07 - Ujung Waktu

5 2 3
                                    

Dia ada, tapi mata ini buta. Suaranya di hati, tapi telinga seolah menuli. Rasa itu tumbuh, tapi mengapa selalu acuh?

R___D

Ellenora menyusuri lautan untuk mencari keberadaan Stephani. Dia sudah lelah menggerakkan tubuhnya di dalam air. Setelah beberapa jam, dia baru teringat satu hal. Gadis itu segera menuju dasar laut, memasuki gua yang didalamnya penuh terumbu karang. Sebuah batu dia lemparkan ke atas sekuat tenaga, hingga sebuah cahaya membentuk pusaran air dan menyedotnya.

"Putri Elle," panggil seseorang yang penuh sisik di tubuhnya.

"Salam untukmu, Raja Clayton," ujar Ellenora sambil menyatukan kedua tangannya. "Ampun Raja, aku mengganggu waktumu. Aku datang untuk meminta bantuan."

"Ada apa? Katakan saja," jawab Raja Clayton.

"Kau pasti tahu silsilah dunia diamond, saat ini Pangeran sedang tidak sadarkan diri karena mengambil berlian seorang yatim piatu. Dia membunuhnya di dalam laut agar aku tidak bisa melacak keberadaannya. Lalu, sekarang aku sedang mencari keberadaan gadis itu. Bisakah kau membantuku?"

Mendengar itu, Clayton melirik ke samping. Beberapa detik kemudian, tubuh Stephani berada di depannya. "Mungkin gadis ini yang kau cari, makhluk laut yang membawanya kemari."

Ellenora mengangguk dan langsung menyentuh Stephani. "Iya, benar. Dia orangnya. Bolehkah aku membawanya?"

"Tentu saja," sahut Raja Clayton membuat kedua ujung bibir Ellenora tertarik ke atas.

Setelah berterima kasih dan berpamit, Ellenora membawa mayat Stephani ke tepi pantai yang ramai dikunjungi. Dia membuat seolah gadis itu terdampar. Melihat itu, orang-orang segera mengerubunginya. Salah satu dari mereka menemukan kartu nama yang terselip di dompet milik Stephani. Kemudian, mereka mengantarnya pulang. Setelah memastikan jenazah itu dikubur dengan baik, Ellenora kembali ke dunia diamond.

Sesampainya di istana, dia melihat Sachine dan Stephani yang sedang berbincang sambil menikmati minuman. Keduanya mengenakan kalung berlian dengan bandul nama. Selain mereka, di sana juga terdapat para gadis korban pemburuan berlian lainnya. Damiane selalu memberi hadiah yang sama sebelum merenggut nyawa agar mereka tetap ingat nama meski melupakan segalanya. Ellenora ingin menghampiri, tapi dia harus segera membantu Damiane agar cepat pulih.

Tok tok tok

"Masuklah!" sahut seseorang dari dalam, yang Ellenora yakini adalah suara Raymond.

"Permisi, Baginda Raja. Bagaimana keadaan Pangeran Damiane?"

Raymond menggeleng pelan, dia melirik jendela karena hari mulai menjelang malam. "Tidak ada perubahan. Jika dia belum sadar hingga matahari tenggelam, maka nyawanya akan terancam."

"Tidak, itu tidak boleh terjadi. Lalu apa yang harus kita lakukan? Tabib sudah memberi berbagai ramuan 'kan? Pasti ada ramuan lain yang bisa menyembuhkan Pangeran," timpal Ellenora tanpa sadar suaranya meninggi.

Bukannya terkejut atau marah, Raymond malah tersenyum senang mengetahui kepedulian Ellenora pada Damiane yang begitu besar. "Bukan tabib, aku, ataupun kita. Yang bisa menyembuhkan Pangeran Damiane hanya kau, Elle."

"Aku?"

Raymond mengangguk pasti. "Ya, hanya kau."

Ellenora mengerjapkan matanya pelan. Dia meraba tengkuknya yang tertutupi rambut. "Apa duri mawarku bisa menyembuhkan Pangeran Damiane?"

Lagi-lagi Raymond mengangguk membuat Ellenora tersenyum puas. Kenapa dia tidak menanyakan hal ini sejak tadi? Bahkan memikirkannya saja tidak. Ellenora mencabut duri itu membuatnya berteriak kesakitan. Raymond tak kuat mendengar jeritan itu, sama saja dia merasakan sakit yang menyerang gadis itu. Setelah berhasil terlepas dari tengkuknya, Ellenora segera menancapkan duri itu pada dada kiri Damiane.

