Keep On Cheering! (part 2)

Mulai dari awal
                                    

"Baik, Kak. Maaf ya Kak..."

Setelah kerumunan itu membubarkan diri dengan canggung, Chandra kembali menghadapi Riga.

"Sori, tapi cewek gue nggak bisa pergi sama lo dulu kalo kondisinya kayak gini--"

"Kak, nggak papa. Ini nggak parah kok. Dikompres bentar aja juga pasti baikan." Fian berkata sengau, lalu dia menoleh pada Riga, "Ga, tunggu ya. Gue ambil kompresnya dulu."

Riga masih memandangi Chandra dengan tatapan menusuk, sebelum akhirnya dia memutuskan pandangannya dan beralih menatap Fian. Sorotnya mencair, "Oke."

Ketika Fian dan Chandra tiba di ruang ganti yang kosong, Chandra mendudukkan Fian di salah satu kursi panjang di antara loker dan dengan sigap mengambilkan cold pack dari lemari obat. Dia meremas-remas cold pack itu sebelum menempelkannya perlahan pada hidung Fian.

"Makasih Kak..." Fian memegangi cold pack itu. Suhu dingin dari kompres terasa nyaman di hidungnya.

Chandra berlutut di hadapan Fian dan menatapnya dengan sorot khawatir, "Mendingan?"

Fian mengangguk mengiyakan. Chandra tersenyum dan meletakkan tangannya di puncak kepala Fian, mengacaknya lembut.

Namun Chandra tak kunjung melepaskan tangannya dari kepala Fian, dan Fian memandanginya kebingungan. Cowok itu kemudian menurunkan tangannya dan menyingkirkan perlahan kompres yang tengah dipegangi Fian di hidungnya. Ketika mendapati sepasang mata Chandra tengah terfokus pada bibirnya, Fian merasa jantungnya berjungkir balik.

Ya ampun...

Masa...?

Kemudian satu tangan Chandra berpindah ke leher Fian. Tubuh Chandra terasa semakin condong ke arahnya, dan wajah itu terasa semakin dekat. Fian dapat melihat betapa lentik bulu mata yang menghiasi sepasang mata teduh itu, mata yang saat ini menguncinya dengan tatapan yang sayu...

Ketika Chandra memiringkan wajahnya sekian derajat, refleks Fian memejamkan mata kuat-kuat.

Gue cuma pengen lo hati-hati.

Fian membuka matanya lagi.

"S-STOP!"

Chandra terhenti. Fian mengerjap, menyadari kedua tangannya telah berada di bahu cowok itu, menahannya untuk mendekat lebih jauh lagi dari ini. Fian menelan ludah dan tergagap.

"Maaf, Kak... aku... aku nggak..."

Chandra menundukkan kepalanya menghadap lantai selama beberapa saat. Kedua tangannya yang bertumpu di permukaan kursi di samping kiri-kanan tubuh Fian mengepal. Fian dapat melihat cowok itu menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya dia menegakkan kembali kepalanya.

"Harusnya aku yang minta maaf." dia memandangi kedua mata Fian bergantian. Kemudian tatapan itu kembali turun, membuat Fian terkesiap. Tatapan dengan sorot yang gelap, yang kembali terfokus hanya pada bibir Fian. "Kamu terlalu--"

"Kak... maaf, aku... ditungguin Riga." Fian berusaha menjauhkan diri sepelan dan sesopan mungkin. Fian berdiri dan mengambil kompres yang terjatuh ke lantai akibat disingkirkan oleh Chandra tadi. Fian memberanikan diri menatap Chandra yang juga sudah ikut berdiri bersamanya, dan betapa leganya dia mendapati sorot gelap di matanya telah sirna. Ekspresi cowok itu terlihat lembut seperti biasa.

"Telpon aku kalo kamu udah sampe rumah ya." Chandra berujar.

Fian mengangguk dan melambai. Ketika sudah berada di luar ruang ganti, dia menutup pintu di belakangnya dan mendesah panjang. Fian lega Chandra tidak mengikutinya.

CanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang