🔺Langkah keenam

28 4 3
                                    

If you wanna go, then I'll be so lonely

Jika Kamu ingin pergi, maka aku akan sangat kesepian.

. . .

Nama dari gedung tinggi itu terus melintas di kepalaku, apa yang salah sebenarnya? Deposit dua ratus ribu saja rasanya tidak berguna. Tidak, aku tidak akan mengatakan yang tidak masuk akal lagi, aku hanya ingin memberitahu kalau kemarin sore Amnan mengajakku pergi ke taman. Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang mengganggu kami saat berjalan menuju tepi danau di dekat taman. Awalnya aku biasa saja, tidak menanggapi apa pun dari ucapan konyol itu. Tapi salah satu dari tiga orang yang berdiri di hadapanku justru menyalakan api membara dalam diriku. Tidak lagi ada alasan untukku memukulnya. Berkali-kali aku menahan diri, detik kelima orang itu pun terhuyung karena serangan ku yang berutal. Dia telah berhasil membuatku seperti orang tak waras di sana, di hadapan Amnan. Anak itu juga sangat ketakutan ketika aku menoleh menatapnya dengan khawatir.

"Kalian yang ganggu, kalian yang minta ganti rugi, nggak salah?"

"Ya! Karena dia, teman kita babak belur."

Hei, siapa yang salah di sini? Aku? Jangan gelap mata dan jangan berpihak pada satu orang. Lihatlah kebenarannya, aku dan Amnan datang dengan cara yang baik, tapi tiba-tiba mereka membuatku kesal, karena salah satu dari mereka telah mendorong Amnan hampir jatuh ke danau.

"Bohong! Mereka yang mau mencelakakan Amnan, Jo."

"Halah, jangan percaya tuh. Dia yang udah serang kita, buktinya teman kita luka-luka."

Aku menggeleng kuat, kemudian menarik Amnan walau anak itu menolaknya dengan keras. Aku menyuruh Amnan untuk mengatakan kebenaran yang terjadi beberapa waktu lalu.

Aku tahu Johanes seorang yang bijak, dia bisa mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah antara aku dan para penyamun yang tidak tahu diri itu.

Aku bisa melihat Johanes menghela napasnya begitu kasar, bahkan lelaki itu menyugar rambutnya karena bingung. Perlahan Johanes menghampiri kami, tidak, tepatnya Amnan yang berdiri tepat di belakangku. Anak itu menggeser tubuhnya karena takut. Belum lagi, tangannya yang masih kugenggam pun, sejak tadi bergetar.

"Nanan, Bang Jo mau tanya, apa bener apa kata Bang Ger, para penyamun itu mau dorong kamu?" Pelan, sangat pelan hampir tidak terdengar olehku. Aku melihatnya dari ekor mataku. Walau begitu, aku tetap tidak bisa lengah begitu saja dari para manusia biadab yang mungkin bisa saja lolos.

"I-iya." Aku lega, satu jawaban Amnan berhasil membuatku bernapas bebas, tapi Johanes tidak semudah itu untuk memutuskan, ia terus bertanya sampai akhirnya berhenti dipertanyakan yang paling menegangkan. Jawaban Amnan bisa saja menyeretku ke kantor polisi, atau bahkan dihakimi masa karena sekarang, ada banyak orang di sekeliling kami.

"Nanan, Bang Jo mau tanya lagi, apa benar tadi mereka juga mau coba melakukan kekerasan sama kamu?"

Amnan kembali mengangguk, ia juga mulai memberanikan diri untuk menatap  Johanes, meski kedua matanya sudah berkaca-kaca hendak menangis.

"Mereka bawa senjata tajam, Bang Jo. Mereka juga mau coba merampok ibu-ibu yang ada di sana."

"Bohong! Ada bukti? Alah paling itu akal-akalan cowok ini aja. Jangan ditanggepin.  Kalian semua lihat, kan? Cowok ini yang pukulin teman gue! Hukum aja!"

Aku terdiam sejenak, dari mana Amnan tahu? Aku saja tidak sadar. Tapi tunggu, sebelumnya Amnan sempat mengambil rekaman Vidio ketika kami berjalan santai melintas di beberapa spot indah di sekitar taman.

"Ada." kataku, salah satu penyamun itu mulai menegang aku bisa melihat gelagat mencurigakan darinya. Aku pun segera memegang tangannya dan kubiarkan Amnan bersama Johanes.

GERHANA✅ (Sudah Terbit) Where stories live. Discover now