1.

17.8K 987 26
                                    

Cerita ini di upload oleh jari
Yang tak pernah kau genggam.

Ada sebuah desa yang bernama Desa Pelangi, desa itu ada di Jawa tengah. Desa pelangi ada diatas gunung yang bernama Gunung Ambyar. Tapi anehnya dibawah gunung itu ada Lautan yang luas. Bisa dibayangkan jika menjadi penduduk di desa Pelangi kita bisa pergi kelaut dan kegunung sekaligus, bebas tanpa membayar.

Biasanya di Pagi hari dan di sore hari akan ada Pelangi yang memutari gunung, oleh karena itu sesepuh disana sepakat untuk menamai desa itu menjadi Desa pelangi. Apalagi disana rumah para warga sengaja dicat warna warni, agar mereka berani untuk berbeda dari desa lain yang selalu iri dengan desa mereka.

Didesa itu ada sosok gadis cantik yang bernama Leana Jovanca, gadis cantik yang sering disebut Kembang desa oleh anak muda dari desa Pelangi atau desa lainnya. Leana Jovanca mempunyai manik abu abu dengan rambut hitamnya yang lurus.

"Ibu, Lea pergi dulu untuk mencuci baju bersama teman teman disungai." Pamit Lea dengan menaruh baju baju kotor miliknya dikeranjang khusus untuk mencuci pakaian.

Ibunya yang bernama Wulan hanya bisa menghela nafas karena melihat Lea yang terlalu antusias untuk pergi mencuci baju. Walaupun Lea hanya anak angkat, Wulan sangat menyayangi Lea seperti putri kandungnya sendiri. "Baiklah, Ajak juga kakakmu untuk mencuci pakaian." Akhirnya Wulan memberi izin.

Naila, kakak Lea itu hanya bisa memutar mata malas dengan berjalan masuk kedalam rumah untuk mengambil baju yang akan ia cuci disungai. Walaupun dirumah ada kamar mandi, anak anak perempuan keluarga Dromosio ini lebih memilih untuk mencuci baju disungai, bersama teman teman yang lainnya.

"Kalau kalian berdua melihat Viona, suruh lah anak itu untuk pulang." Naila yang baru datang hanya menganggukan kepala seraya berjalan didepan Lea. Dijalan Naila sibuk menggerutu karena merasa sangat kesal, Naila suka heran kala melihat mata adiknya yang selalu antusias saat melihat air.

Adiknya ini berbeda dengannya dari segi apapun. Naila ini lebih menyukai warna warna terang, berbeda dengan Lea yang lebih menyukai warna warna gelap seperti hitam dan abu abu. Karena kulit Lea sudah putih, ia tidak terlalu percaya diri saat mengenakan baju yang terlalu berwarna seperti warna kuning.

Lea dan Naila geleng geleng kepala saat melihat adik mereka yaitu Viona sedang memanjat pohon jambu milik pak ustad. Bisa bisanya adik mereka yang polos seperti kucing berubah menjadi macan ganas. Bahkan Viona memakan buah jambu di pohonnya langsung, kakinya yang mungil ia taruh didahan pohon.

Itu adalah posisi nangkring dan sekarang dengan enaknya Viona memasang wajah songong yang bisa membuat orang yang melihatnya menjadi kesal akan kelakuannya.

"Viona, kamu ini benar benar ingin dicubit ya?" Tanya Naila kesal. Lea mengikuti jalan kakaknya yang terkesan buru buru. Viona yang melihat kakaknya langsung melotot dengan membenarkan baju besarnya yang tersingkap kemana kemana.

Bocah berumur enam tahun itu menggunakan baju bapaknya.

Biasanya gadis gadis yang belum menikah menggunakan pakaian jawa atau bisa disebut Kebaya, apalagi sesepuh dan orang tua disini masih menganut kebudayaan jawa. Begitu pun dengan aura aura Jawa kental yang masih terpancar dari desa Pelangi. Desa ini juga berbau melati yang bisa membuat orang luar bertanya tanya dari mana aroma melati yang sangat menyengat itu?

Viona mengerucutkan bibirnya kesal dengan melompat turun, kedua tangannya menyentuh tanah lalu disusul pantatnya yang mencium tanah dengan mesra. "Kakak menganggu Vio ih! Padahal kan Vio lagi liatin Mas Ian lagi dimarahin ibunya." Ucap Viona.

Naila dan Lea geleng geleng kepala saat mendengar suara ketus Viona, adiknya ini suka sekali menjadi minyak dipertengkaran tetangga. "Ayo Lea, biarin aja ini bocah kita tinggal biar diculik sama mbah gondrong! Dasar bocah nakal!" Viona mendelik dengan berharap kedua kakaknya itu takut dengan pelototannya.

