#GOLDEN DINNER

350 67 1
                                    

  Zevky diam, namun ia segera berdiri dari duduknya. Berpikir untuk menyudahi makan malamnya dan pergi meninggalkan Zefarino yang memang tidak diundang olehnya, baru saja Zevky hendak melangkah tangan Zefarino lebih awal menarik kaos oblong milik Zevky. Menahan Zevky agar tidak buru-buru meninggalkan dirinya yang masih membutuhkan teman makan malam ini.

"Nggak usah buru-buru balik, Zevky." Zefarino berdiri dan menarik paksa Zevky agar segera kembali duduk, cukup kuat juga tenaga Zevky yang keras kepala itu  memaksakan kehendaknya untuk pergi, namun hanya dengan satu tarikan tenaga kuat, Zefarino berhasil mendorong Zevky kembali ke kursinya.

"Kenapa? Lu nge—hindarin gua? Karena omongan gua barusan benar?" Zefarino melanjutkan makan malamnya, matanya menatap tajam ke arah Zevky yang diam memasang wajah kesal.

  Zevky memilih tidak menjawab pertanyaan Zefarino, hidup menjadi orang biasa rasanya dilema. Di satu sisi, ingin sekali memiliki barang-barang mahal tersebut, mengenakan pakaian brand terkenal, memakai aksesoris mahal yang jumlahnya terbatas, hidup premium dengan segala kemewahan dan kelip berlian yang berkilau. Di satu sisi lagi, pernah kah kamu merasa diawasi, seluruh hidupnya rasanya ada di tangan orang lain. Orang miskin akan mendapat banyak spekulasi masyarakat mengenai pakaian mahal yang kita dapat, mereka bahkan bisa mengatakan kita jual diri atau semacamnya. Hidup manusia bertetangga, penjahat dan kamera paling jernih dan paling teliti adalah mereka.

  Dalam lamunan Zevky, hal-hal semacam itu adalah hal biasa. Namun, Zevky sendiri tidak siap jika memang hidupnya harus diawasi manusia lain. Lamunan Zevky buyar setelah dirinya mendengar percakapan dua cowok berjarak satu meja dengannya, sepertinya mereka dari tingkat SMP yang baru masuk, kebetulan ini juga tahun ajaran baru. Zevky mendengar jelas saat dua cowok itu berkenalan, pembicaraan mereka tidak lain tentang merek. Bahkan, mereka bertukar hadiah sebagai tanda perkenalan—papper bag CHANNEL dan CELINE berpindah tangan dengan sangat ringan.

  Sekarang Zevky sadar, hidup masyarakat kelas atas sangatlah santai dan tenang. Apalagi untuk anak-anak seusia mereka yang hanya menghabiskan uang untuk membeli hal-hal yang mereka inginkan. Black card, ada di tangan mereka—katanya black card adalah uang jajan mereka, pembayaran sekolah sudah diurus orang tua mereka. Mudah sekali bukan, mereka hanya perlu memakai kartu itu untuk berbelanja, simpel, cepat, dan puas.

"Omong-omong, gua ada pertanyaan. Gimana lu bisa sampai ke JIS? Well, awalnya gua nggak percaya lu pindahan dari SMA negeri, tapi penampilan lu, menjadi jawabannya." Zefarino meminum seteguk air putih, matanya fokus pada hidangan makan malam yang masih disantapnya.

"Menurut lu, apa pentingnya pertanyaan itu gua jawab?" Mata Zevky terlihat tajam menatap lawan bicaranya, hal paling tidak ia sukai adalah hidupnya terlalu banyak diurusi orang lain, Zevky memang orang biasa lalu apa mau Zefarino mengetahui langkah Zevky hingga sampai kemari.

"Hanya penasaran, orang se—miskin lu bisa bayar harga lima ratus juta pertahun." Zefarino membersihkan sekitaran mulutnya juga tangannya, ia menatap wajah Zevky dengan kaca mata yang terulur itu.

  Zevky tampak terkejut, matanya membulat sempurna, mulutnya terbuka lebar untungnya telapak tangannya menutupi mulutnya itu. Zevky setengah percaya dan setengah tidak juga, namun saat dilihatnya wajah Zefarino tampak tidak bercanda. Zefarino berdiri dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Zevky sendirian di meja makan. Ia masih terkagum dalam kesendirian itu, harga lima ratus juta rupiah dibayarkan pertahun, itu artinya uang untuk tiga tahun SMA di JIS sebesar seratus lima puluh juta. Biaya yang sangat fantastis bukan? Bahkan hanya untuk mengayomi pendidikan.

  Zevky menatap sekelilingnya, menyadarkan dirinya bahwa sekolahnya ini memang mahal. Mengingat setiap murid-muridnya yang mengenakan pakaian mahal pula, Zevky menatap ujung kakinya menyadari betapa tidak cocoknya dirinya berada di sekeliling orang tajir, Zevky mengira hanya kelas tempatnya belajar saja yang disebut high society tapi ternyata seluruh penghuni di Asrama ini.

IT'S I AM HIGH SOCIETYWhere stories live. Discover now