Part 14

9.3K 1.1K 59
                                    

"Kamu? Dimana Arsene dan Eki?"

Pertanyaan Marwah adalah yang menyambut mereka pertama kali ketika Betari dan Devon tiba di kediaman Arsene.

"Mereka masih ada di rumah Nenek Gendis, Ma," sahut Betari seadanya.

"Loh Tari?" Suara sang papa menyusul tak lama kemudian. Pria itu menunjukkan keheranannya ketika melihat sang putri bergeming di teras bersama pria asing.

"Eki sama Arsene masih menginap di rumah Nenek, Pa. Dan Tari kesini cuma mau ambil mobil dan juga pakaian Tari ," tutur Betari tanpa basa-basi. Lagipula tujuannya kembali kerumah itu memang hanya untuk mengambil kepunyaannya.

"Kamu udah mau pulang?" Ganjar nampak terkejut mendengar penjelasan Betari. "Ini?" Lalu ia menunjuk Devon dengan tatapan bertanya.

Betari menoleh ke Devon dan balas tersenyum pada pria itu. "Oh, ini Devon, Pa."

Jawaban singkat Betari, membuat Devon kesal. Detik berikutnya ia berdekham sebelum mengulurkan tangannya pada Ganjar. "Kenalkan Om, saya Dev. Calon mantunya Om dan Tante."

Betari memelototi kekasihnya itu, tapi Devon abaikan. Pria itu malah menyengir dengan bangganya. Kemudian Betari mengangguk pada Ganjar yang seperti menunggu penjelasan darinya.

"Oh begitu?" Ganjar balas tersenyum. "Kenalkan saya papanya Tari." Ia menyambut uluran tangan Devon dengan ramah. "Dan ini mamanya Tari. Ma...." Lewat tatapan, Ganjar meminta sang istri untuk menyalami Devon.

Betari melihat Marwah yang nampak ogah-ogahan menuruti titah Ganjar sebelum akhirnya meninggalkan mereka bertiga begitu saja.

"Kalau begitu ayo masuk!"

Ajakan Ganjar membuat Betari dan Devon mengalihkan tatapan mereka dari kepergian Marwah yang kini punggungnya sudah tak nampak lagi setelah memasuki bagian dalam rumah.

"Kamu duduk dulu aja ya. Aku Cuma ambil pakaian aja kok sebentar." Tanpa banyak basa-basi Betari meninggalkan Devon bersama Ganjar. Ia langsung menuju kamar yang sebelumnya pernah ia tempati, untuk mengemasi beberapa potong pakaiannya.

Beberapa saat berselang, suara derit pintu di susul oleh kemunculan Marwah menyita perhatian Betari yang kala itu tengah memasukkan pakaian kedalam paper bag miliknya. Ia menatap ibu tirinya itu dengan penuh tanya.

"Kamu benar-benar akan pergi?" tanya Marwah dengan nada tak ramah sebagaimana biasanya.

Betari mengangguk, tapi tak mengubah ekpresinya yang kebingungan.

Jawaban Betari di balas dengkusan oleh Marwah. "Kamu memang tidak bisa di andalkan ya Tari," balasnya sengit.

"Maksud Mama?" Betari menghentikan aktifitasnya, menatap Marwah bingung dan waspada. Sebenarnya ia ingin tidak peduli, mengingat ini bukan kali pertama ia diperlakukan sinis oleh wanita itu. Tapi entah mengapa ia begitu penasaran kali ini? Kesalahan apa lagi yang sudah di perbuatnya hingga kembali memancing amarah Marwah?

"Keinginanmu sudah tercapai. Sekarang Saira sudah tiada. Tidak bisakah kamu tetap disini?"

Betari melihat mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca. Tapi lantaran kata-kata pedas yang keluar dari mulutnya, Betari tak dapat bersimpatik padanya. "Keinginan Tari?" Ia menggeleng. "Maaf Ma, Tari nggak ngerti maksud Mama."

Marwah mendengkus, matanya yang merah menatap Betari dengan merendahkan. "Jangan belaga bodoh. Kamu jelas-jelas tahu apa maksudku." Berdecih keras, ia memalingkan wajahnya.

Betari mengepal lalu menarik napasnya dengan panjang. "Maaf Ma, Tari nggak ada waktu untuk menebak-nebak maksud mama. Sekarang Tari harus pergi, permisi." Tidak ingin membuang waktu lagi, Betari menenteng paper bag yang sudah terisi pakaiannya lalu melewati Marwah yang berdiri di dekat pintu.

"Jadi apakah pria itu lebih kaya dari Arsene?"

Pertanyaan dengan nada tajam itu membuat langkah Betari berhenti. Membeku di tempat sembari mengeratkan genggamannya pada tali paper bag. Entah apa tujuan Marwah terus menerus memprovokasi dirinya?

"Sepertinya iya. Itulah kenapa kamu lebih memilih dia di banding berada di sini," sambung Marwah menatap Betari sinis.

Setelah menghela napas sejenak, Betari menoleh dari bahunya. "Apa sih mau Mama sebenarnya?" Perlahan ia memutar tubuhnya, menghadap Marwah. "Kenapa Tari merasa ... Mama seperti sedang berusaha menahan Tari disini?" Senyuman pahit kemudian terurai di bibir. "Tolong katakan itu tidak benar, Ma."

Alih-alih marah seperti sebelumnya, Marwah justru terdiam. Seolah membenarkan dugaan Betari.

Kebungkaman Marwah seketika memancing tawa Betari. "Jadi benar, Mama ingin Tari disini?" Terkejut bercampur geli, Betari melihat mama tirinya itu. "Astaga ... Jangan sampai adik-adik kesayangan mama tahu soal ini, bisa-bisa mama di tertawakan oleh mereka."

"Aku ingin kamu disini karena Eki. Dia menganggapmu adalah Saira. Kepergianmu pasti akan membuat Eki kembali sedih. Dia sudah pernah mengalami itu ketika Saira terbaring koma," ucap Marwah dengan suaranya yang sedikit bergetar. Sepasang netranya yang basah membuat Betari membeku.

"Membiasakannya hidup tanpa Maminya akan jauh lebih baik untuk Eki, di banding dia harus menganggap orang lain sebagai ibunya. Tari mengatakan ini karena Tari pernah merasakannya, rasanya sangat menyakitkan ketika kebenaran terungkap dan kita baru tahu siapa diri kita sebenarnya." Betari memberikan tatapan sendunya. "Maaf Ma, karena Tari nggak bisa bantu. Tari harus segera kembali ke Surabaya, kasihan Devon takut kelamaan nunggu di bawah." Betari sudah kembali melangkah ketika ucapan Marwah selanjutnya memaku kakinya lagi.

"Apakah keluarganya tahu tentang statusmu yang anak haram? Aku khawatir mereka tidak bisa menerimamu sebagai anggota keluarga mereka!"

Memejam sejenak, Betari kemudian berbalik, dengan kemarahan yang di tekannya agar tidak nampak. "Terimakasih sudah mengkhawatirkan Tari. Tapi apapun itu tanggapan mereka nanti, Tari akan menerimanya dengan lapang dada." Mengulas senyumnya sejenak, Betari kemudian kembali beranjak.

Jawaban Betari membungkam Marwah sehingga ia tidak lagi melontarkan kata-katanya untuk menahan kepergian Betari. Kali ini, ia harus menerima rencananya gagal. Tapi tidak untuk lain kali. Betari harus tetap disini untuk menjaga cucunya, sebab ia tahu hanya Betarilah yang mampu memberikan kasih sayang tulus untuk Eki. Ia sudah melihat sendiri saat di pemakaman. Bahkan meski Saira pernah menyakitinya, Betari tetap datang di hari pemakamannya dan juga mau membantu merawat Eki beberapa hari ini.

Sesungguhnya sejak awal ia tahu Betari adalah gadis yang baik. Ia juga tahu kalau insiden di tangga itu bukan kesalahan Betari. Tapi kebenciannya pada Betari yang merupakan anak hasil selingkuhan suaminya dengan sang mantan, membuat mata hati Marwah tertutup. Rasanya ia masih sulit menerima penghianatan Ganjar hanya karena ia belum bisa memberi suaminya itu anak setelah lima tahun pernikahan. Terlebih setelah ibu kandung Betari meninggal karena sakit, Ganjar memintanya untuk merawat Betari yang kala itu masih berusia satu tahun. Rasa takut di tinggalkan oleh Ganjar membuat Marwah terpaksa merawat Betari.

Kadang kala, ia merasa bersalah atas sikapnya kepada Betari. Tapi setiap kali melihat Betari membuatnya teringat pada perempuan itu-perusak rumah tangganya. Kebencian pun akhirnya muncul pada Betari yang tidak salah apa-apa.

Beberapa hari ini Marwah sudah menyiapkan rencana agar Betari tidak bisa kembali ke Surabaya. Ia bahkan tidak mempermasalahkan ketika Arsene dan Betari membawa Eki menginap berhari-hari di tempat lain. Ia memang sengaja ingin membuat Eki menjadi dekat dengan Betari agar memuluskan rencananya. Lagipula ia yakin, sampai sekarang Betari masih mengharapkan Arsene. Jadi tidak masalah bukan jika ia ingin mendekatkan kembali keduanya? Namun siapa sangka jika tebakannya salah, Betari sudah memiliki kekasih. Dan hal itu membuatnya harus mencari cara lain untuk membuat Betari kembali berada disini.

***

Tbc

Maaf part nya gak panjang, semoga tetep suka ya🤗

Jangan lupa tinggalkan komentar 😘

Love

Neayoz😘

Kepingan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang