikut, ngomong-ngomong kamu kok tau nama mentri keuangan kita?"

"Itu, kan, pengetahuan umum."

"Saya pikir kamu nggak tertarik soal kaya gitu."

"Saya suka baca koran, Mba. Walau nggak sering. Terus sekarang kita ke mana?"

"Kamu ajak saya jalan-jalan, di sini terlalu ramai, cari tempat yang agak sepi."

"Nggak takut digrebek warga, Mba?"

Gerakan badan Kamala mendadak terhenti saat mendengar pertanyaan Prabu. "Memangnya saya mau ngapain?"

Nada suara Kamala yang bingung membuat Prabu hanya tertawa sambil mengayunkan tangan. "Saya bercanda, Mba. Yaudah, monggo, saya ajak ke tempat yang lebih sepi."

"Jauh dari sini?"

"Nggak terlalu, paling lima menit, tapi kita harus pindah parkir."

Mereka berdua berjalan beriringan dengan melepas sendal masing-masing. Benar seperti kata Prabu, tempat yang lebih sepi dan tenang tidak begitu jauh dari lokasi Kamala bertemu dengan clientnya barusan. Pantai ini berpasir putih, lebih bersih meski banyak sekali sampah cangkang kerang yang terbawa arus ombak.

Kamala (Sudah dinovelkan)On viuen les histories. Descobreix ara