#30

3.9K 415 13
                                    

"Dari mana rasa ini berasal? Sebab rasa ini datang?Bagaimana pula ia bisa hinggap di hati begitu saja? Merayap bagai segerombolan lebah, tapi meninggalkan manisnya madu yg membuat diri ini candu."
Tn.B

Sang mentari sudah tenggelam di ufuk barat sana. Cerahnya langit yg sudah meredup, kini menghitam dalam gelapnya malam. Bulan dan bintang-bintang kini terjaga. Menghiasi sang gelap gulita.

Angin berhembus kencang, mendayu dayu menerpa kulit Langsat sang gadis yg tidak terbalut baju panjang. Ia mendekap sang pengemudi montor erat. Dengan telapak tangan yg di masukkan ke dalam saku sang laki laki. Kepalanya menyender, di punggung kokoh sang terkasih.

Garis lengkung dari sudut bibir terlihat dari balik halm full face sang pengemudi. Melirik sekilas spion montornya, ia tak tahu, bahwa hal sederhana ini sangatlah menyenangkan. Jantungnya kini berpacu dengan cepat, hatinya seakan berbunga bunga, ia bahkan tidak henti hentinya tersenyum. Katakan saja Jendral alay, tapi memang itulah kenyataanya.

Jendral sedikit menyesal, kenapa ia tidak pernah merasakan perasaan ini sedari dulu? Ini menyenangkan. Hidupnya seakan berwarna dan lebih hidup. Sekarang ia tahu, kenapa teman temanya berubah menjadi alay dan lebay saat memiliki kekasih. Oh, ternyata seperti inilah rasanya.

"Maaf."

Terdengar lirih, namun masih bisa di tangkap Ataya. Membuatnya langsung menaruh dagunya di atas bahu Jendral, "Kenapa minta maaf?"

"Maaf, gue udah ngehancurin ekspetasi lo. Maaf, karena ngk jadi ngajak lo jalan. Dan maaf karena gue nggak bis-"

"Ssttthh, nggak usah di pikirin. Lo nggak perlu jadi orang lain, gue lebih suka ngelihat lo jadi diri sendiri. Lo itu unik, Jendral. Dan gue suka. Jangan merendah lagi, oke?" Sahut Ataya berbicara tepat di telinga Jendral yg tertutup halm.

Tidak sadar senyum tipis kembali tersaji di bibir Jendral, namun kini senyumnya terlihat lebih turun beberapa senti. Memang benar, Jendral tidak bisa mengajak gadisnya pergi jalan jalan karena ada urusan mendadak. Dan waktu bersama mereka hanya berada saat di sorum montor tadi. Tapi tidak apa apa, itu cukup menyenangkan bagi keduanya.

"Makasih, little girl." Serius Jendral.

Puk.

"Geli tau, nggak usah sok iye deh ahahaha." Kekeh Ataya tak habis pikir. Cukup lucu mendengar Jendral sedari tadi memanggilnya dengan sebutan sebutan aneh menurutnya.

"Tapi makasih udah ngajak gue keluar hari ini,"

"Big baby."

"AAAA Jendral sialan! Jangan ngebut ngebut!" Umpat Ataya saat Jendral menaikkan pedal gassnya. Ia mengeratkan pegangannya.

Namun, di sisi lain Jendral sedikit kesal karena ucapan Ataya. Apa apa itu, Big Baby? Bukan dia sekali! Dia itu manly! Keren! Sangar! Kenapa di panggil Baby!? Pokoknya Jendral kesal! Dan tidak terima! Ingat itu.

"Jendral, gue emang sayang sama lo. Tapi, kalo lo mau mati jangan bawa bawa gue ya? Gue masih nungguin Jujutsu kaisen tau." Ataya terus mengoceh tak karuan. Dengan kata kata nyelenehnya yg absurd. Sampai sampai membuat Jendral geleng geleng kepala.

"Cewek gue, tampilannya aja Baddas. Aslinya bocah ternyata."

***

Athan, laki laki itu bergerak cepat sembari menjinjing sepatunya turun dari Taxi. Wajahnya nampak gusar, memucat, dan nampak ada beberapa peluh keringat yg keluar. Bibirnya bergetar, dengan beberapa doa yg ia ucapkan beruntun. Langkahnya semakin melebar kala melihat mobil sang Papi terparkir rapi di garasi rumah.

[JENDRAL] Vakum.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang