[17] Kejutan Membahagiakan

167 78 2
                                    

Permisi~~

Hehe, maaf Dhika hiatus dulu, ya! Baru bisa publish sekarang. Huhu, sedih sih nggak bisa update sesuai yang udah disepakatin. Tapi balik lagi, kalian bisa stay di sini dengan cerita ringan Dhika, atau udahan karena lelah menunggu wkwk.

Semoga suka dan selamat membaca!

"Dhika?"

Gadis itu terkesiap, mengalihkan pandangan mendapati Olyn masuk ke kamarnya. Ia melihat putri tercintanya duduk menyendiri di pinggir ranjang seraya memegang ponsel. "Iya, Ma? Ada apa?"

"Sore ini kamu sibuk?"

Dhika menggeleng seraya mendekati Olyn. "Nggak. Tadi baru selesai main game, tapi kalah terus." Ia mencebik kesal saking tidak berbakat menjadi pro.

Senyum Olyn terbit dan mengusap lembut puncak kepala putrinya. "Temani Papa kamu sore ini ke rumah temannya, ya? Papa kamu lagi manja, butuh bantuan biar ada yang temani di mobil. Katanya lebih suka suara ceriwis kamu dibandingkan suara musik di mobil."

"Mama ... masa harus jujur, sih," rengek Dhika, membuat Olyn tertawa geli.

Tapi gadis yang mengenakan kaus pendek dipadukan celana pendeknya itu pun mengangguk. Ia berseri. Setidaknya bisa mengalihkan pikiran selama dua hari ini pasca kejadian yang membuatnya terus bertanya mengenai keadaan Neal.

Pria itu tidak masuk selama dua hari dan Dhika tidak bisa mendapati kabar apa pun saat ponsel Neal tidak aktif. Gelisah tentu saja yang ia rasakan. Karena bagaimanapun, trauma Neal dipicu oleh pria itu yang membantunya keluar dari gudang belakang sekolah. "Ya udah, kamu siap-siap, ya. Papa kamu buru-buru tadi sampai rumah dan minta Mama yang bilang sama kamu untuk ikut Papa."

Dhika segera mengangguk hormat dan bergegas bersiap diri menemani Papanya. Jika ke rumah teman, artinya Dhika harus memilih baju yang paling sopan menurutnya. Gadis berkuncir kuda itu melihat walk in closet miliknya, mencari pakaian yang tidak terlalu terbuka. Ia memilih setelan jaket denim berpadukan kaus tanpa lengan dan celana jeans panjang. Dhika mengambil sneakers kesayangan miliknya dan bergegas secepat kilat mulai mengganti pakaiannya.

Setelah selesai, Dhika dengan semangat menuruni anak tangga, lalu mendapati Papanya baru saja masuk dari arah garasi. "Sayang, mobilnya udah siap. Yuk, anterin Papa dulu. Mama kamu takut Papa pergi sendirian," cetusnya dan langsung dibalas pukulan tepat di lengan Julian.

Kedua sudut bibir Dhika berkedut. "Ternyata Mama yang cemburuan, ya, Pa? Pantesan aja, minta ditemani. Dikha pikir, karena permintaan Papa."

"Alasan Mamamu aja," balasnya.

"Kamu itu masih aku pantau, ya."

"Kan udah dibilangin, aku mau pergi ke rumah—"

"—udah, pergi aja sana, nanti keburu magrib. Sekalian mau makan malam bersama, kan?"

Julian mengangguk pelan dan dilanjuti cengiran menatap putrinya, memberikan kode. "Nanti kita pulang sebelum makan malam aja, ya, Nak. Jalan-jalan dulu ke mal atau mengulur waktu untuk pulang lama."

"Dhika! Jangan diturutin permintaan Papa kamu! Papamu masih dalam pemantauan Mama, ya!"

Dhika tertawa mendapati Julian dicubit tepat di lengan dan Olyn tidak membiarkan lelaki itu lepas begitu saja.

Sungguh pemandangan indah bagi Dhika di sore hari ini.

**

Dari dalam mobil, Dhika mengamati rumah tingkat dua dengan halaman cukup luas dan terkesan bergaya American Classic. Ini kali pertama Papanya membawa Dhika ke area perumahan baru di sini dan ia pun tidak bisa menebak, teman mana yang akan dilihat oleh Dhika. Karena biasanya ia memang sering dikenalkan oleh teman Papanya.

GADIS INDIA KWWhere stories live. Discover now