Part 5 : The Truth

1.4K 39 1
                                    

DON'T PROOF-READ! NOT BEEN EDITING YET

            “KALIAN MAU NGAPAIN?!” Aku melihat wajah Daddy yang terlihat sangat marah. Ya iya lah, secara anak perempuannya cuma pake handuk, terus ada cowok lagi di kamarnya.

            “Daddy… Ini nggak seperti yang Daddy bayangin kok,” kataku memeberanikan diri.

            “KEVIN! KAMU JANGAN MACEM-MACEM SAMA ANAK SAYA YA! Dia baru pindah sebulan yang lalu!” Papa kenal Kevin? Kok bisa?

            Kevin bangun dan nyengir lebar. “Hey Mr. Gray. Nice to see you again.” Melihat tingkah Kevin yang begitu santai membuat Daddy semakin kesal.

            “Aku bisa bilangin mama kamu kalo sampe kamu macam-macam dengan anak saya.”

            “Kalo udah sampe ‘macam-macam’ gimana?” Kevin itu kayak nggak tahu situasi aja. “KEVIN!”

            Kevin tertawa dan pamit pulang. Aku langsung berlari menuju kamar mandi dan mengganti pakaianku. Kok bisa Kevin kenal sama Daddy? Dengan keberanian penuh (aslinya udah nggak ada keberanian), aku bergegas menuju ruang makan. Disana udah ada Daddy yang sibuk mengeluarkan spagetty dari microwave. Aku langsung duduk diam dan menyantap spagetty yang ada.

            “Apa kamu udah ‘macam-macam’ sama si Kevin?” kata Daddy membuka suasana hening. Duh, gitu aja ditanyain.

            “Of course not! Dad, aku baru umur 18 ,” kataku berusaha menahan emosi. Aku nggak mau terlihat panik, ntar dikira aneh-aneh lagi.

            “Apalagi umur 18 tahun, umur yang seharusnya kamu memutuskan apa yang kamu inginkan. Dad merasa kamu harus teguh memegang adat yang sudah Mommmy kamu ajarkan. Tidak boleh ada ‘sex before married’”

            “Of course I’am. Dad, aku nggak mungkin melakukan hal itu. Kepikiran aja nggak.” Daddy kayaknya mulai ngaco deh. “By the way, Dad kok bisa kenal sama Kevin?”

            “That bastard?” Wow, Kevin disebut bastard, “Daddy kenal orang tua dia. Kevin itu anak nakal, Fan. Party terus kerjaannya, pulang malam, kebut-kebutan. Aku tidak suka sama anak itu. Kadang jahil.” Yes Daddy, I agree with you.

            “Oooo… Ya aku nggak bakal deket sama dia lagi.”

            “Daddy harap begitu, karena Daddy harus pergi ke Toronto besok. Daddy memberimu kepercayaan untuk menjaga rumah dan khususnya, menjaga dirimu sendiri.”

            “Toronto? Besok? Sampai kapan?”

            “Sekitar 2 minggu, itu pun kalau semua urusan di sana selesai. Ada perusahaan yang butuh Daddy untuk menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan.”

            “Ow… okay.” 2 minggu bukan waktu yang sebentar menurut ku.

            “No party, no boys at home, no drugs and everything. Daddy percaya kamu bisa menjaga diri.”

            “Thanks Dad karena sudah mau percaya padaku.”

            Sisa malam ini kuhabiskan untuk bersama Daddy. Besok dia ke Toronto, jangan sampai Kevin tahu. Bisa-bisa dia main ke rumah ini seenaknya.

           

            Keesokan harinya, aku berangkat sekolah menggunakan train. Sekolah, dengernya aja aku udah males banget. Tadi pagi aku melihat bagian rusukku dan benar, ada memar besar di sana. Aku membebetnya dengan perban, ya hitung-hitung untuk melindungi memar itu.

When Everything Goes Right (COMPLETED)Where stories live. Discover now