"Walau nakal, bermoral. Meski nakal, masih ingat Tuhan!" Tukas Viona yang membuat Naila mendelik kesal. Lea yang tidak tau apa apa hanya bisa menggaruk lehernya gatal lalu mengacak rambut adiknya yang dikepang dua rapi, adiknya ini sangat menyebalkan.

Viona dan Naila memang tidak pernah akur, ketemu dikit langsung adu mulut sampai mulut mereka berbusa. Padahal dihati masing masing, mereka saling menyayangi satu sama lain. Apalagi Viona ini anak bungsu yang petakilan dan meresahkan.

Lea menarik tangan Naila agar kakaknya itu tidak melajutkan acara adu mulutnya. "Oh ya, kamu dipanggil ibu Vi," Viona yang mendengar perkataan Lea mengangguk lalu berlari untuk pulang.

Lea menarik tangan Naila agar ikut kepedagang ikan yang biasanya mereka beli, biasanya ikan ini akan mereka goreng dengan ditemani tempe goreng, itu adalah makanan kesukaan Keluarga Lea apalagi jika dicampur sayur sayuran segar lainnya.

Ibu Tri yang melihat Lea pun tersenyum ramah karena ia tahu bahwa Lea ini pelanggan setianya. "Ikan kembungnya masih seger nih!" Ucap Bu Tri seraya melirik Lea dan Naila yang sedang berjalan kearahnya, Bu Tri berharap Lea mendengar ucapannya.

"Kecil kecil gini namanya bukan ikan kembung, tapi ikan kempes." Naila menepuk jidatnya saat mendengar perkataan polos Lea. Tapi ada benarnya juga karena dihadapan Lea hanya ada ikan kempes karena dihadapannya adalah ikan pindang.

Ibu Tri hanya menyengir saat mendengar perkataan Lea. Gadis satu ini memang sering membuat dirinya jengkel setengah mati dengan tingkahnya yang bisa bikin orang geleng kepala. "Atau ini aja, Ikan belanak?" Bu Tri masih mencoba menawar Lea.

"Eh, Bukannya ikan itu Bertelor bu?" Balas Lea dengan mengerjapkan mata linglung yang terlihat menyebalkan.

Bu Tri hanya tersenyum dengan mata melotot untuk menahan Jengkel, jika didepannya ini Bukan anak Wulan sudah ia tendang agar tidak banyak tanya. Sayang sekali Bu Tri ini takut dengan ibu mereka yang suka ceramah seperti ustadzah.

"Eh sebenarnya Lea mau beli ikan baronang." Ucap Lea yang membuat Bu Tri mengheryitkan dahi heran. Sepertinya mereka lupa tujuan mereka lewat jalan sini, tentunya saja untuk mencuci baju tapi malah oleng untuk membeli ikan segar Bu Trii.

"Huuu, perasaan ikan dari dulu juga baronang. Belom ada ikan yang jalan kaki atau naik ojek!" Naila menghentakan kakinya kesal saat mendengar perkataan bodoh Bu Tri. Adiknya ini sudah niat ingin membeli ikan baranong malah diajak lomba muter muter ucapan yang membuat kepala pusing.

Setahu Lea ikan Baronang ini juga dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan spesiesnya, seperti di Kepulauan Seribu dinamakan kea-kea, di Jawa tengah dengan nama biawas dan nelayan di Pulau Maluku menamakan dengan sebutan samadar!

Lantas Naila menarik tangan Kanan Lea agar menjauhi dagangan Bu Tri. Bisa saja nanti ayah mereka pulang dengan membawa segepok ikan yang masih segar 'kan? Apalagi ini dari lautnya langsung, karena ayah mereka ini seorang nelayan terkenal.

"Loh, Ini ga jadi beli?" Tanya Bu Tri dengan tangan yang sibuk memasukan ikan tuna tongkol kedalam plastik hitam. Biasanya ikan ini paling sering didapat oleh para nelayan.

"Ga jadi, saya mau pesen ojek aja!" Ucap Naila dengan melirik Bu Tri yang sibuk dengan warga yang ingin membeli ikannya.

"Loh, ngapain pesen ojek? Mending minta dianter sama anak ibu aja." Bu Tri ini memiliki telinga yang sangat tajam, jadi ia masih mendengar suara Naila dari jarak jauh.

"Kak Naila ini mau nganter Ikan Balonang buat ngehirup udara segar, daripada hidup diair melulu kan jadi suntuk!" Balas Lea dengan mengerlingkan mata genit kearah Bu Tri yang sedang mengepalkan tangan diudara karena merasa sangat kesal.

"Dasar cah edan."

Gapapa No Love, asal jangan No money beb.

Beb? Beban?

Sô MôtherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang