Lima

4.5K 300 433
                                    

Vote-nya jangan lupa!

⚠ Warning!Area 18+ ⚠

Dosa tanggung sendiri ya bund, udah diperingati:) dan bijak dalam membaca. Sekian.

❝Benar kata orang, cinta dan benci itu beda tipis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

❝Benar kata orang, cinta dan benci itu beda tipis. Jika kebanyakan orang-orang mengalami benci jadi cinta, maka aku sebaliknya. Cinta jadi benci.❞

•••

"Pengen pulang ih! Nggak suka tempat kaya gini. Kayra lagi nih sok-sokan pengen lama-lama di sini, huh!" gumam Jessi kesal, sembari melangkah kakinya keluar dari toilet.

Sebenarnya ke toilet hanyalah alibi oleh gadis itu. Ia hanya menghindar sejenak dari ramainya ballroom hotel ini. Suara lagu yang amat nyaring menggema-gema di gendang telinganya membuat Jessi sedikit pusing. Apalagi dengan pemandangannya yang risih melihat teman kampusnya sembilan puluh lima persen mengenakan pakaian kurang bahan. Astaga, apa mereka-mereka itu nyaman memakai baju seperti itu? Pikir Jessi heran.

Maklum lah, jika Jessi tidak tahu party yang sesungguhnya. Bahkan berpijak ke tempat seperti ini pun, baru pertama kalinya bagi Jessi. Lalu membayangkan tempat klub yang suasananya lebih dari tempat ini, kata Kayra, Jessi sontak bergidik ngeri.

Mungkin beberapa langkah lagi Jessi akan sampai ke ballroom hotel. Namun sebelum itu, sesuatu telah menghentikannya. Membuatnya tertegun sejenak mendapati seseorang yang hanya berjarak satu meter di depannya. Itu Danis. Jessi gelagapan, rasa gugup mulai menyeranginya. Ditambah lagi sedikit bingung dengan keberadaan Danis.

Bukan kah acara ini untuk angkatannya yang baru saja lulus? Sementara Danis kakak tingkatnya. Ah, Jessi tidak ingin memusingkan itu. Gadis itu menggeleng singkat di tempatnya. Kemudian netranya kembali menyorot Danis. Detik itulah ia terbelalak, melihat Danis lunglai berjalan.

Cepat-cepat ia menghampiri. Lalu menarik pundak lebar itu untuk ia bantu berdiri tegak, sebab semakin Danis berjalan, lelaki itu semakin terbungkuk saja. Sedang Danis yang mendapat pertolongan itu memfokuskan netranya yang kabur, untuk melihat jelas sosok perempuan yang membantunya saat ini.

"Jessi?"

"Iya kak, ini aku Jessi. Kak Danis kenapa?"

"Kepala aku mendadak sakit banget," ujar Danis terdengar melirih. Tangan kirinya kembali lagi menyentuh keningnya yang terasa berat itu.

Melihat raut wajah Danis yang menahan kesakitan itu, Jessi merasa tidak tega. Dengan gerak perlahan pun menuntun tangan kanan Danis untuk ia letakkan di pundaknya. Memapah lelaki itu yang sepertinya sudah tidak kuat lagi berjalan sendiri. Setelahnya, barulah Jessi berkata, "Biar aku bantu. Kak Danis mau kemana?"

"Ke kamar nomor 80, Jess. Aku mau istirahat sebentar di sana," jawab Danis yang sesekalinya mengerjap mata.

Jessi mengangguk cepat. Lantas lah langkah kecil itu memimpin Danis untuk berjalan kembali. Meski hanya memapah, berat badan Danis terasa memikul dirinya. Sebab itulah, langkahnya semakin pelan saja. Takut-takut dirinya jatuh, keduanya ambruk. Di sampingnya, begitu terasa deru napas Danis yang menerpa sisi wajahnya. Tentu, keduanya terlalu dekat sekarang.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Where stories live. Discover now