Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 8

Mulai dari awal
                                    

“Guma bisa buat ini kami, Ta, Mal. Jadi tolong di makan gue seharusnya bawa bahan-bahan masakan biar enggak keteteran,” ujar gadis bersurai sebahu itu.

“Salah siapa ikut. Padahal kan enggak ada yang ngajakin,” sambung Ikmal tiba-tiba sambil menatap sinis ke arah Talita.

Merasa di sindir oleh perkataan Ikmal. Talita pun merasa kesal, gadis itu kemudian menginjak kakinya tanpa berperasaan.

“Argh! Sakit, Ta.”

Sembari menyeringai dan meniupi kuah soto yang berada di atas sendok untuk segera ia suapkan ke mulut Tirta, Talita pun berkata. “Makanya enggak usah belagu, wek.”

Keduanya tertawa saling bercanda dan mrngejek satu sama lainnya. Melihat mereka bahagia entah kenapa Tirta merasa lega, rupanya ia masih bisa merasakan kebahagiaan. Ia pikir ia akan berakhir demikian tanpa menjumpai happy ending pada kehidupan, rupanya Tirta salah besar. Sedangkan Dita yang tidak sengaja melihat keduanya tanpa sengaja sudah menghibur Tirta.

Membuat Dita benar-benar merasa lega dan bahagia. Ia tidak pernah melihat Tirta tersenyum begitu lebarnya secara cuma-cuma, pertama kali ia melihat Tirta. Anak itu sangat berbeda cenderung bersikap dingin dan tidak banyak berujar. Ia akui bila Tirta itu telah bahagia berharap jika nantinya anak itu pun akan baik-baik saja.

──────── ('A`。 ────────

Kepulangan Talita dan Ikmal menjadi akhir dari kegaduhan di dalam kamar Tirta. Sang pemiliknya telah terpejam, mengistirahatkan tubuhnya yang pastinya sangat kelelahan. Dita mengetuk pintu tersebut pelan akan tetapi tak kunjung di bukakan merasa bila Tirta telah terlelap.

Wanita itu pun memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar, mencari skalar sebagai penerangan kamar dan mendapati Tirta yang memang sudah benar-benar terpejam. Dita melangkahkan kakinya perlahan kemudian duduk di atas ranjang, menyingkirkan beberapa helai rambutnya yang memanjang.

Tanpa sadar karena sudah terlalu menaruh akan kasih sayang. Dita pun mendaratkan belah bibirnya di atas dahi Tirta, mengecupnya lama dan mulai menggenggam jemarinya.

“Papamu memang kasar, Ta. Dia juga yang udah bikin kamu terluka, tapi sekuat apapun Papa. Mama juga bakalan berusaha membuat kamu bahagia sama seperti Dirga di mata Mama. Kalian itu sama saja dan—” Dita tak kunjung melanjutkan ucapan. Karena sejatinya ia sudah meluruhkan air matanya sendiri menjadi hujan.

Menghapus basahan di pipinya perlahan sembari menatap rupa indah sang putra. Tirta bukan anak yang pandai menyimpan rasa sakitnya, bukan juga anak yang berbohong bila dirinya baik-baik saja.

“Sejujurnya Mama suka sama kejujuran kamu. Kamu enggak pernah berbohong tentang rasa sakit, tentang ke-tidak adilan kamu hidup setelah Mama Tania meninggal.” Frasanya lagi-lagi tak mampu terlanjutkan, Dita memutuskan untuk segera keluar.

Ia takut bila Tirta mendengar isakan yang bertambah kencang dan membuatnya terjaga di tengah malam. Dita sempat meraba surai putra tirinya, merasakan sendiri sensasi hangat yang begitu ketara. Menandakan bila sebenarnya Tirta masih belum baik-baik saja. Akan tetapi Dita tidak mungkin berlama-lama di kamarnya.

Sebab Raka akan segera pulang. Suaminya selalu pulang malam, dan terkadang mengajak Dirga yang katanya kesepian. Dita tidak ingin Raka datang masuk ke dalam kamar kemudian mengusik Tirta yang sedang terpejam dengan damai. Dita akan memastikan bila Tirta baik-baik saja apapun caranya, “sebisa mungkin Mama bakalan berusaha menjadi Mama yang terbaik buat kamu, Ta. Walaupun sekarang belum bisa setidaknya Mama bakalan berusaha.”

Ketika Dita menutup pintu dan langkah kakinya tak lagi terdengar, Tirta membuka binar. Padahal ia sama sekali belum bisa terpejam. Tiba-tiba saja rasa pening menyerang itu sebabnya ia belum juga terpejam. Tirta menatap pintu yang sudah tertutup dari luar, memperhatikan sekali lagi kepedulian Dita yang sempat diberikan.

“Tante Dita bukan Mama. Sampai kapanpun Mama Tania enggak akan bisa digantikan oleh siapa-siapa.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Typo, abaikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Typo, abaikan. Bakalan ada perbaikan ya-walaupun entah kapan, yang terpenting selamat tinggal berjumpa lagi di hari berikutnya

— Selasa, 8 Februari 2022 —

𝗣𝗮𝘁𝗮𝗵 | 𝗛𝗮𝗿𝘂𝘁𝗼 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang