#25

5.1K 592 61
                                    

2691kata.
Uang parkir Jan lupa.

"Iy-"

Lidah jendral Kelu untuk mengucapkan sesuatu. Tubuhnya terpaku di depan pintu, matanya menatap datar sosok berjaz dengan tubuh tegap besarnya. Sedangkan yg di tatap menampilkan senyum tipis di ujung bibir.

"Hey boy. Pa-"

"PAPI NGAPAIN PULANG HUH?!" Pekik Jendral tak suka.

Papi Rajantara memaksakan senyumnya setelah kalimatnya di potong oleh sang anak. Memilih mengabaikan pertanyaan itu, Papi Raja memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Berjalan masuk kedalam rumah milik rekan bisnisnya dengan santai, lalu mendudukkan dirinya di sofa.

Jendral mendengus melihat tingkah papinya yg main nyelonong. Ia berjalan ke arah sofa depan sang papi dengan kaki yg sedikit tertatih. Lalu mendudukkan tubuhnya dengan hati hati, yg ketusuk emang kaki, tapi sakitnya sampai kemana mana.

Papi Raja menaikkan satu alisnya, menatap sang putra aneh. Tanganya bersedekap dada dengan kaki yg di silangkan. "Jatuh? Terkilir? Apa kena bogem?" Tanya Papi Raja yg sudah tau gelagat anaknya.

"Ketusuk." Jawabnya tanpa beban.

Jendral memakan Snack yg di siapkan dengan santai, kakinya ia angkat di atas meja. Sangat tidak sopan, namun mau bagaimana lagi ini adalah Jendral Rajantara. Sedangkan sang Papi tidak mempermasalahkan hal itu, ia tau kalau laki anaknya tidak bisa di tekuk untuk sementara ini.

"Yg menang kamu kan?" Tanya sang papi ikut memakan Snack di atas meja.

"Jendral Rajantara ngk bakalan kalah. Cuman kehilangan satu Caffe aja." Balas Jendral sedikit membayangkan caffenya yg hancur. Padahal itu salah satu Caffenya yg sangat ramai pengunjung.

"Kenapa bisa?"

Jendral menatap sekilas ke arah sang Papi yg nampak sekali basa basi. Namun ia tetap meladeni pertanyaan Papinya. "Musuh bang Belvin, mau balas dendam. Jendral di jadiin kambing hitam."

Papi raja sedikit kaget, tatapan matanya yg tajam meneliti gerak gerik anaknya yg sangat sulit di tebak orang lain. Namun berbeda lagi dengan dirinya, ia akan tahu dalam kedipan mata apa yg di rasakan oleh jendral.

"Apa kamu dendam sama dia?" Tanya papi Raja dengan alis yg naik satu.

"No! Jendral benci seorang pendendam. Dan jendral ngk bakalan jadi orang yg kaya gitu. Tapi mereka  ngusik jendral, yg ngk suka di usik sama sekali." Jelas jendral menatap tepat di manik hitam legam milik sang papi yg juga tengah menatapnya.

Papi raja menatap lekat manik Jendral, mencari kebohongan di sana. Namun tidak ada apa apa di sana. Rajantara hanya takut, takut kalau saja anaknya berbuat yg tidak tidak saat di rasuki setan yg bernama Dendam.

Oh tentu itu bukan hal bagus.

"Awas aja kalau kamu buat ulah lagi. Papi ngk akan segan segan ngelepasin kamu, terserah kalau kamu masuk penjara ngk bakalan papi keluarin. Ingat itu jendral." Jelas Papi Rajantara serius berbanding terbalik saat ia hendak kebelanda dengan sifatnya yg penuh candaan.

Jendral mendengar. Namun tak mau menanggapi apa yg di ucapkan sang papi. Sudah di katakan, biar berjalan mengikuti alurnya saja.

"Kamu ikut papi pulang sekarang."

Tapi, tidak dengan yg ucapan yg ini. Jendral langsung menatap sang papi dengan pandangan tak terima. Satu toples kaca di letakan di atas meja dengan kasar.

"Nggak."

"Pulang!"

"Nggak."

"Mau papi seret apa jalan sendiri hm?" Geram sang Papi yg kini sudah berdiri menjulang menatap tajam sang anak.

[JENDRAL] Vakum.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang