PROLOG

29 1 0
                                    

Suara mesin yang begitu halus perlahan masuk ke indra pendengaran seorang wanita pertengahan dua puluh tahun yang telah terbaring koma selama tiga minggu di ranjang VVIP rumah sakit, dan menyadarkan si empunya untuk membuka mata.

Cahaya silau yang menyambutnya saat membuka mata ternyata berasal dari senter kecil yang disorot oleh seorang pria tiga puluh tahun yang mengenakan pakaian putih. Dokter tersebut reflek menjauhkan senternya setelah menyadari pasiennya telah terbangun dari koma.

"Pasien telah sadar dari koma. Bawa tim secepatnya." ucapnya begitu pada speaker di samping ranjang Alena.

"Nyonya Alena?"

Pasien bernama Alena itu spontan menyahut namun tenggorokannya tercekat karena kering. Sang dokter membantunya mengambil minum dan menahan gelas untuknya hingga dahaganya lepas.

Dokter tersebut tahu bahwa pasiennya akan bertanya-tanya kepadanya, jadi ia lebih dulu menahan wanita tersebut untuk tetap tenang dan membiasakan diri dulu dengan pita suaranya yang sempat berhenti bekerja selama 15 hari ini. Untungnya, pasiennya ini menurut kepadanya, wanita tersebut mengeluarkan suara pelan-pelan dengan volume yang kecil secara bertahap. Hingga akhirnya suaranya kembali normal lagi meskipun masih agak sedikit terdengar berbeda.

"Saya kenapa bisa di sini? Apa yang sudah saya lewatkan?" tanya Alena ketika sudah berhasil mengeluarkan kalimat panjang. Matanya menelusuri seluruh perban yang meliliti tubuh bagian kanannya dan menatap dokter tersebut untuk segera menjawabnya.

Sang dokter pun mendekatkan kursinya ke Alena dan mulai menjelaskan secara perlahan mengenai apa yang sudah terjadi secara perlahan.

"Sebelumnya perkenalkan saya Hendri Ranz, panggil saja Dokter Hen. Saya dokter spesialis ortopedi yang ke depannya akan membantu Nyonya Alena untuk penanganan pasca kecelakaan. Tadinya saya akan menunggu Nyonya benar-benar sudah tenang, namun karena sepertinya Nyonya sendiri juga sudah cukup sadar untuk menerima informasi dari saya sepertinya tidak usah ditunda lagi. Saya akan menjelaskan pelan-pelan saja kepada Nyonya, tidak perlu ada yang dikhawatirkan.

Sekarang, Nyonya baru saja bangun dari koma. Nyonya mengalami kecelakaan maut yang terjadi di pusat kota tiga minggu yang lalu. Sekedar info, kecelakaan itu menewaskan 28 orang, dan Nyonya harus bersyukur karena Nona adalah satu-satunya korban yang selamat dari insiden itu dan berhasil melalui masa kritis. Banyak orang dari seluruh negeri yang mengkhawatirkan Nyonya dan turut berdoa atas kepulihan Nyonya."

Alena tercengang mendengarkannya. Seumur hidup tidak pernah mengira bahwa dia akan mengalami yang namanya koma dan bahkan sampai didoakan oleh orang-orang di seluruh negeri. Bayangkan saja seberapa banyak saluran berita yang telah menayangkan insiden itu dan melaporkan perkembangan pemulihannya selama tiga minggu ini. Rasanya seperti menjadi bintang utama nusantara dan dia tidak perlu berusaha keras untuk menjadi terkenal. Meskipun bayarannya adalah rasa sakit yang begitu besar.

"Apa saya akan didatangi oleh reporter setelah ini, Dok?" tanya Alena setelah sadar dari lamunan liarnya.

"Tenang saja, ruangan Nyonya sekarang ini adalah VVIP yang tidak akan bisa ditembus oleh reporter dan orang lain yang tidak berkepentingan. Sampai Nyonya diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Nyonya akan baik-baik saja di sini dan fokus saja dengan program pemulihan." ujar Dokter Hendri lembut. Alena kembali tercengang.

VVIP KATANYA?? BAHKAN BUKAN VIP?!

'JAN MAEN-MAEN DOK, SAYA INI MISKIN. MANA BISA SAYA TEBUS BIAYANYA NANTI!'

Alena menjerit di dalam hati. Tidak sanggup membayangkan akan sesusah apa nantinya saat dia sudah pulih sepenuhnya. Dia hanya  seorang traveller yang kliennya masih bisa dihitung jari satu tangan, bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja masih tersendat-sendat.

"Nyonya harus mempersiapkan diri untuk program pemulihan selanjutnya. Tapi sebelumnya akan ada prosedur pemeriksaan terlebih dahulu. Saya akan beri jadwalnya sesegera mungkin."

Alena harus menghentikan segala bentuk layanan VVIP ini dari sekarang secepat mungkin.

"Dokter tunggu sebentar. Sepertinya saya lebih suka ditempatkan di bangsal biasa saja, tidak perlu yang VVIP seperti ini. Selain itu sebelumnya saya juga sedang tidak sadar, jadi bukan saya yang minta ruangan VVIP ini, jadi untuk biayanya..."

Alena berhenti bersuara saat melihat Dokter Hen mengeluarkan tawa halus yang lumayan membuatnya tertegun.

"Dokter kenapa tertawa?" tanya Alena memastikan. Setengah jengkel juga di dalam hati. Seperti diejek karena ketahuan miskin.

"Bukan, bukan. Saya hanya merasa lucu mendengar Nyonya Alena yang sepertinya khawatir masalah biaya. Nyonya tenang saja, semua biayanya tidak akan dilimpahkan kepada Nyonya. Masa iya bintang kecelakaan maut di negeri ini yang harus menanggung beban biaya perawatannya." ujar Dokter Hen jenaka.

Alena untuk yang pertama kalinya -setelah sadar dari koma- menghembuskan nafas lega yang benar-benar lega. Dia akhirnya tidak perlu mengurus masalah biaya dan tinggal menikmatinya saja. Selesai ini semua, dia harus segera mengumumkan rasa terima kasih banyaknya kepada orang-orang yang dengan ikhlas membantu pengobatannya.

Setelah itu, perawat lainnya datang ke kamarnya dengan membawa peralatan yang dibutuhkan untuk memeriksanya.

Selama sore itu, Alena sering melihat ke luar kaca jendela yang memenuhi dinding luar, matanya terus memandang langit sore yang mulai berubah warna menjadi jingga, tanpa suara dan tanpa ada yang mengganggunya.

Alena sadar bahwa dia diberikan Tuhan kesempatan hidup satu kali lagi untuk dijalani dengan penuh semangat dan rasa syukur. Alena yakin untuk memulai kembali kehidupannya dengan sangat baik yang sebelumnya terasa sia-sia.

----------

Hope You Like It And Feeling Enjoy To Keep Reading It ❤️

Next chapter will be posted soon. Please wait for that. Thank you.

[10 Maret 2022]

Flowery AccidentWhere stories live. Discover now