Date

235 40 0
                                    

"BUGH"

Kenma meringis mendengar lutut [Name] yang beradu dengan lantai kamarnya. Dari luar ruangan saja sudah terdengar.

'Retak.' Batinnya

"Gapapa?" Tanyanya mendekati pintu berwarna abu-abu itu.

"Engga. Gapapa kok!" [Name] sedikit berteriak menyahuti pertanyaan Kenma.

"Ceklek"

"Sudah." [Name] Keluar dari kamarnya dengan dress putih selutut dan tas ransel kecil di pundaknya. Rambutnya dikuncir setengah dengan bibir sedikit kemerahan.

"Kenma-san ngga mau kuncir?" Tawarnya berjalan duduk di sofa ruang tamu dengan tangan menenteng sepatu putih.
Kenma mengerutkan dahi miliknya menatap gadis itu.

"Ngga usah."

"Ayolah~"

"Terserah."

Segera, [Name] memerintah Kenma agar duduk membelakanginya. Kenma hanya menurut pasrah.

"Kenma-san, ra-"

"Panggil Kenma aja gapapa." Sela Kenma. Bukankah mereka sudah cukup dekat? Dia tidak terlalu percaya diri yakan.

"Oh, iya Kenma-sa-... Kenma, rambutnya bagus. Pake cat rambut apa? Aku pernah cat dan hancur kayak jerami. Langsung potong pendek. Untung aja cuma coba bagian  ujungnya." [Name] melanjutkan ucapannya.

"Hm... Kalau ngga salah beli di supermarket. Yang bungkusnya hitam itu loh. Katanya kalau yang bungkusan merah kurang bagus." Jawabnya tetap duduk diam membiarkan [Name] berkutik dengan rambutnya.

"Jadi pengen cat rambut. Haha."

"Cat aja." Ujar Kenma dengan enteng.

"Iya deh, nunggu rajinnya aja... Jadi."

Kenma menatap cermin yang diberikan [Name]. Wajahnya memerah melihat pantulan dirinya pada cermin kecil itu.

"Gant-"

"Ngga... Imut kok. Serius." Ujar [Name] mencengkram bahu Kenma penuh keyakinan. Kenma bergidik ketika [Name] memegang bahunya tiba-tiba.

Kenma mengerutkan alisnya, Tatapannya berubah sinis dan mulutnya mulai menggerutu.

"Biar couple-an, aku juga kuncir gitu. Jangan lepas ya? Ya ya ya?" [Name] ngotot. Kenma menghela nafasnya pasrah. Memegangi rambutnya yang dikuncir dua dengan rambut yang tersisa di bagian belakangnya karena rambutnya pendek. Untuk ukuran rambut perempuan.

"Cantiknya diriku ini." Ujar [Name] tanpa sadar sembari mengibaskan rambutnya dan menatap dirinya di cermin yang menampilkan seluruh tubuhnya. Kebiasaan.

Mendengar tawa kecil Kenma, membuat [Name] sadar bahwa dia tidak sedang sendiri. Segera dia ikut tertawa menutupi rasa malunya. Tawa Kenma terdengar tambah seru. Memalukan.

"Meow..." Kucing putih peliharaan [Name] mendusel di kaki Kenma. Keduanya nampak sudah akrab sekarang. Membuat pemiliknya merasa tersaingi.

"Bye anak-anakku tercinta." [Name] berjongkok dan segera kelima kucing itu mendekat padanya. Dia mengelus satu persatu anak asuhnya lalu berdiri.

"Ayo. Kenma." Ajaknya menarik tangan kanan Kenma dan keduanya melenggang pergi meninggalkan para kucing itu.

~

"Lah iya. Lupa masukin mereka ke kandangnya. Pin, Bom-bom, Nana, Yoyo, Reng, Aku percaya pada kalian." [Name] mengulum mulutnya sembari mengangguk cepat dengan pasrah.

"Hahaha. Aku bisa temenin beberes bentar kok." Tawa Kenma melihat wajah menyedihkan yang dibuat [Name].

"Ngga. Kita harus berpositif thinking. Bom-bom anaknya kalem kok. Ho'oh." Sekali lagi [Name] menganggukkan kepala sembari terus berjalan lurus.

"Nah, ini Toko bukunya." Ucap Kenma menarik tangan [Name] pelan lalu berjalan memasuki sebuah toko buku yang cukup ramai.

"Wih..." [Name] menatapi jejeran buku yang amat tertata rapi di dalam toko buku itu.

~

"Trus ya, trus ya, waktu aku sapa 'Yahoo!' Gitu. Pada noleh semua empat-empatnya. Gemes banget." Cerita [Name] mengingat empat anak kucing yang ditemuinya di dekat sekolah.

"He~ Dulu juga, si Oren peliharaan pak Nekomata, induknya beranak di sekolahan. Dekat gedung olahraga. Fukunaga yang ketemu." Nampaknya Kenma mulai sekarang harus lebih menyimak kucing-kucing di sekitarnya.

"Ooo... Tapi, dulu di dekat rumahku ada kucing beranak ya. Tapi mati karena kehujanan."

"Aa... Turut berdukacita."

"Udah setahun lalu sih."

"Ngga apa-apa."

"Kenma-san suka banget sama game gara-gara apa?" [Name] mengaduk minumannya dengan sedotan.

"Hm... Entah. Kayaknya dari kecil deh." Kenma mencoba mengingat-ingat kembali masa kecilnya. Seingatnya dari SD dia sudah suka bermain game.

"Kamu suka?" Tanya Kenma balik.

"Hm... Antar suka sama engga sih. Tapi agak ngehindar dari game karena kalau sudah main game lupa dunia... Mirip ayah juga."

"Wajar kan, anak mirip dengan ayahnya." Kenma tersenyum menatap halte seberang tempat mereka biasa duduk.

"Wajar." Jawab [Name] ikut melihat ke arah yang ditoleh Kenma. Di sana ada dua orang anak kecil yang duduk dan bermain gunting batu kertas.

"Kalau gitu. Nanti mau coba main?" Tawar Kenma tersenyum menatap [Name] dengan tulus. [Name] mengangguk lalu tersenyum simpul.

"Ini jam... Oh, bentar lagi busnya mau sampe." [Name] segera meminum jus miliknya setelah melihat jam pada Handphone miliknya.

"Sudah?" Tanya Kenma menopang dagunya dengan kedua tangannya. [Name] mengangguk kemudian memakai kembali tas selempangnya dan berdiri. Dia menggandeng tangan Kenma dan keduanya melenggang meninggalkan kafe lalu menyebrang ke halte di seberang.

"Langit sore is the best." [Name] mengayunkan tangan keduanya sembari menatapi langit yang kini berwarna jingga.

"He'em." Kenma berdehem, menatapi [Name] sambil tersenyum tanpa sadar. Wajahnya terasa memanas dengan perut yang seperti dikelitik. Merasa malu dan senang? Mungkin ini campuran dua perasaan itu.

"Ini kencan?" Ucap Kenma tanpa sadar mengutarakan apa yang ada di pikirannya. Baik, sekarang jelas yang dirasakannya adalah malu. [Name] tertawa di sampingnga.

"Iya."

•••

Tokyo's Rain (Kozume Kenma x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang