Tujuh

4.2K 271 474
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Setelah kejadian itu, yang tersisa dari kita hanyalah kepingan-kepingan kekecewaan, dan penyesalan

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

❝Setelah kejadian itu, yang tersisa dari kita hanyalah kepingan-kepingan kekecewaan, dan penyesalan.❞

•••

Rumah besar milik keluarga Mahesa menyediakan lapangan bola basket untuk putra bungsunya––Vano. Bercita-cita ingin menjadi atlet basket, membuat kedua orang tua Vano terus mendukung dari belakang. Mengikuti berbagai lomba kesana-kemari. Menang kalah sudah menjadi makanan sehari-hari.

Hal itu tidak pernah membuatnya menyerah, terus berusaha agar bisa meraih cita-citanya dulu. Tak lain adalah mengikuti kompetisi internasiaonal, lalu mendapatkan mendali emas yang dari dulu ia dambakan.

Di waktu senggang ini, ia memanfaatkannya dengan bermain bola basket lagi di lapangan miliknya. Memakai baju santai saja, kaos hitam lengan panjang lengkap dengan celana panjang. Memang terlihat tertutup sekali, sebab Vano sendiri paling tidak suka kulitnya langsung terpapar sinar matahari di siang hari ini.

 Memang terlihat tertutup sekali, sebab Vano sendiri paling tidak suka kulitnya langsung terpapar sinar matahari di siang hari ini

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Hampir satu jam ia bermain bola basket di sana, oleh itu lah ia berhenti sejenak. Menetralkan napasnya yang mulai tidak teratur lagi, kemudian mengelap keningnya yang basah oleh keringat yang bercucuran. Tangannya beralih menyugar rambut berantakannya ke belakang.

"Vano!"

Ia tersentak, oleh panggilan yang tiba-tiba itu. Cepat ia menoleh, pada sosok gadis yang melambai ke arahnya. Senyum gadis itu mempu menular ke dirinya. Vano menggeleng pelan, melihat sang kekasih sudah berlari menghampirinya.

"Dita, jangan lari-lari, nanti jatuh!" tegur Vano dengan raut wajah mulai serius.

Lelaki itu memang terlalu overprotektif pada Dita, namun sifat Vano yang seperti itu tidak pernah membuat Dita merasa tidak nyaman. Ia justru senang, karena selalu menjadi tokoh utama di kehidupan Vano, sering menjadi salah satu penyebab kekhawatiran lelaki itu. Dan yang paling unggul, Anandita Junaira menjadi pusat kebahagiaan Alvano Putra Mahesa.

"Kenapa ke sini gak bilang-bilang? Terus ke sini naik apa? Seharusnya kamu telepon aku aja, biar aku jemput."

Gadis berkepang kuda itu tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya sebelum menjawab dua pertanyaan dari sang kekasihnya. Merasa lucu melihat Vano terkesan memarahinya dengan bibir yang sesekali manyun ke depan sendiri.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon