Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 18

Bắt đầu từ đầu
                                    

“Pergi. Ngelihat muka lo aja bikin gue muak tahu enggak, sih. Gue beneran hampir mati padahal yang berurusan itu lo bukan gue, Ta?!”

“I-iya. Gue tahu ini semua salah gue, gue minta maaf gue beneran enggak ada niatan bikin lo celaka.”

Sebanyak apa pun Tirta berbicara Ikmal berakhir mengabaikannya, anak itu diam saja tak mau membalas kata. Tirta menundukkan kepalanya dalam–dalam ia kehilangan pesinar dari wajah Ikmal yang biasanya tampak ceria, kini Ikmal sungguh berbeda ia rasa dunianya hancur seketika.

“Kalau lo beneran enggak bisa maafin gue, enggak bisa ngasih gue kesempatan buat ngomong. Setidaknya dengerin gue sebentar aja, Mal.” Tampaknya Ikmal tertarik akan perkataan Tirta barusan.

Ikmal mulai menolehkan wajahnya menatap pias tampan sahabatnya yang tak lagi baik–baik saja. Menghela napas kasar dan melangkahkan kakinya untuk mendekat, “bilang sama orang-orang kalau Talita enggak mati bunuh diri. Bilang sama Papa dan semuanya kalau selama ini gue udah hidup dengan baik, kalau gue mati tolong jadi saksi. Kalau gue udah berusaha jadi yang terbaik.”

Setelah berkata demikian Tirta melangkahkan kakinya keluar, meninggalkan jejak–jejak penuh keputusasaan yang membuat Ikmal merasa amat bimbang. Ia tak mengerti apa–apa ia memang baru saja mengetahui tentang persoalan kematian Talita, desas-desus kematiannya yang katanya sengaja menjatuhkan diri dari ketinggian.

Mengakhiri hidupnya yang menyedihkan padahal Talita punya kehidupan yang terbilang menyenangkan. Meski hidup tak begitu baik, penuh rusak gadis itu tetap bisa tersenyum. Ikmal memtusukan untuk mengambil ponselnya yang sempat tergeletak begitu saja di atas nakas, mencari nama Tirta lalu mengirimnya pesan.

|Lo enggak ada niatan buat mati sekarangkan, Ta?
05.24

──────── (´A`。 ────────

Perusahaan mendiang papanya—Raka tidak akan pernah jatuh ke tangannya jika semisalnya sang kakak tidak dinyatakan hilang, kemungkinan besar dia juga sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat terbang kala itu. Raka tak menyangka sebegitu mudahnya sang Papa memberikan hak yang seharusnya kakaknya pegang.

Ada gurat penuh kebahagiaan di campur kesedihan ia juga harus menikahi Tania, anak dari pemilik perusahaan terbesar yang berpengaruh akan saham orang tuanya waktu itu. Raka tak pernah berpikir secara logika ia pikir semuanya akan baik–baik saja ia akan tetap menikahi Tania, dan mencoba melupakan Dita akan tetapi itu pun sia–sia saja. Raka bercinta bersama Dita di belakang Tania menyembunyikan semuanya sehingga wanita itu memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Raka tak pernah memikirkan perasaan Tania, ia juga mengabaikan Tirta yang terlahir karena percintaan mereka. Anak itu harus menjadi korban akan ketidaknyamanannya seorang Raka karena harus menikah terpaksa. Seharusnya Tania menikah dengan Raski—Kakaknya jika sang tertua tidak dinyatakan meninggal dunia.

“Kenapa baru pulang?”

“Bukan hak Papa buat ngelarang apa pun yang aku lakukan. Lagi pula aku sudah tahu semuanya Papa enggak sayang sama aku, kan. Aku tahu dari perkataan Papa selama ini yang selalu mematahkan keinginanku.”

Mendengar ucapannya membuat batinnya terluka. Raka tak menyangka bila kini Tirta telah tumbuh dewasa, anaknya tak lagi seperti dulu yang hanya bisa menangis ketika ia memilih pergi di saat sang putra mengajaknya bermain bola. Tatapan tajam itu menatapnya tajam ada rasa penuh sesal nan emosional yang memicu amarahnya juga.

𝗣𝗮𝘁𝗮𝗵 | 𝗛𝗮𝗿𝘂𝘁𝗼 Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