29. Diary Fadira.

11.1K 640 37
                                    

Fadira masih stay di tempat yang sama, yaitu rumah sakit. Ia sendirian, ayah nya pergi bekerja, sementara ibunya, ia pergi untuk menjenguk teman nya yang dia sendiri tidak tau siapa itu.

Tangan nya sibuk mencoret-coret di sebuah lembar buku, yang entah sejak kapan di miliki oleh perempuan itu. Ada banyak hal yang ia tulis di lembaran itu.

Tangan nya kembali mengelus perutnya yang buncit. Ia ingin segera bertemu dengan buah hati nya.

Hampir 20 menit lamanya Fadira sibuk menulis kata-kata yang entah tertuju untuk siapa semua yang ia tulis. Setelah di rasa cukup, Fadira menyimpan buku itu di bawah bantal agar tidak di ketahui oleh orang lain selain diri nya.

Fadira lelah, ia lalu tertidur. Wajahnya yang polos tanpa polesan, tetap terlihat cantik meski pucat pasi.

Nadira pergi menjenguk anak teman nya yang baru melahirkan. Ia pulang untuk mengambil sesuatu, saat di perjalanan sedikit terdengar di telinga nya grusak-grusuk yang membicarakan anak nya. Nadira heran, dari mana orang-orang itu tau kalau Fadira sedang mengandung, sementara Fadira selalu menggunakan baju oversize saat keluar rumah.

Fadira di cemohi, di anggap sebagai perempuan tidak baik, mereka semua menganggap Fadira hamil di luar nikah, karena tidak pernah melihat suami gadis itu.

Nadira berusaha mengabaikan nya, hati nya tetap sakit mendengar anak nya di gosipi di negeri orang. Padahal, anak nya hamil setelah pernikahan. Mereka berasumsi hanya setelah melihat dari satu sisi, tapi tidak pernah tau di sisi yang lain nya.

Setelah tiba di rumah sakit, ia melihat Fadira yang tertidur, hati nya kembali terasa sakit. Anak perempuan nya telah di campakan oleh suaminya. Ia berharap, semoga Fadira mendapat pengganti yang lebih baik dari Fatih.

Nadira mengelus perut Fadira, ia kemudian berucap sangat lirih. "cucu nenek, sehat-sehat ya nak. Kasian ibu mu, udah berjuang demi kamu."

Setelah itu, ia pergi entah kemana.

Fadira bermimpi, di mimpi itu ia di datangi oleh seorang lelaki tinggi tampan berwajah samar-samar. Lelaki itu memiliki aroma tubuh yang sangat harum, ia membisikkan sesuatu di kuping Fadira, tapi Fadira tidak dapat memahami apa yang ia bicarakan. Setelah itu, Fadira terbangun, tubuhnya berkeringat. Perempuan itu mengusap peluh/keringat yang membasahi kening nya.

Fadira meneguk air yang ada di sebelahnya, ia sempat beranggapan kalau itu malaikat maut. Tapi sepertinya bukan, seseorang mendatangi nya lewat mimpi. Apa mungkin jin? Atau jodoh Fadira yang samar-samar di perlihatkan oleh yang maha kuasa?

Fadira berusaha bangkit, ia berjalan keluar dari ruangan nya, dengan membawa infus nya. Perempuan itu berjalan pelan dan sedikit tertatih, entah ia hendak kemana.

Saat di penghujung lorong, kaki nya terhenti. Ia merasa aneh, Fadira berbalik arah. Seorang suster melihat nya, ia lantas memanggil Fadira dengan nama lengkap nya. Suster itu adalah suster yang setiap hari menjenguk Fadira.

"Fadira Amelia Isyana, wohin gehst du?" (Fadira, anda hendak kemana?"

Fadira menggeleng seraya tersenyum. "Ich wollte nur frische Luft schnappen." (Aku hanya ingin menghirup udara segar)

"Moment mal." (Tunggu sebentar) suster itu pergi, dan membawakan sebuah kursi roda untuk Fadira. Ia meminta Fadira agar mau duduk di kursi itu.

"Ich bringe dich in den Park" (aku akan mengantarmu ke taman)

Suster itu membawa Fadira ke taman, cuaca hari ini cukup bagus tapi sedikit berawan. Suster Ell membawa Fadira ke bawah pohon rindang, ia tidak ingin pasien nya kepanasan.

Suster Ell menunduk di sebelah Fadira, mereka berbincang-bincang mengenai beberapa hal. Ell banyak bercerita kepada Fadira, dan Fadira menyimak cerita Ell penuh antusias.

Beberapa menit berlalu, hampir 20 menit lamanya, mereka bercerita sambil tertawa. Suster Ell cukup menghibur Fadira, kini mereka telah lebih dekat dari sebelumnya.

Di sisi lain, Nadira panik karena tidak mendapati anak nya di ruangan nya. Seingatnya, saat di tinggal, Fadira masi tertidur. Nadira kebingungan mencari Fadira, ia meminta tolong pada salah satu anak teman nya untuk membantu nya mencari putri nya.

Nadira bertanya-tanya pada suster yang berjaga, tapi mereka berkata tidak melihat Fadira. Sangat mustahil jika Fadira kabur.

Nadira di bantu anak teman nya menyusuri semua lorong rumah sakit untuk mencari Fadira. Rumah sakit itu besar, hingga mereka kelelahan. Tiba-tiba, Nadira teringat pada satu tempat yang belum ia kunjungi.

Nadira di ikuti anak teman nya, berjalan cepat menuju tempat itu. Dan benar saja, mereka melihat Fadira bersama suster nya tengah bercanda tawa di bawah pohon rindang.

****

Fatih masi berbaring di kasur, badan nya panas, ia terus mengigau sambil menyebut nama Fadira. Egois, tapi ia ingin perempuan itu kembali ke pelukan nya, meski mustahil. Menyesal? Tentu, Fatih sangat-sangat menyesal, ia tersiksa karena penyesalan itu.

"Fadira, maafkan saya. Kamu dimana,"

Amira melihat Fatih dari kejauhan, ia sebal dan kesal, kenapa suami nya terus mencari perempuan itu, padahal sudah ada dirinya di sisi Fatih. "Gw capek, sampe kapan lo gini terus? Kapan Lo move on dari dia! Perempuan jalang!" kesal Amira ia memang sering menggunakan bahasa kota, jika tidak sedang bersama Fatih dan keluarga nya.

Amira pergi dari sana. Ia kembali ke kamarnya. Amira teringat pada almarhumah bayi nya. Hati nya sakit, andai bayi itu masi ada, mungkin sekarang hidup nya tidak seburuk ini. Ia tersiksa, Fatih seperti menjauhi nya, padahal ia istri sah suaminya.

"Nak, kenapa ninggalin mama. Papa berubah semenjak kamu pergi nak."

Amira melihat foto anak nya, sebelum di kuburkan, Fatih terlebih dahulu mengambil foto bayi mereka. Sedih rasanya, ia benar-benar sedih. Amira tidak pernah ingin menjadi istri kedua, tapi keadaan yang membawanya sampai ia menikahi suami orang.

Di sisi lain

Fatih terbangun, ia melihat bayangan Fatima yang menatap nya penuh kemarahan. Lelaki itu merasa bersalah, gara-gara kebodohan nya, Fatima harus kehilangan bibi tercinta nya, dan dia kehilangan istri kecil nya.

"Maafin om Fatima." lirih Fatih, ia bosan dan butuh liburan. Fatih bangkit, ia ingin sholat.

Setelah mengambil air wudhu dan sholat, Fatih tidak langsung beranjak, ia masi duduk di atas sajadah sambil berdoa untuk keselamatan Fadira. Ia harap, perempuan itu sehat, agar bisa bertemu kembali dengan nya.

Setelah selesai berdoa, Fatih keluar dari dalam kamar, ia pergi ke tempat santri putra. Lelaki itu hendak mengajar, karena ia tahu kalau Raihan sedang tidak ada di pesantren.

Fatih berjalan pelan, sepanjang perjalanan, ia tak henti-hentinya berdzikir untuk menenangkan hati dan jiwanya.

Komen yuk say, seneng kalo banyak yang komen. Vote juga yah:) alurnya ketebak ya? Jawab!
Kira-kira kelanjutan nya gimana ya? Kalo gak rame, mending ga usah di lanjutin:( kecewa kalo gada yg komen/cuman dikit. Oke makasih;):

married with kiyai's son [Selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora