Tiga

5.9K 192 1
                                    

Bantu vote, ya.

"Maaf, Tuan" ucap Ramos sedikit membungkukkan badannya.

Seluruh mata yang berada di ruang meeting seketika teralihkan kepadanya, terutama Maxi. Ia menaikkan sebelah alisnya, tanda bertanya 'ada apa?'.

"Nona Zhelica terbangun dan menangis mencari anda" ucapnya.

Mendengar hal itu, sontak Maxi buru-buru berlari keluar ruang meeting untuk menuju ruangan pribadinya, tanpa peduli bahwa ia telah menyia-nyiakan uang raturan milyar. Persetan dengan itu semua.

Saat pintu terbuka, terlihat Zhelica menangis sesenggukan sembari duduk disofa. Bibir mungilnya mengemut ibu jarinya sendiri.

"Sayang"

"Sorry for leaving you. I had a meeting for a while"

Maxi sungguh menyesal meninggalkan Zhelica disaat tertidur. Padahal dirinya tahu betul, bahwa Zhelica paling tidak suka saat terbangun tak menemukan dirinya. Itu sudah menjadi kebiasaan, Zhelica telah bergantung sepenuhnya pada Maxi.

"Lian, tadi Lica bangun gak ada Lian disini. Lian kemana aja hiks?"

"Sstt tadi aku meeting sebentar, sayang. Maaf ya? Gak bilang dulu sama kamu"

Tak henti-hentinya ia menciumi pucuk kepala sang gadis. Tangannya terulur untuk menarik pelan ibu jari yang di emut gadisnya.

"Jangan di emut, sayang. Takutnya kotor"

"Gak mau, mau mimi" rengeknya manja.

"Sstt udah, honey. Jangan rewel"

Dengan perlahan, membawa Zhelica kedalam gendongan koalanya. Sedikit menggoyangkan badannya ke kiri dan kanan, bak menidurkan seorang bayi. Tangannya kian aktif mengelus punggung sempit Zhelica.

Zhelica yang merasa nyaman pun memejamkan mata indahnya, dengan mulut yang tanpa sadar mengemut salah satu kancing kemeja Lian.

***

11.39

"Sweetie"

"Wake up, honey"

Dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan, Maxi tak henti-hentinya membangunkan Zhelica dengan tangan yang senantiasa mengelus pipi berisi gadisnya.

Bukan tanpa alasan ia membangunkan Zhelica. Saat ini jam menunjukkan waktunya makan siang.

Dan tentu saja, Maxi tak akan membiarkan wanitanya melewatkan waktu makan siangnya.

"Eungh"

"Lian" panggilnya manja.

"Bangun, sayang. Makan siang dulu, ya?"

"Nanti ya, Lian? Lica mau bobo lagi" bujuknya.

"Sekarang, baby. Udah siang"

"Ayo aku gendong" lanjutnya.

***

13.04

Setelah menyelesaikan makan siangnya, saat ini Zhelica dan Lian tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan yang masuk dalam kategori terbesar di ibukota ini. Ini semua atas keinginan Sang Tuan Putri, Zhelica. Bapak Negara mana bisa nolak.

"Mau beli apa, sayang?" tanya Lian saat melihat Zhelica mengedarkan pandangannya.

"Lica pengen boneka yang mirip minuman gitu, Lian"

Maxi mengernyit. Boneka mirip minuman? Setaunya tidak ada.

"Boneka kayak gimana, hm?"

"ih yang kayak minuman" rengek Zhelica. Bibirnya sudah mengerucut sebal, tak lupa dengan kedua kaki yang dihentak-hentakkan ke lantai.

"Yaudah, ayo ke toko boneka dulu. Nanti cari disana, ya?" ajak Maxi.

Ia tak ingin mengambil resiko jika sang pujaan hatinya badmood, hanya karena dirinya yang tak mengerti keinginan Zhelica.

"He'em"

Sampai di sebuah toko boneka, Zhelica terperangah. Ini sungguh nyaman untuk dipandang. Kini dihadapannya berjejer bermacam-macam jenis boneka.

"Sekarang pilih yang kamu mau, sayang" ucap Maxi. Tangan kekarnya mengelus pinggang ramping Zhelica dengan lembut.

"Emm"

Pandangan Zhelica meliar. Dia mencari boneka yang diinginkannya, boneka mirip minuman.

Saat dirasa tak menemukan apa yang dia inginkan, Zhelica menolehkan kepalanya ke arah Maxi.

"Lian" panggilnya lirih. Matanya terlihat berkaca-kaca. Siap untuk meluncurkan air matanya.

"Kenapa, sayang? Kamu mau yang mana?" tanya Maxi lembut.

Tangan kiri yang sedari tadi ia masukkan kedalam saku celana, kini ia keluarkan untuk mendekap tubuh mungil gadisnya.

"Mau boneka yang kayak minuman hiks"

Keluar sudah isakkan pilunya. Zhelica tetap menjadi gadis mungil yang tak jauh dari sifatnya yang cengeng. Mirip seorang bayi bukan?

"Jangan nangis dong. Udah nangisnya, nanti sakit dadanya, baby"

Pandangan Maxi teralihkan pada seorang pegawai toko. Tatapannya berubah total. Kini hanya ada tatapan dingin dan tajamnya.

"Bawa apa yang diinginkan gadis saya"

Pegawai toko yang mendengar perintah itu menunduk takut. Sungguh menyeramkan manusia didepannya ini.

"Baik, Tuan" sahutnya. Lalu melangkah pergi untuk mengambil barang yang diinginkan gadis Tuannya itu.

Maxi yang melihat kepergian itu, segera memfokuskan kembali pandangannya kepada Zhelica. Gadisnya sudah tidak mengeluarkan isakkannya. Tapi masih terdengar suara sesenggukan.

"Sstt udah nangisnya, sayang. Itu lagi dicari sama pegawainya"

Kini Zhelica sudah berada dalam gendongan Maxi. Dengan Maxi yang terus membisikkan kata-kata penenang.

"Boneka minuman?" tanya Zhelica mengerjap polos.

"Iya, boneka minuman" Maxi hanya mengiyakan.


Maximillian the Possessive GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang