Imajinasi

2 1 0
                                    

Aku merasa tengah mengalami hari yang memuakkan; sial, bertemu dengan mantan yang menyebalkan—Rilo.

Meskipun sudah menjadi mantan, tetapi Rilo selalu saja mengganggu, bahkan mengikuti kemana aku pergi. Maka dari itu, aku selalu merasa sial bertemu dengan Rilo, seperti saat itu dalam perjalanan ke restoran—tempat ku bekerja menjadi pelayan.

"Nis, gua mau balikan sama lo."

Kalimat itu yang selalu dia ucapkan setiap bertemu. Bosan, muak dan tidak tahu, membuatku memilih diam tanpa memberikan jawaban.

Kehidupanku hanya fokus bekerja dan bekerja. Semua kulakukan hanya untuk melupakan dia, dan membiayai pengobatan kakak perempuanku—Nesi.

Salah satu ginjal Nesi yang tidak berfungsi, membuat dia harus cuci darah, dan tentu Anda tahu itu tidak mengeluarkan sedikit uang. Maka dari itu, aku berusaha mengumpulkan uang banyak, agar dia bisa segera menjalankan operasi transplantasi ginjal.

Karena gaji sebagai pelayan  tidak cukup, membuatku mencari pekerjaan sampingan—menjual diri. Aku tahu itu salah, tetapi demi Nesi semua harus dikorbankan, termasuk keperawanan.

Tidak hanya menjadi pelacur, aku juga menjadi model majalah dewasa. Dan dari sana aku bisa mengumpulkan pundi-pundi uang, sehingga dia bisa menjalankan operasi.

Akan tetapi, sejak bertemu dengan Rilo aku merasa malu. Sebelumnya aku  memutuskan Rilo karena mendengar obrolan dia dengan teman tongkrongan. Saat itu Rilo berkata, jika berpacaran denganku hanya untuk dara, bukan cinta, dan akan pergi setelah mendapatkan dara.

Akan tetapi, setelah kami putus beberapa tahun aku malah terjerumus dalam lembah. Hah, muak menelan ludah sendiri.

Udah meludah kena tanah ngapain kujilat, kan jadi muak.

Aku sebenarnya masih suka sama dia, tetapi  takut dimanfaatkan saat dia tahu, aku menjadi pelacur.

Sampai suatu ketika, aku mendapat pelanggan yang ternyata Rilo. Anda tahu dalam permainan dia memaki, kasar bahkan menghinaku.

Dan sehari setelahnya, dia mengancam akan menyebarkan video kami. Jelas aku tidak takut. Namun yang membuatku takut, saat dia mengancam memberitahu semua pada kakakku.

Tanpa takut aku mememui dia; di rumah. Aku memperlakukan dia seperti saat kami masih pacaran—membuatkan dia sarapan juga minuman, tetapi berbeda karena aku memberikan racun di dalamnya.

Puas saat dia mati dengan racun itu, dan itu artinya aku bisa menghapus semua bukti; main kami. Ya, meskipun akhirnya aku terpenjara di Rumah Sakit Jiwa.

Sedih, mereka semua menganggapku gila, karena mereka sering mengatakan, jika aku laki-laki dan semua hanya halusinasi.

"Rion, waktunya minum obat."

Cerpen Where stories live. Discover now