Tak berselang lama, detak jantung Damiane kembali normal setelah hilang beberapa jam. Hal itu membuat seluruh penghuni dunia diamond turut bahagia. Raymond terus mengatakan terima kasih hingga Ellenora pura-pura merajuk agar dia menghentikan aksinya. Namun, Damiane tak kunjung sadar hingga hari berganti pagi. Raymond kembali gelisah, Ellenora pun memutar otaknya untuk mengingat apa saja yang bisa dia lakukan.

"Raja, tolong beri aku saran. Apa lagi yang bisa aku lakukan? Sungguh, otakku tidak bisa berpikir dengan baik sekarang," ucap Ellenora pada Raymond yang setia berdiri di samping Damiane.

"Aroma mawar."

Ellenora menepuk kepalanya pelan, bisa-bisanya dia melupakan kemampuannya yang paling istimewa. Gadis itu segera mendudukan dirinya di samping Damiane, bersila dan memejamkan kedua matanya. Raymond keluar dari kamar itu, memerintahkan semua penghuni istana agar menjauh dan menutupi hidungnya. Selain nama yang dituju, hal yang dilakukan Ellenora bisa berbahaya bagi yang lain.

Tubuh Ellenora mengeluarkan aroma mawar, bau khas dunia california yang hanya dimiliki oleh keturunan raja. Setiap detik aroma yang keluar, kekuatannya pun ikut terkuras. Terhitung sudah satu jam, tapi Damiane tak kunjung sadar. Jangan sampai matahari terbit sempurna, dunia diamond akan kehilangan pemimpin selanjutnya.

Ellenora mulai lemas, tubuhnya sedikit lunglai. Sebisa mungkin gadis itu mempertahankan kesadarannya, dia terus berusaha mengeluarkan aroma mawar meski tulangnya sudah tak kuat menopang. Ketika kelopak mata Damiane terbuka, tubuh Ellenora ambruk. Awal kesadaran Damiane dikejutkan dengan kepala Ellenora yang jatuh di sebelahnya.

"Elle..." panggil Damiane sambil berusaha menyentuh wajah Ellenora. "Ellenora!"

Raymond mendengar teriakan Damiane. dia segera mendatangi kamarnya. Dia tersenyum melihat putra semata wayangnya sudah sadar. Namun senyumnya memudar saat melihat Ellenora tak sadarkan diri. Inilah yang dia takutkan sedari tadi, dia juga tak mengatakan jika aroma itu akan menguras tenaga Ellenora. Sebut saja Raymond egois, tapi Damiane yang utama.

"Carrol, kemarilah!" panggil Raymond sambil menghampiri Ellenora yang sudah memucat. Setelah Carrol muncul di depannya, dia menggendong Ellenora. "Temani Damiane, layani apa yang dia butuhkan. Aku akan membawa Ellenora ke kamarnya."

Damiane hendak bangkit tapi tubuhnya tak begitu kuat dan kembali terbaring. Melihat itu, Carrol segera menghampirinya. "Carrol, biarkan aku pergi. Ellenora sedang sakit."

"Pangeran, Putri Elle akan segera membaik. Kau tenang saja, lebih baik kau istirahat agar cepat pulih. Setelah itu, kau bisa mengunjungi Putri Elle," tutur Carrol membuat Damiane mengepalkan tangannya.

"Tolong jelaskan, apa yang terjadi pada Elle," ujar Damiane sambil memegangi dadanya yang sedikit sesak.

Carrol mendudukkan dirinya pada bangku di sebelah ranjang. Dia mengoleskan ramuan pada dada Damiane yang diberikan tabib sebelum Ellenora mengeluarkan aroma mawarnya. Sambil melakukan itu, Carrol menceritakan apa yang dilakukan Ellenora hingga dia jatuh pingsan. Damiane menyimak dengan baik, sesekali dia meringis kesakitan pada tubuhnya.

"Astaga, kenapa kalian membiarkan Ellenora melakukannya? Itu sangat berbahaya bagi tubuhnya," racau Damiane sambil memejamkan mata, membayangkan betapa sakitnya tubuh Ellenora saat mencabut duri dan mengeluarkan aroma mawar.

"Maafkan kami, Pangeran. Tidak ada cara lain untuk mengobati Pangeran, atau akan kehabisan waktu dan kondisi Pangeran semakin memburuk," jawab Carrol sambil tersenyun getir.

Damiane hanya diam, dia kehabisan kata-kata untuk marah atau menyesali perbuatannya. Dalam hati dia hanya berharap agar Ellenora segera sadar. Sungguh, dia tak ingin ada sesuatu yang terjadi pada gadis itu, apalagi sampai kehilangannya. Membayangkan saja dia tidak bisa, jangan sampai hal itu terjadi atau dia akan kehilangan kewarasannya.

***

Jika cinta itu dia, maka berikan. Bila rasa ini salah, cepat hilangkan. Aku tak ingin salah arah dan kehilangan waktu bersamanya.

Red Diamond [END]Where stories live. Discover now