01 - Akhir Kisah

11 6 5
                                    

Cinta itu sopan. Datang membawa salam, pulang pun berpamitan. Yang kejam itu kenangan. Tak memberi celah untuk melupa, meninggalkan luka akan kepergiannya.

R___D

Jam dinding bulat berukuran besar menggantung indah pada menara istana yang tengah menunjukkan pukul tujuh. Semua penghuni kerajaan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ellenora berlarian mengelilingi istana, bertanya pada pelayan maupun panglima yang berpapasan dengannya. Dia memejamkan matanya berkali-kali, berusaha fokus untuk menemukan keberadaan seseorang.

Cukup sudah. Gadis itu menyerah dan memilih mendudukkan dirinya di bangku kayu. Memandangi bunga-bunga yang bermekaran, mampu membuat emosinya sedikit berkurang. Tanpa sengaja ekor matanya menemukan seseorang yang sedang menyiram tanaman sambil bernyanyi. Kedua ujung bibirnya tertarik, dia segera memanggilnya.

"Carrol ... kemarilah!" panggil Ellenora sambil melambaikan tangan kanannya.

"Baik, Putri. Saya segera ke sana, tunggu sebentar." Pria yang bernama Carrol itu meletakkan alat penyiram tanaman, lalu berlari menghampiri Ellenora. "Ada apa, Putri Elle?"

"Apa kau tahu, dimana Pangeran Dami?" tanya Elle tanpa berbasa-basi.

Carrol tampak berpikir sambil mengetukkan jari telunjuknya di pelipis. "Pangeran Dami ... biasanya ke ... dunia manusia?"

"Astaga, bagaimana bisa aku melupakan tempat itu. Pantas saja keberadaannya tak dapat dipantau, beda dunia rupanya." Ellenora mengembuskan napas lelah, dengan sigap Carrol memberikan segelas air yang kebetulan dibawa pelayan yang lewat di sampingnya.

"Kalau boleh tahu ... Pangeran ke dunia manusia untuk apa, Putri?" tanya Carrol saat Ellenora selesai meneguk minumannya.

"Eum ... aku tidak berhak memberitahukan itu, tapi kau bisa menanyakan langsung pada Pangeran Dami," jawab Ellenora dan dibalas anggukan oleh Carrol. "Aku pergi dulu, terima kasih minumannya."

Carrol menundukkan kepala sambil meletakkan tangan kanan di dada kirinya. "Baik, Putri Elle."

***

"Selamat pagi, Pangeran..." sapa Ellenora ketika tubuhnya muncul di hadapan Damiane. Laki-laki itu tampak sedikit terkejut, tapi sebisa mungkin dia menutupinya dengan raut wajah datar.

"Ya ... selamat pagi, Ellenora." Damiane meletakkan cangkir kopinya sambil mengisyaratkan gadis itu untuk duduk di sampingnya.

Ellenora memperhatikan Damiane yang tengah fokus membaca koran. Kemudian, dia memperhatikan sekeliling halaman yang terdapat kolam renang di tengah-tengah dengan perosotan dan juga pelampung. Tatapannya kembali pada Damiane, dia sedikit bingung dengan kebiasaan baru laki-laki itu.

Merasa diperhatikan, Damiane membalas tatapan Ellenora tak kalah datar. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Tidak apa-apa, Pangeran. Hanya saja ... kau terlihat sedikit aneh."

Damiane menggaruk pangkal hidungnya yang tak gatal. Dia melipat koran dan meletakkannya di atas meja. "Minum kopi dan membaca koran. Itu kebiasaan kaum laki-laki di pagi hari 'kan?"

"Iya ... benar. Apa berlaku untuk selain manusia?" tanya Ellenora sambil mengangkat kedua alisnya.

"Sebenarnya tidak begitu, tapi apa salahnya meniru?" Damian tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Ellenora hanya diam tak berkutik, tapi detik berikutnya dia menertawakan Damian yang terbatuk-batuk karena tersedak.

"Makanya jangan tertawa tanpa sebab yang jelas, bahaya bagi jantungmu. Mengancam mental juga, menyebabkan gila," tutur Ellenora sambil menyerahkan cangkir kopi dan segera diteguk habis oleh Damiane.

Red Diamond [END]Where stories live. Discover now