1 | Moving

3.9K 437 42
                                    

Jangan lupa masukin cerita ini ke library dan reading list kalian yaa 😁

***

"Anak ayah seneng nggak kita pindah ke Jakarta?" Rimba melirik bangku belakang dari rear view mirror.

"Seneng, Ayah." Jawab anak berambut panjang dari baby car seat. Senyumnya merekah melihat pemandangan dari jendela mobil.

Sudah beberapa bulan, wacana kepindahan mereka dari Surabaya direncanakan oleh Rimba dan Violetta, namun baru sekarang terealisasikan setelah mereka yakin bahwa lingkungan rumah mereka sudah tidak kondusif untuk perkembangan putrinya, Raline.

Raline lahir lebih awal dari jadwal kelahiran seharusnya.

Sejak awal Rimba dan Violetta memang sudah menyiapkan diri jika anak yang mereka lahirkan nantinya akan memiliki kekurangan seperti yang sering mereka dengar dari berbagai sumber bahwa kemungkinan anak yang terlahir dari Ibu yang belum matang rahimnya 70 persen terlahir cacat.

Dan benar saja, putrinya lahir dengan kelainan warna iris mata yang berbeda. Dan kondisi itu cukup langka, belum ada ilmu kedokteran yang bisa menyembuhkannya. Namun mereka bersyukur karena anggota tubuh putrinya yang lain masih normal, ditambah dengan paras putrinya yang menawan.

"Mau roti?" Tanya Violetta sambil menunjukkan roti dengan isian krim dan meses kesukaan Raline.

Dengan senyum cerah Raline menerima roti pemberian Bundanya lalu memakannya dalam gigitan besar.

"Pelan-pelan, sayang." Violetta meraih tisu lalu mengusap sudut bibir Raline yang sudah belepotan krim dan meses.

"Bunda sakit? Ada cahaya merah di badan bunda." Kata Raline setelah menyelesaikan makannya.

Violetta dan Rimba saling berpandangan.

"Bunda nggak sakit kok, sayang." Violetta berusaha meyakinkan putrinya.

Namun Raline menggeleng keras. Dia masih yakin dengan penilaiannya.

"Bunda merah lo. Artinya sakit." Kata Raline dengan mata menghunus tajam. Membuat Violetta seperti masuk ke dalam jurang kebiruan dari sebelah mata Raline.

"Iya, Bunda sakit dikit aja. Kan Kakak Raline mau punya adek." Ucap Violetta akhirnya. Sia-sia saja berbohong dengan putrinya yang berusia lima tahun ini. Sejak ia mengenal warna, gadis cilik itu sering kali mengasosiasikan seseorang dengan warna. Seperti barusan.

"Adek bayinya nakal ya, di dalam perut Bunda?" Tanya Raline polos, membuat Violetta dan Rimba tertawa bersama. Anak lima tahun tetaplah anak lima tahun.

***
"Mah.. itu siapa yang mau tinggal  di sebelah rumah kita?" Tanya Orion, bocah sembilan tahun yang sedang menonton truk yang sedang menurunkan properti rumah tetangganya.

"Rumah tetangga baru lah, Yon." Jawab Mamanya asal. Masih sibuk memilih ikan mana yang paling segar di box mobil sayur langganan di kompleks perumahan.

"Iya.. Orion tahu itu tetangga baru, tapi siapa Mah?" Tanya Orion lagi, kini bocah itu mengalihkan matanya ke dagangan tukang sayur.

"Orion mau ayam aja Mah." Lintang, Mama Orion mendelik.

"Ayam teros! Besoknya bertelor tahu rasa lu Yon." Sahut Bu Endah, Ibu-Ibu yang juga sedang berbelanja.

"Tahu tuh, udah dibilangin masih aja. Maunya cuma makan ayam doang." Keluh Lintang melihat anaknya yang kurus seperti penyakitan karena sulit makan. Namun Ibu muda itu tetap memasukkan ayam potong ke dalam keranjang belanjaannya.

"Sudah sana, main di dalem rumah aja." Tukas Lintang lagi saat sudah menyelesaikan belanja. Dan diangguki Ibu-Ibu yang lain.

Orion mengikuti Mamanya masuk ke rumah, meski sesekali ia melirik ke rumah sebelah yang masih ramai dengan petugas yang kini sedang memasukkan kardus-kardus besar ke dalam rumah.

TERSESAT (Terdampar Season II) (END_revisi)Where stories live. Discover now