Part 17 : Reality

1.7K 42 23
                                    

"Bagaimana?" tanyaku pelan.

"Dengan berterus terang pada mereka, Fan. Dengan bilang ke mereka kalau kita berdua ini tidak bisa menjadi kakak adik. Dengan bilang kalau ada status di antara kita," jelas Kevin. "Kita harus bekerjasama."

Aku menggelengkan kepalaku. "Status? Status apa? Aku tidak ingat sama sekali kalau kita punya 'status'"

"Maksudmu?" tanya Kevin bingung.

Aku menegakkan tubuhku agar lebih terlihat percaya diri. "Status apa yang kamu mau? Bahkan kita sendiri tidak punya status yang jelas. Kita tidak bisa pacaran kalau akhirnya kita menjadi kakak adik dan kamu sendiri tidak pernah bilang kalau kita pacaran."

Kevin memandangku seakan-akan aku ini bodoh. "Sekarang kamu mempermasalahkan statu pacaran? Hal kecil saja kamu perhitungkan. Masalah yang ada kamu tambahkan dengan masalah lain yang tidak penting?" tanyanya kesal.

Perkataan dia seakan-akan menghantamku. Jadi semua itu tidak penting?

Kevin menatapku dan membaca raut wajahku. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud berkata begitu. Aku hanya frustasi dengan semua ini."

Aku mengambil duduk di depannya. "Maafkan aku juga. Aku terlalu childish."

Kevin mengenggam tanganku. "Apa harus aku perjelas? Kita pacaran, Fan. You're my girlfriend. Remember that."

Aku tersenyum. "Kalau kita pacaran, berarti kita harus saling jujur kan? Jangan berbohong padaku Vin. Aku tahu kamu menyimpan rahasia dariku."

"Aku tidak menyimpan rahasia apapun. Sungguh."

Aku menarik tanganku dan mengeletukkan jariku di meja. "Hanya sampai sekarang saja aku tidak tahu mengapa aku tidak mengingat masa laluku denganmu. Aku tidak ingat kalau aku ini teman masa kecilmu. Aku tidak ingat sama sekali, Vin. Aku tidak ingat kita pernah tetanggaan. Aku tidak ingat kalau aku pernah kumpul bersamamu dan Christy. Kenapa? Kenapa aku tidak mengingat masa laluku denganmu?"

"Aku tidak tahu mengapa kamu tidak mengingatnya, Fan. Jangan paksa aku karena aku sendiri tidak tahu."

Bohong. Aku bisa melihat dari matamu Vin kalau kamu berbohong. "Baiklah."

"Maafkan aku, Fan."

Aku mengangguk pelan. Kevin melipat tangannya di dada. "Kita harus beterus terang kepada mereka. Besok. Saat dinner besok. Kita harus menceritakan semuanya. Kamu dan aku. Bersama."

Aku tahu rencana ini sangat hopeless. "Kita tidak bisa berterus terang begitu saja, Vin. Nanti apa yang akan mereka pikirkan? Reaksi mereka? Aku tidak bisa membayangkannya."

"Karena kamu takut? Kita akan menghadapinya bersama-sama, Fan."

Kevin berjalan ke arahku dan memelukku. "Kita pasti bisa mengahadapi semua ini," kata Kevin sambil mencium keningku.

Aku merangkulnya erat. Iya, aku takut. Bagaimana tidak? Pernikahan mereka 4 minggu lagi dan... dan jika aku bilang bahwa aku dan Kevin tidak menerima pernikahan itu, apa mereka akan berpikir bahwa aku ini sudah tidak waras?

Aku takut.

"Kevin."

"Apa?"

"Maukah kamu menemaniku tidur malam ini."

Dia tersenyum dan itu membuatku malu. Aku melakukan ini karena setelah kejadian ini, aku selalu berpikir kalau ada suatu ketika dimana itu adalah hari terakhirku bersama Kevin sebagai pacar. Dan 'suatu ketika' itu adalah hari ini.

Kevin menggandengku dan kita berjalan menuju lantai atas. Aku menggenggam Kevin erat, aku takut kehilangan dia.

Tapi aku tahu akhirnya aku akan kehilangan dia.

When Everything Goes Right (COMPLETED)Where stories live. Discover now